Program literasi yang dijalankannya kini telah menjangkau beberapa sekolah di wilayah Kalimantan Timur. Banyak guru dan pelajar yang kemudian terinspirasi untuk mengembangkan kegiatan serupa. Bahkan, beberapa karya anak-anak binaannya telah dipamerkan dalam acara kebudayaan daerah dan diterbitkan dalam bentuk antologi cerita pendek.
Lebih dari sekadar kegiatan membaca dan menulis, gerakan ini telah menjadi wadah untuk membangun karakter, memperkuat rasa cinta tanah air, dan menghidupkan kembali budaya lokal yang mulai tergerus oleh zaman.
Penghargaan SATU Indonesia Awards: Pengakuan atas Dedikasi
Penghargaan SATU Indonesia Awards 2023 menjadi bentuk apresiasi terhadap kerja keras Rahmad dalam memperluas akses pendidikan berbasis literasi dan budaya. Ajang ini setiap tahunnya memberikan penghargaan kepada anak muda Indonesia yang berkontribusi nyata dalam bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, teknologi, dan kewirausahaan.
Dalam sambutannya, Rahmad menyampaikan bahwa penghargaan ini bukan semata-mata miliknya, melainkan untuk seluruh anggota komunitas dan anak-anak yang terus berjuang menjaga semangat belajar. Ia berharap, apresiasi tersebut menjadi bahan bakar baru untuk memperluas jangkauan kegiatan literasi hingga ke pelosok Kalimantan.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Perjalanan Rahmad tentu tidak mudah. Minimnya fasilitas baca, keterbatasan dana, dan rendahnya minat literasi di daerah menjadi hambatan yang harus dihadapi setiap hari. Namun, semangatnya tak pernah surut. Ia terus berinovasi, berkolaborasi dengan pemerintah daerah, sekolah, dan lembaga budaya untuk menghadirkan ruang kreatif yang bisa diakses semua kalangan.
Ke depan, Rahmad bercita-cita membangun Rumah Literasi Budaya, sebuah pusat kegiatan yang menggabungkan perpustakaan, ruang seni, dan pelatihan menulis. Tempat ini diharapkan menjadi sarana pengembangan diri bagi anak muda di Kalimantan Timur agar semakin mencintai budaya sekaligus meningkatkan kemampuan literasi mereka.
Menyalakan Semangat Generasi
Kisah Rahmad Azazi Rhomantoro mengajarkan kita bahwa membangun literasi bukan sekadar mencetak pembaca, tetapi membentuk manusia yang berpikir kritis, berempati, dan menghargai akar budayanya. Di tangannya, seni dan budaya bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi jembatan menuju masa depan pendidikan yang lebih berkarakter.