Mohon tunggu...
Nur ElvianiDewi
Nur ElvianiDewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Sultan Syarif Kasim

Your Heart Knows the way. Run in that Direction.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Imbas Keputusan Childfree terhadap Keberlangsungan Hidup

11 Juni 2023   20:24 Diperbarui: 11 Juni 2023   20:35 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengulik Istilah Childfree

Diambil dari gabungan dua kata bahasa Inggris yaitu Child yang memiliki arti anak dan free yang berarti bebas. Maka secara literal Childfree memiliki makna terbebas dari anak. Childfree sering dikaitkan dengan Childless karena dianggap memiliki makna yang sama.

Dalam Cambridge Dictionary : used to refer to people who choose not to have children, or a place or situation without children. Bahwa Childfree dan Childless mempunyai makna having no children, yang mana apabila diartikan adalah tidak memilki anak. Namun, dalam jurnal Trends Social Life in Motion yang berjudul “Childless …… or Childfree” oleh Amy Blackstone bahwa Childfree dan Childless memilki arti yang berbeda. Childfree merupakan keputusan dari pasangan suami istri yang memang memilih hidup tanpa anak dalam rumah tangganya meski dengan cara adopsi sekalipun, sedangkan Childless lebih mengarah kepada pasangan suami istri yang ingin memiliki anak namun belum diberi kesempatan untuk memiliki anak, biasanya dalam kasus ini merujuk ke suatu penyakit atau musibah seperti Mandul (Infertilitas) dan Keguguran.

Istilah Childfree tentunya lebih familiar dan banyak dikenal dari kalangan feminis. Siti Muslikhati dalam bukunya yang berjudul “Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam” yang isinya menjelaskan bahwa feminisme merupakan suatu wujud gerakan yang memilki tujuan untuk menyetarakan gender. Artinya, pria dan wanita memiliki peran yang sama. Dalam pandangan ini kaum feminis menganggap hamil dan melahirkan bukanlah suatu kewajiban atau koadrat dari seorang perempuan, mereka berhak memilih untuk tidak melakukan hamil dan melahirkan.

Keputusan untuk memilih Childfree oleh beberapa pasangan dianggap sangat personal karena menyangkut rumah tangga mereka secara pribadi. Meskipun begitu, keputusan ini dianggap egois dan dinilai tabu di Indonesia yang tentu menyebabkan pro dan kontra apalagi jika dilihat langsung dengan pandangan islam terkait keputusan untuk hidup Childfree.

Childfree Menurut Pandangan Agama Islam

Secara eksplisit hukum memilih hidup Childfree di dalam Islam bukanlah suatu yang haram dilakukan, karena memang tidak ada ayat Al-Qur’an dan Hadis yang mewajibkan pasangan suami istri untuk memiliki anak.

Dalam tausiyah yang dilakukan oleh Ustaz Adi Hidayat mengenai Childfree di dalam Youtube Official milik beliau, beliau menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an memang tidak secara gambalang dikatakan bahwa memiliki anak adalah sebuah kewajiban, karena itu dapat memberatkan pasangan yang sudah berusaha mendapatkan keturunan namun terkendala dari keadaan yang tidak memungkinkan mereka memiliki anak seperti pasangan yang memiliki riwayat mandul (infertilitas).

Keputusan untuk hidup Childfree ini merupakan keputusan besar dalam berumah tangga, dalam membuat keputusan ini pasangan suami istri tentu memiliki pertimbangan dan persiapan yang matang untuk membuat keputusan besar tersebut, dalam riset yang dilakukan oleh quora, jawaban teratas dengan jumlah 1023 suara mengatakan bahwa “siapa coba yang mau bangun setiapnsatu jam hanyauntuk mengurus popok bayi?”, tidak hanya itu saja beberapa dari mereka memutuskan untuk hidup Childfree karena berpendapat hubungan mereka dalam rumah tangga akan rusak karena adanya anak sebagai penghalang kebahagiaan dalam hubungan mereka, dan takut akan membuat rezeki berkurang karena kebutuhan bayi yang saat ini sangat mahal.

Anak bukanlah sebuah penghalang kebahagian orang tuanya melainkan sumber penyenang hati dalam hubungan. Ustaz Adi Hidayat mengatakan bahwa alasan yang dikeluarkan masyarakat sekarang mengenai Childfree terkesan mengada-ada. Apalagi menanggapi pendapat Gita Savitri yang terkesan membuat anak sebagai beban dan mengatakan bahwa memiliki anak membuat wajah cepat tua. Keputusan seperti ini nyatanya bukanlah hal baru apabila melihat kebelakang pada zaman jahiliyah yang mana pada masa itu mereka memilih membunuh anak mereka karena takut jatuh kedalam kemiskinan. Lantas apa bedanya masyarakat sekarang yang memilih Childfree karena takut membuat rezeki mereka berkurang dengan masyarakat jahiliyah yang takut jatuh kedalam kemiskinan.

Dampak Maraknya Hidup Childfree

Tentunya, keputusan pasangan memilih hidup Childfree memiliki dampak, baik dampak positif dan negatif. Pertama, dampak positif. Dampak positif terbagi ke dalam dua lingkup, yakni lingkup pribadi dan lingkup publik. Dampak positif Childfree dari lingkup pribadi adalah bebas secara finansial, memiliki banyak waktu berdua dengan pasangan, terhindar dari trauma yang didapat semasa anak-anak. Sedangkan, secara lingkup publik dampak positifnya dalam kadar normal dapat mengatur jumlah populasi di dunia seperti di India dan taiwan yang melebih kapasitas penduduk dengan adanya keputusan Childfree di negara tersebut tentunya membantu mengurangi populasi penduduknya yang semakin membludak. Dengan ledakan populasi tersebut tentunya kembali berimbas kepada permasalahan penduduk seperti kelaparan, kurangnya lapangan pekerjaan, krisis pembangunan dan lingkungan. Melakukan tindakan untuk hidup Childfree dinilai cocok untuk negara dengan populasi terbanyak khususnya India.

Kedua, dampak negatif. Dampak negatif dalam memutuskan untuk hidup Childfree adalah antara lain mengakibatkan kepunahan manusia seperti contoh negara Jepang yang mengalami angka kelahiran yang rendah yang mana dalam hal ini tentu saja berimbas ke sumber daya manusia di Jepang yang kurang memadai, banyak masyarakat jepang memutuskan untuk tidak memiliki anak, bahkan dari Sebagian meraka pun tidak berniat untuk menikah karena tidak memiliki cukup waktu untuk bersosialisasi.

Dampak negatif selanjutnya adalah mendapat stigma negatif dari masyarakat karena negara asia sendiri masih menganggap Childfree  adalah keputusan yang tabu, banyak yang masih beranggapan bahwa kesempurnaan dalam rumah tangga  itu memiliki anak, karena stereotipe seperti itu membuat tekanan pada pasangan yang memutuskan hidup Childfree.

Melihat fenomena Childfree dan alasan-alasan kuat dari penganut paham ini, tidak layak rasanya untuk kita mengeluarkan ujuran kebencian bagi mereka yang memutuskan untuk Childfree karena itu merupakan masalah pribadi masing-masing pasangan.  Banyak masyarakat Indonesia berdalih dengan kalimat “Jangan ditunda punya anaknya, nanti rezeki bisa datang kapan saja karena anak adalah sumber rezeki”. Menurut pendapat saya kalimat seperti itu sangat salah dan sungguh disayangkan karena akibatnya banyak dari mereka akhirnya menelantarkan anak di jalanan, jika dilihat dari data yang dipublikasikan oleh Kementerian Sosial bahwa jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai 135.589 ribu jiwa.

Sebelum memiliki anak, ada baiknya pasangan suami istri melakukan konseling pernikahan terlebih dahulu agar memiliki persiapan yang matang dalam berrumah tangga baik itu dari permasalahan ekonomi dan permasalahan mental  sehingga keputusan untuk hidup Childfree dan memiliki anak terkondisi dengan bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun