Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mengalir dan Kritis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

It won’t always be easy, but always try to do what’s right.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengatasi Skandal Makan Malam di Negeri Matahari Terbit Dapat Diterapkan di Bumi Pertiwi

21 Maret 2021   08:00 Diperbarui: 21 Maret 2021   14:55 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Karya: Elvirida Lady Angel Purba

Tepatnya tanggal 1  Maret 2021, Juru bicara utama Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, mengundurkan diri. Alasannya ia pernah hadir di acara makan malam mewah yang diselenggarakan oleh pihak swasta saat menjabat di Kementerian Dalam Negeri. Dia dan birokrat senior lainnya dikritik karena menghadiri jamuan makan malam mahal yang diselenggarakan oleh putra Suga.

 Pemerintahan Suga, termasuk Sekretaris Hubungan Masyarakat Kabinet Yamada  telah menghadapi kemarahan publik setelah majalah mingguan Shukan Bunshun bulan lalu melaporkan bahwa putra tertua Suga, Seigo Suga, seorang eksekutif di sebuah perusahaan film, telah membayar makan malam mahal untuk birokrat senior.

 Kini Yamada masih menjalani perawatan di Rumah Sakit akibat penyakit yang dideritanya. Dengan demikian dia akan melewatkan pertemuan Komite Parlemen hari Senin di mana politisi oposisi berencana bertanya perihal makan malam mewah itu.

Akhir tahun lalu, Yoshihide Suga juga mendapat kritik pedas setelah menghadiri jamuan makan malam bersama sejumlah selebriti setempat di tengah masa pandemi virus corona. Padahal Suga memerintahkan penduduk Negeri Sakura untuk tidak bepergian jika tidak ada urusan mendesak, guna menghindari penularan Covid-19. Pemerintah Jepang juga membatasi kerumunan tidak boleh dihadiri lebih dari lima orang untuk mencegah infeksi.

Suga menghadiri jamuan makan malam di sebuah Restoran steak mewah di Distrik Ginza, Tokyo, pada 14 Desember malam waktu setempat.Katsunobu Kato langsung pasang badan dengan menyatakan Suga mau menerima undangan jamuan itu karena sudah dipastikan menerapkan protokol kesehatan, yakni menjaga jarak dan dalam satu meja tidak diisi lebih dari lima orang. Suga lantas menyatakan penyesalan karena keputusannya menghadiri jamuan itu menimbulkan dampak yang buruk. Namun, dia tetap berkeras kegiatan itu menerapkan protokol kesehatan.

Hal ini menjadi masalah lantaran Hukum Etika Pegawai Negeri Sipil Jepang melarang pegawai pemerintah menerima hadiah atau hiburan dari perusahaan atau individu yang terlihat menjilat. Pemerintahan Suga, termasuk Sekretaris Hubungan Masyarakat Kabinet Yamada, menghadapi kemarahan publik setelah dilaporkan ditraktir makan malam. Yoshihide Suga meminta maaf atas kejadian itu.

"Saya sangat menyesal bahwa seorang anggota keluarga saya terlibat dalam perilaku yang mengakibatkan pegawai negeri melanggar Undang-Undang Etika, dan saya sangat meminta maaf kepada rakyat," kata Suga. "Saya sangat menyesal bahwa ini telah sampai pada situasi, di mana kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah telah rusak."

Skandal Mantan  Juru bicara utama Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, pada makan malam mahal itu tentu menjadi sorotan. Yang sangat mempermalukan pemerintahan Jepang, padahal sudah sangat jelas menerima hadiah dari pihak yang memiliki kepentingan itu adalah melanggar hukum

Lantas bagaimana dengan bumi Ibu Pertiwi? Hal ini sangat sering ditemui, bukan hanya dalam jamuan makan malam saja namun memberikan "salam-salam" itu adalah sebuah tradisi bagi warga Indonesia terkhusus para pejabat tentunya. Yang seharusnya menjadi panutan bagi masyarakatnya, eh malah menjadi contoh yang tidak baik .Padahal menerima hadiah yang memiliki kepentingan itu, sangatlah tidak patut. Hal ini pun dianggap sebagai korupsi.

Mengutip Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang atas Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi "Bagi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 6 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

  • memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
  • memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun