Mohon tunggu...
Ella Zulaeha
Ella Zulaeha Mohon Tunggu... Self Employed -

Jadikan sabar dan sholat senagai penolongmu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Duh... Nilai Raportmu, Nak!

22 Juni 2013   15:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:35 2048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap orang tua tentunya mempunyai pengharapan besar, buah hatinya bisa meraih peringkat tertinggi di kelasnya. Setidaknya 3 besar atau 10 besar. Demikian pula harapan saya sebagai seorang orangtua.

Siang tadi saya mengambil Raport kenaikan kelas putra sulung saya, Danish (9). Pikiran berkecamuk, hati was-was. Dapat nilai berapa anakku? Menjelang Ujian Kenaikan Kelas (UKK) 2 minggu lalu, saya sempat dibuat stres dan panik luar biasa mendapati nilai ulangan Danish yang di bawah standar. Belum lagi saat saya memeriksa semua buku pelajarannya. Beberapa PR-nya ternyata tidak dikerjakan sampai gurunya membuat note agar Danish mengerjakan PR-nya. Duh! Kecolongan saya!

Menyesal rasanya selama ini hanya mempercayai kata-kata Danish. Hampir setiap hari, sepulangnya ia dari sekolah, saya selalu menanyakan apa ada PR, tugas atau ulangan? Danish hanya menjawab 'Gak ada PR!' Dan bodohnya saya, percaya begitu saja ucapan putra saya itu tanpa memeriksa buku-buku pelajarannya.

Belum terlambat! Pikir saya. Masih ada waktu beberapa hari. UKK ini Danish harus bisa mengejar nilainya yang jatuh. Apa bisa? Duh...nak...koq bisa-bisanya nyantai begitu, asik aja bermain tanpa ada beban, sedangkan orang tuamu stress sendiri, kuatir nilai ujianmu jatuh juga seperti nilai ulanganmu.

Saya bertanya kepada Danish, apa ia puas mendapatkan nilai ulangan jelek. Danish menggeleng. Dengan wajah menyesal, dia hanya tertunduk. Kemudian saya tanya, apa dia mau mengejar nilai bagus saat UKK nanti? Danish mengangguk. Mulailah saat itu saya menemaninya belajar intensif. Ternyata les yang selama ini diikutinya tak membuat nilai Danish membaik. Mending les privat saja bersama mamanya sendiri.

Dua hari menjelang UKK, Danish mulai rajin belajar, meskipun dia mau belajar kalau saya temani. Dua minggu UKK, Danish benar-benar tekun belajar. Ia sempat bertanya kepada saya, apa ia bisa mendapat nilai ujian bagus? Kita lihat saja nanti saat penerimaan raport.

Sekalipun acara Haflah kenaikan kelas di sekolah Danish begitu meriah, namun pikiran saya tetap tertuju pada nilai Raport Danish. Berharap mendapat rangking kelas masih jauh dari angan-angan saya. Apakah Danish bisa naik kelas dengan nilai ulangan yang pas-pasan, PR yang tidak dikerjakan? Apakah bisa hanya mengandalkan nilai UKK saja?

Saat yang ditunggu pun datang jua. Raport Danish ada di tangan saya. Duh, nilai Raport mu, Nak! Meski tidak membuat saya puas, namun cukuplah membuat lega hati saya, karena nilainya ternyata naik 5 poin dibanding semester lalu. Alhamdulillah, Danish naik kelas. Tidak ada angka merah di Raportnya. Untuk ukuran anak yang malas belajar, malas mengerjakan PR, hobinya main terus, nilai yang didapat Danish cukup membuat jantung saya deg-degan.

"Ma, apa aku bisa dapat rangking 1?" Tanya Danish saat melihat nilai raportnya. "Bisa, asal kamu benar-benar bertekat belajar tekun. Kelas 4 nanti, Danish berjanji akan belajar lebih giat. Terbukti nilai UKK Danish 98% persen mendapat nilai 90. Senangnya Danish melihat hasil UKK nya bagus. Karenanya ia bertekat untuk mengejar nilai yang lebih baik lagi di kelas 4. Semoga saja terwujud harapanmu, Nak.

Antara sedih, nelangsa, lega, was-was bercampur jadi satu. Sedih ketika banyak orang tua dengan bangganya menceritakan nilai raport anaknya yang bagus, apalagi dengan status mereka di Media Sosial, atau pamer nilai UKK di Profil BB nya. Sedangkan nilai raport anakku? Hanya sebatas LUMAYAN, tak begitu memuaskan, nilai UKK nya hanya cukup untuk mendongkrak nilai ulangannya yang jatuh.

Nilai raport anak bagus tentunya membuat orang tua bangga. Tapi saya kembali berpikir, apakah si anak yang terus-menerus dicecar untuk belajar, sedangkan di usianya itu ia memang sedang senang-senangnya bermain. Lantas, nilai bagus itu hanya sebatas untuk membanggakan orang tuanya saja? Ahh...pikiran macam apa ini! Tentu saja si anak akan turut senang bila mendapat nilai bagus. Nilai bagus tidak didapat dengan cara instan, tentu dengan kerja keras, yaitu belajar dengan tekun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun