Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari "Parasite", Kesenjangan Hidup yang Tak Seindah Drakor dan 5 Solusinya

13 Februari 2020   13:19 Diperbarui: 13 Februari 2020   14:00 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: indonews.com

Sudah nonton film "Parasite" kan. Saya sudah. Bagi saya, tak sekadar tentang kesenjangan semata. Lebih dalam dari hal tersebut. Parasite memperlihatkan betapa kuat sistem yang mengkotak-kotakan manusia sehingga kaum miskin harus menistakan dirinya dengan kebohongan dan menjadi parasite di sebuah keluarga kaya supaya hidupnya tertolong. 

Beberapa adegan di film itu masih melekat kuat di ingatan saya. Saya masih ingat ketika tokoh suami kaya itu, berkata bahwa dia membutuhkan orang (orang miskin) yang bekerja padanya adalah orang yang tidak melampau batas. Boleh dekat tapi tahu batas.

Dan betapa menjengkelkan baginya ketika batas itu dilanggar oleh sopir barunya Kim Taek (diperankan dengan apik oleh Song kang Ho) dengan mengirimkan bau apek dan pengap dari lingkungan kumuh (Banjiha) dimana dia berasal ke penciuman majikan kaya itu. 

Saya masih ingat ketika sepasang suami istri kaya itu sambil melakukan hubungan intim mereka di ruang tamu membicarakan batas yang terlanggar oleh bau apek dan pengap seperti lobak busuk dari pekerja dan asisten mereka itu dan didengarkan oleh para pekerja yaitu keluarga Kim Taek  keluarga parasite tadi (sopir, guru privat anak-anak mereka) yang sedang bersembunyi di kolong sofa tempat mereka melakukan aksi intimnya. 

Saya masih ingat ketika tokoh suami kaya itu tak sanggup untuk menolong mencabut belati di dada tunawisma yang selama bertahun-tahun menetap di basement rumahnya (tanpa sepengetahuannya) karena bau tunawisma itu begitu pengap dan apek baginya. Hal yang membuat Kim Taek sopirnya  marah, tersulut emosi dan membuatnya panik hingga kalap dan tragis menghunuskan belatinya ke majikan kaya itu. Uh betapa mengakar kuat film itu di benak saya, wew.     

Korea Selatan menurut ekonom kita Faisal Basri adalah contoh negara yang berhasil mengatasi kesenjangan selain Jepang dimana kondisi ekonominya lebih baik dari Indonesia. Ternyata Korea Selatan yang Drakor (drama Korea)nya serba indah dan digemari itu masih memiliki permasalahan sosial akibat kemiskinan dan kesenjangan.

Menurut PBB pada Tahun 2018 Korea Selatan menempati urutan ke 11 negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Tetapi permasalahan perumahan bagi warga miskin masih menjadi masalah yang belum tuntas disana. Terlihat bagaimana situasi pemukiman kumuh Banjiha di Film Parasite.

Apalagi negara kita. Indonesia sebagaimana kita tahu masih memiliki angka kemiskinan sebesar 9,22 persen pada September 2019. Sementara kesenjangan pendapatan digambarkan oleh indikator Gini Ratio sebesar 0,382 menurun sedikit dibanding Tahun 2018 sebesar 0,389.

Masih banyak hal yang harus kita lakukan dalam rangka perbaikan sosial ekonomi kita. Terkait kesenjangan, penjabarannya cukup luas sesungguhnya. Kesenjangan itu banyak jenisnya. Ada Kesenjangan antarindividu, kesenjangan teritorial, kesenjangan antargender, kesenjangan pendapatan finansial dan kesenjangan digital

Kesenjangan erat hubungannya dengan masalah keadilan, keterbukaan informasi serta pemerataan kesempatan dan akses seseorang mengaktualisasi potensi terbaik dirinya. Begitupula pada kesenjangan pendapatan finansial yang berdampak pada kesenjangan sosial.

Ketika orang miskin terbatas aksesnya untuk mendapat kesehatan dan pendidikan yang layak, terbatas aksesnya untuk mendapat bantuan modal dari perbankan, terbatas aksesnya untuk memasarkan produknya dengan harga layak, semua itu semakin memperburuk situasi. Semakin memperdalam jurang antara si kaya dan si miskin, jurang antara kelas elit dan kelas pailit.

Gini Ratio atau Koefisien Gini serta Indeks Wiliamson adalah indikator untuk melihat kesenjangan. Jika angka Gini Ratio digunakan untuk melihat gambaran ketimpangan dan kesenjangan pendapatan masyarakat, maka kita tahu semakin kecil angkanya akan semakin baik atau dengan kalimat lain semakin kecil angka gini ratio berarti semakin tidak kecil gap antara si kaya dan si miskin.

Apa benar begitu? tak selamanya begitu. Tahun ini Gini Ratio Indonesia yang sebesar 0,382. Sebab angka Nasional adalah angka akumulasi 34 Provinsi di Indonesia, maka banyak wilayah di Indonesia angka gini rationya lebih tinggi dan ada pula yang lebih rendah dari nasional. Sedangkan Indeks Williamson untuk melihat ketimpangan pembangunan antar wilayah (pprovinsi, kabupaten/kota dsb). 

Ketika angka Gini Ratio suatu wilayah di Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan nasional, jangan buru-buru diartikan wilayah tersebut tingkat kesenjangannya lebih baik dibandingkan nasional. Bisa jadi angka rendah gini ratio itu diisebabkan tingginya angka kemiskinan (kemiskinannya yang merata). Mungkin harus dianalisa lebih dalam lagi Indeks Willimsonnya.

5 (lima) Solusi Mengatasi Kesenjangan ekonomi:

Apakah kesejangan itu bisa dilawan? Jawabannya bisa asal kita mau melawan dan semua pihak bersatupadu melawannya. Tidak akan bisa kelompok miskin melawan kesenjangan jika dibiarkan mereka berjuang sendiri. 

Hasil pengamatan saya dan menganalisa beberapa pendapat pakar,  secara umum, setidaknya ada 5 (lima) cara  mengatasi kesenjangan ekonomi:

  1. Sistem politik yang berpihak pada kaum miskin. Hal yang paling pertama adalah ini. Untungnya pemerintahan kita berpihak ke rakyat miskin. Semua program pembangunan mengarah pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Tinggal bagaimana menyempurnakan strategi dan program baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun stakeholder lain agar betul-betul berpihak kepada orang miskin. Kebijakan pembangunan harus dibuat untuk menolong dan membantu mensejahterakan masyarakat miskin.
  2. Mengejar Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas. Bappenas, dulu,  lebih menggunakan istilah Pertumbuhan Ekonomi inklusif. Pertumbuhan ekonomi berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang menetes kepada rakyat kecil dan dirasakan manfaatnya oleh kaum miskin. Beberapa wilayah di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tetapi angka kemiskinannya masih tinggi adalah gambaran bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut tidak menetes ke rakyat kecil, lebih kepada pengusaha dan pemilik modal. Pertumbuhan ekonomi seperti itu dikatakan tidak berkualitas. Tujuan akhir pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan menempatkan manusia sebagai subjek pembangunan. Ada banyak strategi menuju pertumbuhan ekonomi berkualitas antara lain hilirisasi pada sektor pertanian yang adalah sektor paling banyak menjadi pilihan terpaksa oleh 40 persen penduduk dengan pendapatan terendah. Hilirisasi yang harus dilakukan secara keroyokan dan integratif oleh banyak sektor, seperti infrastuktur perdesaan yang menunjang petani menjual hasil taninya, pendampingan petani dengan mudah. Pendampingan petani mengolah hasil taninya menjadi produk yang memiliki nilai tambah (added value) yang meliputi pendampingan teknis produksi hingga pendampingan pemasaran, kemitraan. Kita tahu rantai pemasaran yang panjang dan sebagian besar oligopsoni menyulitkan petani untuk mendapat harga jual yang layak.  Memberantas praktik rente (tengkulak). Rente dan tengkulak itu racunnya kaum miskin tetapi mengakar kuat di hidup mereka. ketika orang miskin butuh dana untuk melanjutkan hidup atau modal untuk berusaha sementara pihak perbankan dan koperasi memiliki persyaratan yang rumit maka rente dan tengkulak adalah penolong mereka. Sebagai contoh tengkulak yang bermain di pemasaran Bokar yang saya tulis DISINI. Semoga dana desa dengan BumDes itu bisa menjadi jalan tengah bagi pemberatasan rente di tingkat petani miskin. Beberapa tahun lalu Indonesia memunculkan kegiatan prioritas Ekonomi kreatif. Apapun namanya asal sasarannya tepat, kegiatan ekonomi kreatif sesuai dengan potensi dan kebutuhan penduduk miskin wikayah tersebut.
  3. Memperkuat kesetaraan dan pemerataan akses kesempatan. Ini paling penting. Pemerataan akses adalah kunci. Ketika orang miskin tidak bisa mendapat pendidikan yang layak, kesehatan yang layak bagaimana mereka bisa berkompetisi meraih perbaikan standar kehidupan. Jika orang miskin terbatas aksesnya mendapat bantuan permodalan bagaimana mereka bisa memperbaiki taraf ekonomi kehidupannya. Jika aksses pemerataan tidak dirasakan kaum miskin, wajar kesenjangan itu tetap tinggi.  
  4. Perbaikan Investasi pada Perlindungan sosial. Ini sudah dilakukan sejak lama sekali. Tak kurang-kurang banyaknya program perlindungan sosial. Ada Program Keluarga Harapan (PKH), dulu ada Bantuan Langsung Tunai, dan lain sebagainya. Hanya, ya harus dilakukan banyak perbaikan demi hasil yang lebih baik. Termasuk sasaran PKH ya harus orang miskin yang menyasar ke data PPLS. Adalah aneh kalau Kementrian Sosial yang bertanggung Jawab terhadap pendataan kemiskinan termasuk mengadvokasi dan mendampingi daerah untuk pemutakhiran data masih saja salah sasaran. 
  5. Melaksanakan kebijakan fiskal redistibutif. Jika orang kaya banyak yang tidak mau membayar pajak, maka harus dilakukan penegakan regulasi dan pemaksaan karena pajak digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Penertiban pemungutan pajak harus dilakukan. Petugas pajak harus bersih dan berintegritas. Mudah dikatakan, faktanya kita taulah tapi  ya harus dilakukan perbaikan.  

Bisa jadi akar permasalahan kesenjangan pendapatan masyarakat antar daerah di Indonesia tidak sama, tetapi secara umum saya kira tidak berbeda jauh. Tinggal dilakukan analisa dan pendalaman terhadap akar masalah kemiskinan  dan kesenjangan masing-masing berdasarkan karakteristik wilayah dan dilakukan program untuk menanganinya sesuai kebutuhan. 

Salam Kompasiana. Salam Kompal selalu. Salam dari Film Parasite.

Sumber:

Mengikis Kesenjangan, Indonensia harus belajar dari 2 negara ini

Sumber : Dok.Kompal
Sumber : Dok.Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun