Mereka terbiasa soal esai, tapi gagal menjawab soal hidup yang tak ada pilihan ganda. Mereka terbiasa diberi rubrik penilaian, tapi dunia nyata tidak pernah memberi kunci jawaban.
Ini bukan salah mereka. Tapi karena kita tak pernah mengajarkan bagaimana menghadapi hidup yang tak bisa dijawab dengan rumus.
Pendidikan Seharusnya Membentuk Jiwa, Bukan Sekadar Mengisi Otak
Sekolah dan universitas seharusnya bukan sekadar tempat mencetak angka dalam ijazah. Mereka seharusnya menjadi tanah subur tempat jiwa bertumbuh.Â
Tempat keberanian, kejujuran, empati, dan ketangguhan dibentuk dalam latihan-latihan kecil sehari-hari.
Apa gunanya tahu semua teori kepemimpinan, tapi gagal memimpin diri sendiri?
Apa gunanya bisa menjelaskan filsafat eksistensialisme, tapi tak sanggup berdamai dengan kegelisahan batin?
Saatnya Kita Mencetak Generasi Cerdas yang Bernyawa
Cerdas bukan hanya soal angka dan argumen. Tapi juga soal hati yang hidup, tindakan yang jujur, dan keberanian yang tulus.Â
Kita butuh anak-anak muda yang tangguh dalam luka, berani menghadapi ketidakpastian, dan mampu mencintai tanpa kehilangan jati diri. Karena hidup tidak memberi kita kisi-kisi.Â
Hidup kadang memberi kita pertanyaan yang tidak punya jawaban, hanya perlu dijalani. Dan di situlah kita diuji, bukan sebagai siswa, tapi sebagai manusia.
Di sekolah, kita belajar rumus. Tapi di kehidupan, kita belajar makna.Ijazah bisa membuatmu diterima kerja.Â
Tapi kebijaksanaanlah yang membuatmu diterima oleh kehidupan. Sudah saatnya pendidikan kita tidak hanya mencetak manusia yang cerdas di atas kertas, tapi juga cerdas dalam mencintai, memaafkan, memilih, bertumbuh, dan melanjutkan hidup.