Mohon tunggu...
elvira fitri
elvira fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa semester menengah disalah satu kota di Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Financial

Krisis Talenta Digital : Tantangan Ketenagakerjaan Nasional dalam Era Globalisasi Digital

13 Juni 2025   14:51 Diperbarui: 13 Juni 2025   15:02 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb


Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang begitu cepat melalui revolusi digital telah menimbulkan optimisme kemajuan ekonomi. Namun, perkembangan teknologi tersebut juga memunculkan kekhawatiran akan semakin tingginya tingkat ketimpangan ekonomi karena sifat teknologi yang bias modal dan keterampilan. Selain itu, otomatisasi yang muncul akibat perkembangan teknologi dianggap akan menggerus permintaan atas tenaga kerja. Data yang ada menunjukkan bahwa pembangunan TIK di Indonesia masih relatif rendah dibanding negara-negara tetangganya. Pembangunan TIK antarwilayah juga masih sangat timpang. Pembangunan TIK lebih menguntungkan tenaga kerja terampil dan kelompok berpendapatan tinggi dibanding tenaga kerja kasar dan kelompok berpendapatan rendah. Saat ini, tenaga kerja dituntut untuk memiliki kompetensi digital yang mencakup literasi teknologi dan kemampuan analisis data
Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kerja di bidang digital. Berdasarkan laporan Indonesia Digital Talent Outlook 2023 yang diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Indonesia membutuhkan setidaknya 9 juta talenta digital hingga tahun 2030, atau sekitar 600.000 orang per tahun. Namun, jumlah talenta yang tersedia belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut karena adanya kesenjangan antara hasil pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang dinamis dalam sektor digital.
Laporan dari McKinsey & Company (2022) menegaskan bahwa hanya sekitar 20% lulusan pendidikan tinggi di Indonesia yang memiliki keterampilan digital dasar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena dunia industri, khususnya sektor teknologi, membutuhkan tenaga kerja yang menguasai keahlian digital tingkat lanjut, seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), big data analytics, pengembangan perangkat lunak, komputasi awan (cloud computing), dan keamanan siber. Tanpa intervensi yang tepat, Indonesia terancam mengalami stagnasi dalam pertumbuhan ekonomi digital.
Bank Dunia dalam laporan The Digital Economy for Indonesia (2021) turut menyoroti tantangan struktural yang menghambat pembangunan ekosistem digital di Indonesia. Laporan tersebut menyatakan bahwa tingkat literasi digital nasional masih tergolong rendah, terutama di daerah-daerah yang minim infrastruktur teknologi dan akses pendidikan berkualitas. Ketimpangan ini menjadi hambatan utama dalam menciptakan ekosistem digital yang inklusif, yang memungkinkan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat.
Data dari Katadata Insight Center (2023) menunjukkan bahwa ketimpangan dalam keterampilan digital tidak hanya terjadi di antara tenaga kerja, tetapi juga dalam lingkup institusi pendidikan dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Banyak pelaku UMKM belum memiliki kemampuan memadai untuk memanfaatkan platform digital secara optimal, sehingga berisiko tertinggal dalam persaingan pasar yang semakin digital. Selain itu, pelatihan digital bersertifikat masih sangat terbatas dan belum menjangkau seluruh wilayah Indonesia secara merata.
Laporan Statistik Ketenagakerjaan Indonesia 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa sektor informasi dan komunikasi menyumbang persentase tenaga kerja yang masih rendah dibanding sektor-sektor lainnya, meskipun menunjukkan tren pertumbuhan. Hal ini mengindikasikan bahwa minat dan kesiapan tenaga kerja untuk beralih ke sektor digital belum optimal.
Tranformasi digital berkembang pesat di Indonesia membawa dampak besar terhadap perubahan ketenagakerjaan nasional. Digitalisasi meciptakan peluang ekonomi baru serta memunculkan tantangan terkait ketersediaan dan kesiapan talenta digital yang mampu bersaing. Tantangan utama yang harus dihadapi secara nasional dalam krisis talenta digital ialah kesenjangan keterampilan digital. Kurang dari 50% tenaga kerja di Indonesia yang memiliki keterampilan dalam digital tingkat dasar dan menengah. Sementara yang memiliki keterampilan digital tingkat lanjut kurang dari 1% dari total tenaga kerja. Hal ini menimbulkan kebutuhan yang mendesak pada program upskilling agar tenaga kerja banyak yang kompetitif.
Selain itu, Otomatisasi dan penerapatan tekonologi AI menjadi faktor uatama adanya krisis talenta digital. Banyaknya sektor yang sudah menggunaka otomatisasi dan teknologi kecerdasarn buata (AI) mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia, terutama pada pekerjaan yang bersifat rutin. Hal ini lebih menutut kepada pekerja untuk beradaptasi dengan jenis pekerjaan baru yang lebih berbasis teknologi. Pekerja juga mendapatkan tuntutan berupa pengembanagan soft skill seperti kreativitas, pemikiran analitis, kepemimpinan, inovasi dan kemampuan beradaptasi. Hal ini menjadi pembeda utama karena hard skill telah digantikan oleh teknologi.  
Perkembangan teknologi digital merupakan salah satu inovasi terkini dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi tenaga kerja. Fenomena ini memiliki peran yang cukup signifikan dalam kemajuan masyarakat modern, tentunya akan membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas, khususnya dalam konteks tenaga kerja digital. Pemanfaatan teknologi digital diperlukan untuk memfasilitasi pembelajaran berkelanjutan yang memungkinkan tenaga kerja mampu beradaptasi dengan perkembangan terkini. Peningkatan keterampilan digital bagi tenaga kerja merupakan syarat mutlak dalam proses percepatan kompetensi sebagai talenta digital di era Revolusi Industri 4.0.
Perkembangan ini membawa peluang besa bagi pertumbuhan ekonomi dan menimbulkan tantangan serius dalam ketimpangan ekonomi dan kesiapan tenaga kerja. Indonesia menghadapi kesenjangan infrastruktur digital, rendahnya literasi digital serta kekurangan talenta digital berketerampilan tinggi. Hal ini berdampak pada lambatnya transfoormaso ekonomi berbasis teknologi sedangkan otomatisasi dan adopsi kecerdasaran buatan semaki menekan kebutuhan terhadap pekerjaaan. Permintaan tenaga kerja di lapangan terhadap tenaga kerja dengan keahlian digital tingkat lanjyt terus meningkat. Sayangnya, Indonesia hanya memiiki kurang dari 1% tenaga kerja Indonesia memiliki kehalian tingkat lanjut. Untuk menghindari stratgei ekonomi digital dan memperkuat daya syaang, Indoensia harus mempecepat investasi  dalam pendidikan digital, melakukan perataan pelatihan bersertifikat, dan mendorong kolaborasi antara pemerindah, industry dan institsui pendidikan dengan tujuan membangun ekosistem digital yang berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun