Mohon tunggu...
Maulana Ahmad Ardana
Maulana Ahmad Ardana Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Pendidikan Seni Pertunjukan

Saya mempunyai hobi menari dan menulis novel.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Inovasi Epik di Kampus: Sendratari Mahabharata

19 Oktober 2025   20:42 Diperbarui: 19 Oktober 2025   21:14 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sendratari Mahabharata Widya Kalpika Foto: Maulana Ahmad Ardana

Malang, 18 Oktober 2025 -- Universitas Negeri Malang (UM) kembali menunjukkan inovasi dalam dunia pendidikan tinggi dengan menggelar pertunjukan Sendratari Mahabharata bertema "Widya Kalpika" (Ilmu dan Imajinasi). Acara ini bukan sekadar hiburan, melainkan upaya kreatif untuk menggabungkan nilai-nilai epik klasik Jawa dengan semangat akademik. Yang menarik, para pemeran utama bukanlah seniman profesional, melainkan tokoh-tokoh kampus seperti dekan-dekan fakultas dan rektor UM sendiri. Pertunjukan ini digelar di Gedung Graha Cakrawala UM, menarik ribuan penonton dari kalangan mahasiswa, dosen, hingga masyarakat umum. Namun, di balik antusiasme, ada pertanyaan tentang kualitas artistik dan relevansi konsep ini dalam konteks pendidikan modern.

Sendratari Mahabharata adalah bentuk seni tradisional Jawa yang menggabungkan tari, drama, dan musik gamelan untuk menceritakan kisah epik Mahabharata. Dalam versi UM ini, tema "Widya Kalpika" menekankan perpaduan antara ilmu pengetahuan (widya) dan imajinasi kreatif (kalpika), diilustrasikan melalui narasi yang disesuaikan dengan nilai-nilai universitas seperti inovasi, etika, dan pembangunan karakter.

Para pemeran utama, termasuk Rektor UM Prof. Dr. Hariyono sebagai tokoh Krishna, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Dr. Ahmad sebagai Arjuna, dan Dekan Fakultas Teknik Dr. Siti sebagai Draupadi, membawa dimensi baru. Kostum dan tata panggung tetap mengikuti estetika klasik Jawa  warna-warni kain batik, topeng, dan properti sederhana namun diperkaya dengan elemen modern seperti proyeksi digital yang menampilkan simbol-simbol akademik (misalnya, buku dan mikroskop) di layar belakang. Durasi pertunjukan sekitar 90 menit, dengan musik gamelan yang dimainkan oleh mahasiswa jurusan seni.

Salah satu kekuatan utama pertunjukan ini adalah pendekatan interdisipliner yang jarang terlihat. Dengan melibatkan pimpinan universitas sebagai aktor, UM berhasil menunjukkan bahwa seni bukan monopoli seniman, melainkan alat untuk membangun komunitas akademik. Tema "Widya Kalpika" efektif menyampaikan pesan bahwa ilmu pengetahuan harus diimbangi dengan imajinasi, seperti dalam adegan di mana Arjuna (diperankan dekan) belajar "memanah" tantangan akademik melalui meditasi dan strategi. Ini menginspirasi mahasiswa untuk berpikir kreatif, terutama di era digital saat ini.

Musik dan tari juga mendapat pujian. Orkestra gamelan mahasiswa memberikan nuansa autentik, meskipun tidak sempurna, namun energik dan penuh semangat. Penonton, terutama generasi muda, merespons positif dengan tepuk tangan meriah, menunjukkan bahwa acara ini berhasil sebagai sarana edukasi budaya.

Namun, kritik tak bisa dihindari. Meskipun inovatif, pertunjukan ini terasa kurang matang dalam aspek akting. Para dekan dan rektor, meskipun cerdas dan berpengalaman, bukanlah aktor profesional. Gerakan tari mereka sering kaku, dialog terdengar seperti pidato akademik daripada ekspresi emosional, dan ada momen-momen di mana ritme pertunjukan terganggu oleh kesalahan teknis, seperti proyeksi yang tidak sinkron. Ini membuat narasi epik Mahabharata yang penuh konflik, intrik, dan filosofi terasa datar dan kurang mendalam.

Selain itu, tema "Widya Kalpika" seolah dipaksakan. Meskipun ide bagus, eksekusinya kurang konsisten; simbol-simbol akademik terasa seperti tambahan kosmetik, bukan integrasi organik dengan cerita asli. Ada risiko bahwa acara ini lebih seperti promosi kampus daripada penghormatan sejati terhadap seni tradisional, terutama dengan sponsor dari perusahaan teknologi yang terlihat di banner panggung. Dalam konteks pendidikan, ini bisa menjadi peluang, tapi juga menimbulkan pertanyaan etis: Apakah seni klasik seperti Sendratari sebaiknya tetap murni, atau boleh dimodifikasi untuk kepentingan branding universitas?

"Pertunjukan ini luar biasa! Sebagai mahasiswa teknik, saya senang melihat bagaimana tema 'Widya Kalpika' menggabungkan ilmu dan imajinasi dengan narasi Mahabharata. Para dekan dan rektor seperti Pak Rektor sebagai Krishna benar-benar menghidupkan adegan dengan energi akademik yang unik. Musik gamelan mahasiswa juga solid, meskipun ada sedikit kesalahan teknis. Ini membuktikan UM serius dalam melestarikan budaya Jawa sambil mendidik generasi muda". Ucap Ken Mahasiswa Fakultas Teknik.

Begitu juga beberapa penonton yang memberikan kritikan mengenai pertujukan sendratari ini. Nara Mahasiswa Fakultas Manajemen mengatakan, "Menarik, tapi kurang mendalam. Saya menghargai upaya UM untuk membuat seni lebih inklusif dengan melibatkan pimpinan kampus. Tema Widya Kalpika cocok untuk universitas, menekankan inovasi. Namun, akting para dekan terasa kaku mereka lebih seperti pemimpin daripada aktor profesional. Adegan pertarungan Arjuna vs. Kaurawa kurang intens, dan proyeksi digital terasa dipaksakan. Bagus untuk promosi kampus, tapi perlu latihan lebih banyak agar tidak terlihat seperti acara formalitas.

Secara keseluruhan, Sendratari Mahabharata bertema Widya Kalpika di Uuniversitas Negeri Malang adalah eksperimen berani yang patut diapresiasi. Ia membuktikan bahwa universitas bisa menjadi pusat kreativitas budaya, menginspirasi generasi muda untuk menghargai warisan Jawa sambil berinovasi. Namun, untuk edisi mendatang, Universitas Negeri Malang perlu investasi lebih besar dalam pelatihan akting dan kolaborasi dengan seniman profesional agar kualitas artistik tidak kalah dengan pesan edukasinya. Jika berhasil diperbaiki, pertunjukan ini bisa menjadi model bagi universitas lain dalam menggabungkan pendidikan dan seni.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun