Mohon tunggu...
Elly Wati Simatupang
Elly Wati Simatupang Mohon Tunggu... Jurnalis

Sosial, gaya hidup, inovasi, pendidikan, hukum, religi, nasjon

Selanjutnya

Tutup

Seni

Menghidupkan Sejarah yang Terlupakan: Regina Art Perkenalkan Siti Walidah ke Generasi Baru

1 Juni 2025   20:44 Diperbarui: 1 Juni 2025   20:50 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Aktris Tika Bravani memerankan Siti Walidah dalam monolog "Aku yang Tak Kehilangan Suara" di Galeri Indonesia Kaya. 

Aulia Fazardzada, mahasiswi asal Bandung, mengaku ini adalah pengalaman teater pertamanya. "Awalnya saya pikir ini bakal membosankan. Tapi ternyata sangat menyentuh. Saya pulang bukan cuma tahu siapa Siti Walidah, tapi merasa saya juga harus bersuara di ruang saya sendiri," katanya sambil menyeka air mata.

Beberapa penonton bahkan langsung membuka ponsel usai pertunjukan, bukan untuk mencari hiburan lain, tapi untuk menelusuri siapa itu Aisyiyah, apa peran perempuan dalam sejarah Islam, dan mengapa selama ini mereka tak mengenalnya.

Pertunjukan ini menjadi semacam titik temu: ketika ruang seni dihidupkan oleh kesadaran generasi baru, yang haus akan makna dan narasi alternatif.

Seni sebagai Pendidikan Alternatif

Ditulis oleh Dian Eka Wati berdasarkan riset mendalam arsip Muhammadiyah, naskah "Aku yang Tak Kehilangan Suara" menempatkan Siti Walidah bukan sebagai pelengkap KH Ahmad Dahlan, tapi sebagai tokoh pembaru yang berdiri dengan keyakinannya sendiri. Ia menggugat ketimpangan, memberdayakan perempuan, dan merintis pendidikan Islam modern bagi perempuan.

Bagi Regina Art, karya ini bukan sekadar pertunjukan, melainkan bentuk pendidikan alternatif yang melibatkan emosi, tubuh, dan ingatan kolektif. "Kami percaya seni adalah cara paling manusiawi untuk menyampaikan gagasan besar. Lewat satu jam di teater, orang bisa berubah cara pandangnya," tutur Joane.Ruang Sunyi di Tengah Hiruk Pikuk Digital

Ketika mayoritas perhatian publik direbut oleh media sosial dan konten viral, Regina Art memilih berjalan melawan arus. Mereka membuktikan bahwa justru dalam ruang yang sunyi, refleksi dan kesadaran bisa tumbuh. Bukan dengan memaksa, tapi dengan menghadirkan pengalaman estetika yang otentik.

Dan generasi muda, yang kerap dituduh dangkal atau tergesa-gesa, ternyata punya daya serap yang tinggi terhadap narasi seperti ini asal disampaikan dengan jujur dan kuat.

Dengan pertunjukan ini, Regina Art bukan hanya menghidupkan tokoh sejarah. Mereka juga membangunkan kesadaran kolektif generasi baru bahwa suara perempuan tak lagi bisa diabaikan, dan teater bisa menjadi senjata yang tajam dalam membelah ketimpangan narasi.

Siti Walidah tidak kehilangan suara. Ia hanya menunggu ada yang cukup berani dan peka untuk mendengarnya kembali.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun