Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Percuma Euforia Tahun Baru Hijriah Kalau Masih Jadi Genk Siberat

5 September 2019   13:00 Diperbarui: 5 September 2019   15:25 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: assajidin.com

Wow sabar, Genk Siberat di sini bagi saya lebih kepada kelompok yang suka membuat gaduh, onar dan sering merasa paling benar sendiri. Tulisan ini bisa jadi bahan saya atau siapa saja untuk introspeksi diri, kalau mau. 

Kita mulai saja. Setiap kali masuk ke momen Tahun Baru Hijriah (Tahun Baru Islam) maka HP jadul saya dipastikan hampir sakau menerima aneka kiriman pesan WA baik yang langsung maupun berupa Forward pesan. Semua tentang Tahun Baru Hijriah. Mulai dari aneka amalan doa, aneka kata-kata mutiara sampai kajian introspeksi diri agar menjadi insan yang lebih hijrah, lebih mulia ahlaknya pada masa mendatang.

Tentu saya senang mendapat kiriman seperti itu. Penuh manfaat dan menjadi pengingat diri. Tetapi, menjadi sekadar spam dan kehilangan makna bahkan agak menganggu (kasus di HP saya) ketika fenomena tersebut terlalu banyak  dan memenuhi memori hp saya yang jadul itu, he. 

Bagaimana tidak, saling forward itu hanya dalam hitungan detik.  Pesan tak sekadar pesan tapi dengan kalimat penutup, agar dikirimkan ke semua kontakmu, katanya. Bahkan dulu ada yang dengan sedikit ancaman, kalau tidak diforward ke sekian puluh kontak akan mendapat kejadian buruk dan kalau diforward akan mendapat ganjaran pahala. 

Mereka yang gemar mengirim pesan WA tentang Tahun Baru hijriah itu ya kebanyakan, meski tidak semua, adalah mereka yang suka menshare aneka berita hoax, mereka yang sibut debat menang-menangan soal Pilpres bahkan setelah Pilpres lewat semua masalah sosial menjadi bahan debat masih dengan sentimen terkait 01 dan 02 (bukan main), mereka yang suka mendeskritkan orang yang tidak sependapat dengannya atau kelompoknya. 

Hm, ya euforia seperti itu. Kita sekadar sibuk di tataran kulit tapi lemah di pelaksanaan. Kita sibuk di euforia penyambutan Tahun Baru Hijriah tapi faktanya mungkin kita tidak berubah. Kita tetap jadi Genk Siberat yang menghabiskan waktunya debat dan diskusi soal 01 dan 02 di WAG padahal Pilpres sudah lewat. Kita tetap sibuk menshare aneka link berita  yang belum jelas kevalidannya pokoknya asal menguntungkan kelompok. Kita tetap jadi genk pembully ketika ada orang lain  yang tidak sependapat dengan kita.  Tahun Baru Hijriah yang sejatinya adalah ajang untuk berubah, hijrah menjadi pribadi yang semakin baik, yang ditandai dengan ahlak yang semakin baik, semakin santun, semakin sabar, semakin toleran, telah menjadi kehilangan makna.  

Ada 3 alasan yang bagi saya Tahun Baru hijriah kehilangan makna,

  1. Pertama, sekadar sibuk euforia perayaan doang. Entah paham atau tidak makna hijrah sebagaimana kisah Rasulullah pokoknya harus ikut merayakan . Entah sekadar sibuk memposting ucapan selamat Tahun Baru hijriah. Hari pergantian tahun menjadi hari saling mengucapkan. Hal yang mebuat HP jadul saya nyaris error dan sakau seperti yang saya sebut di atas.
  2. Kita Tidak benar-benar hijrah. Tidak ada yang berubah dari diri kita setelah pergantian Tahun Baru Hijriah. Prilaku masih seperti yang lama. Kita  tetap menjadi pribadi yang suka membuat gaduh, gemar menshare berita hoax, suka menghabiskan waktu debat bak politikus ulung padahal kewajiban kita sebagai anggota masyarakat, sebagai kepala atau anggota keluarga, bahkan sebagai manusia banyak yang tidak dijalankan. Kita tetap sibuk membully orang lain yang tidak sependapat dengan kita.  
  3. Akibatnya Bangsa ini yang didominasi Umat Islam juga tidak banyak berubah. Padahal dengan kita sebagai mayoritas umat di Indonesia, maka setiap kali pergantian tahun baru hijriah seyogyanya menjadi ajang untuk memperkuat Umat. Hal yang menyumbang perbaikan positif Bangsa ini. Seharusnya setiap pergantian Tahun Baru Hijriah kita umat Islam yang menjadi jumlah terbesar Bangsa Indonesia menjadi semakin baik.  Dengan demikian bangsa kita pun akan semakin kokoh.  Sebagaimana spirit hijrah Rasulullah yang  hijrah dari Kota Mekkah ke Kota Madinah pada Tahun 622 Masehi membawa kaum Muhajirin dari kota Mekkah menuju Kota Madinah dengan Kaum Ansharnya. 

Sejatinya momen Tahun Baru Hijriah  kita meniru prilaku dan ahlak Rasulullah. Rasulullah, Muhammad shalallahu alaihi wassalam mencontohkan makna hijrah yang sesungguhnya. Beliau hijrah dari Kota Makkah yang masyarakatnya sulit diubah (buruk ketika itu) menuju ke Kota Madinah yang masyarakatnya baik hingga hijrah dimaknai sebagai perubahan dari kondisi buruk menjadi kondisi baik.   

Jadi kalau setiap pergantian Tahun Baru Hijriah tidak ada yang berubah dari diri kita, apa gunanya euforia perayaan Tahun Baru hijriah itu? Kalau setiap tahun kita tetap menjadi pribadi yang suka membuat gaduh, gemar menshare berita hoax, suka menghabiskan waktu debat bak politikus ulung padahal kewajiban kita sebagai anggota masyarakat, sebagai kepala atau anggota keluarga, bahkan sebagai manusia banyak yang tidak dijalankan, kita sibuk membully orang lain yang tidak sependapat dengan kita, maka artinya kita belum hijrah. Kita masih jadi anggota Genk Siberat.

Sebagaimana yang diingatkan admin Kompasiana melalui rubrik pilihan ini, bahwa makna Tahun Baru hijriah terkait 3 hijrah, menjadi  individu yang ahlaknya semakin baik, pemaaf dan toleran. Jika kita belum menjalankan hal tersebut, ya kita belum hijrah dong. Kita masih sekadar sibuk di euforia perayaan doang. Percuma kan euforia perayaan Tahun Baru hijriah kalau kita masih jadi Genk Siberat. 

Begitulah. Semoga kita belajar menjadi insan yang terus hijrah menjadi insan yang memperbaiki diri sehingga bangsa ini semakin kokoh dan mendorong tercapainya masyarakat madani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun