Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menuangkan isi pikiran

Mengalir

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Empat Alasan untuk Berhenti Hidup dari Pengakuan Orang Lain

9 Februari 2022   19:42 Diperbarui: 9 Februari 2022   20:43 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Contohnya, dalam hal kecil kita melihat bahwa bullying atau perudungan saat ini merupakan hal yang biasa. Banyak orang melakukan perudungan, dan dalam hitungan waktu (cepat atau lambat), sang korban akan terbiasa atau bahkan sembuh dari dampak perudungan tersebut. Oleh karena itu, kita mengambil sikap biasa-biasa saja, berhenti mencoba menjadi superhero yang menentang hal tersebut.

Di satu sisi, kita juga sangat bergantung dengan penilaian orang lain, kita takut jika dilabeli sebagai seorang yang cupu hanya karena tidak berani merudung atau berbagian dalam merudung seseorang. Toleransi kecil akan membuka pintu yang lebar kepada kebiasaan-kebiasaan yang buruk.

Dalam hal ini, tindakan perudungan yang sebenarnya kita yakini sebagai sesuatu yang perlu diberantas karena menyangkut perampasan hak asasi manusia tidak bisa kita lakukan. Namun, toleransi-toleransi dan kebiasaan-kebiasaan menonaktifkan saraf-saraf kemanusiaan kita. Jangan sampai, tindakan toleransi yang kita perbuat menjadi bumerang bagi diri kita sendiri. Mulailah dengan berhenti mengucapkan tidak dan berhenti bergantung dari anggapan orang lain. 

4. Rasa takut terhadap sesuatu yang konstan (tetap sama) lebih besar daripada rasa takut segala sesuatu akan berubah

Penjelasan mengenai hal keempat sangat baik jika dijelaskan dengan pengandaian. Jika diperhadapkan dengan pilihan melajang seumur hidup atau menikah, hal apakah yang akan kita pilih?

Berangkat dari ketakutan (dan kelogisan) tentu saja kita akan memilih menikah kecuali mempersembahkan hidupnya seutuhnya untuk melayani Tuhan. Meski kita tidak pernah tau tantangan apa yang akan kita hadapi ke depannya di dalam kehidupan pernikahan, meski kita memiliki ketakutan tersendiri mengenai pengelolaan waktu, pembagian kerja, kasih, parenting, dan hal-hal lainnya, rasa takut tersebut tidak lebih besar dari ketakutan melajang seumur hidup. Kita takut mendapat label buruk di masyarakat, kita takut jenuh dan akhirnya stress, kita takut tidak memiliki sandaran manakala kita sangat membutuhkannya. Rasa takut menjadi satu jembatan yang mengontribusikan faktor yang akhirnya mendorong kita mengubah situasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun