Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Birdman or The Unexpected Virtue of Ignorance dari Balik Loyang Roti

31 Oktober 2020   14:44 Diperbarui: 31 Oktober 2020   14:54 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: amazon.com

Ya betapa banyak orang mengkritik karena tidak suka, bukan karena hal tersebut tidak bagus. Betapa banyak orang menolak, karena merasa berseberangan dan menganggap orang lain tidak mampu, egois, dan lain sebagainya padahal belum melihat pekerjaannya. 

Berapa banyak orang menolak hal yang hanya berdasarkan pengamatan dari jauh dan kecurigaan bahwa pesohor, orang lain, tidak menguasai substansi, tidak cerdas seperti yang diharapkan. Bahwa teater hanya untuk seniman teater dan artis hanya orang beken yang kemampuannya di bawah rata-rata tapi tertolong oleh dongkrak sosmed mereka.

Mungkin banyak orang memiliki prestasi hasil dongkrak-an sosmed mereka, tapi tidak semua. Setidaknya Riggan menggambarkan bahwa dia adalah salah satu pesohor yang berjuang dan bernas. Riggan yang tidak punya facebook, IG ataupun twitter. Riggan yang oleh Sam anaknya, dianggap tidak ada karena  Riggan  tidak punya akun sosmed sama sekali. Riggan bahkan membenci penulis blog, twitter dsb, haha.  

Film ini berakhir happy ending yang keren dan tidak lebay. Ditutup dengan pertunjukan teater yang sukses meski ada sedikit kecelakaan Riggan menggunakan Pistol asli pada pertunjukkannya. Hal yang tidak diharapkan sebelumnya, Dickinson sang kritikus akhirnya menonton pertunjukan tersebut dan membuat ulasan bagus yang tidak terduga. Ulasan keren berjudul The Unexpected Virtue of Ignorance" tentang pertunjukkan Rigan pada Kolom "Artis This Weekend".

"Thomson (Riggan Thomson) tanpa sadar melahirkan suatu bentuk seni baru surealisme super..." tulis Dickinson dalam ulasannya. Ya, walau scenenya tidak banyak, pemeran Tabitha Dickinson, Linsay Duncan apik juga.

Begitulah film sederhana tapi menggedor jiwa dan bernas ini. Salut buat Sutradara  film ini, Alejandro Gonzales Inarritu, telah membuat film apik bagi saya.

Film ini membuat saya bisa mengisi waktu menunggu dengan berkesan dan senyum kepuasan di sudut  jiwa saya. Tepat ketika saya menunggu 6 (enam) jam proses autolysis adonan roti saya. Proses saat protein glutenin di  terigu membentuk gluten.  

Dari balik wadah plastik saya mengadon adonan roti itu  kemarin, pikiran tentang film ini mengendap di kepala saya. Lalu usai ketika bau roti dari oven menyeruak, dan roti sobek saya jadi.

Sumber Foto: Dokpri
Sumber Foto: Dokpri
Selamat menonton bagi yang belum. Maafkan ulasan ini penuh bocoran. Salam Kompasiana. Salam Kompal selalu.

Tulisan ini sudah terbit di blog Pribadi saya tadi DISINI

Sumber Foto : Dok.Kompal
Sumber Foto : Dok.Kompal
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun