Mohon tunggu...
Elisa Koraag
Elisa Koraag Mohon Tunggu... Administrasi - Influencer

Saya ibu rumah tangga dengan dua anak. gemar memasak, menulis, membaca dan traveling. Blog saya dapat di intip di\r\nhttp://puisinyaicha.blogspot.com/\r\nhttp://www/elisakoraag.com/ \r\nhttp:www.pedas.blogdetik.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suka Duka Punya Asisten Rumah Tangga

28 Maret 2012   14:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:21 6655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini saya tidak mempunyai asisten rumah tangga alias pembantu. Sebelumnya kalau di total-total, saya pernah mempunya 6 pembantu silih berganti dengan rentang usia antara 16 th sd 42 th. Saya memutuskan menggunakan jasa asisten RT setelah melahirkan anak ke-2. Saat cuti melahirkan anak kedua selesai, sulung saya sudah berusia 3 tahun dan anak kedua berusia 3 bulan, saya memerlukan asisten RT.

Tidak mudah menentukan kriteria pembantu yang saya inginkan dengan gaji yang sanggup saya bayarkan. Apalagi ketika pertama kali mencari pembantu. Saya memilih yang masih remaja dan belum berpengalaman. Karena saya berniat mendidik dari awal. Celakanya yang muda-muda ini, entah sudah termakan cerita apa dari kampungnya, bersikeras tidak mau bekerja sendiri. (Atau jangan-jangan tekanan dari agen penyalur) Jadi saya ambil 2 pembantu.

Hal pertama yang saya lakukan adalah memeriksa identitas, KTP dan surat jalan dari kampong. Saya copy untuk saya pegang. Saya minta kontak dan alamat /tlp keluarga di kampung yang bisa di hubungi. Lalu saya photo. Saya jelaskan aturan bekerja. Karena baru pertama kali punya pembantu, punya 2 batita dan saya ibu bekerja, maka saya memberikan kebebasan buat pembantu alias nyaris tanpa aturan.Dan saya dipermainkan pembantu.

Kedua pembantu saya berdusta ketika bilang belum pernah ke Jakarta. Karena keduanya punya banyak kawan dan Sabtu atau minggu acapkali minta ijin main. Awalnya saya memberikan karena saya juga ingin santai di rumah saat tidak kekantor tanpa ada orang lain. Tapi lama-lama jadi semacam keharusan karena sebelum saya mengatakan rencana saya di akhir pekan, mereka sudah lebih dulu minta ijin main. Ketika saya tidak memberi ijin karena saya akan mengajak mereka berpergian mereka cemberut.

Berikutnya saya dapat laporan dari sulung saya kalau ia ditendang sama si pembantu, waduh marahnya saya nyaris kalap. Anak 3 tahun di tendang? Saya yakin anak saya tidak bohong. Dengan menahan gemetar karena marah, saya langsung menanyakan pada si pembantu. Si pembantu mengakui dengan alasan, sulung saya lebih dulu menendang.

Si sulung langsung saya tanya, “Mengapa kakak menendang mbak?”

“Aku minta susu tapi mba nonton tv aja.” Jawab si sulung.

Panjang lebar saya menegur si mba. Pertama, saya mempekerjakan kamu bukan buat nonton tv. Kedua, kalau anak saya menendang atau memukul, jangan sesekali membalas. Tapi pegang kakinya atau tangannya dan katakan, Tidak boleh berbuat seperti itu!. Kedua pembantu pertama saya hanya bertahan enam bulan, minta berhenti dengan alasan ingin pulang kampung. Saya keberatan mereka berhenti karena saya bekerja, siapa yang akan menjaga anak-anak? Tapi keduanya berulah dengan menunjukan pusing/sakit kepala berhari-hari akhirnya saya memberhentikan.

Belajar dari pengalaman pertama, saya mengevaluasi kesepakatan dan aturan kerja dengan dua pembantu kedua. Pertama soal gaji. Saya tidak langsung membayar setiap bulan tapi saya menahan 30 % dari gajinya, sebagai jaminan agar si pembantu tetap bekerja sampai lebaran. Nah saat lebaran, semua yang saya tahan saya kembalikan plus THR sebesar 1 bulan. Tapi jika sebelum Lebaran si pembantu sudah minta berhenti, yang saya tahan tidak saya berikan. Dari mulia bekerja hingga lebaran hanya 10 bulan.

Kedua, aturan pulang kampung hanya menjelang Lebaran atau situasi darurat. Ada keluarga yang sakit atau meninggal. Saya akan mengijinkan pulang 3 hari dan memberikan transport pulang-pergi. Tapi hanya 1 kali. Kalau ada situasi darurat lagi, saya tidak memberikan transport lagi.

Setelah sepakat, saya mengajarkan kebersihan, sopan santun dan cara berpakaian. Pentingnya mandi, gosok gigi, cuci rambut dan cuci tangan dengan sabun. Biasanya pembantu berambut panjang, selalu saya bawa ke salon dan minta di potong pendek agar praktis. (Mungkin melanggar hak asazi karena saya mengharuskan) tapi tujuannya baik. Dua pembantu pertama berambut panjang, saya lihat sangat mengganggu mereka bekerja. Maka pada dua pembantu kedua saya mengharuskan potong rambut. Sama seperti dua pembantu pertama. Saya membelikankebutuhan mereka, mulai dari perangkat mandi, baju dalam, baju kerja tiap-tiap hari, baju pergi, penghilang bau badan,pembalut, bedak sampai bodylotion.

Agar mereka berhati-hati dan tahu menghargai barang (karena biasanya mereka belum mempunyai kesadaran menjaga barang-barang) belajar dari dua pembantu pertama yang memecahkan lebih dari setengah lusin gelas dan piring, saya tidak tahu alasannya. Saya tegaskan akan minta ganti jika yang bersangkutan memecahkan/merusak barang baik sengaja atau tidak sengaja. (Kenyataanya saya tidak pernah meminta ganti.)

Sebagai ibu bekerja yang terikat dengan aturan perusahaan dan tidak banyak memberi toleransi terlambat atau tidak masuk, ketergantungan saya pada pembantu sangat tinggi. 2 pembantu untuk menjaga 2 anak. Saat anak-anak tidur ada adik saya yang mengawasi, barulah kedua pembantu saya mengerjakan pekerjaan rumah. Bersih-bersih. Tanpa memasak. Kecuali memasak untuk mereka sendiri. Saya selalu memberikan uang belanja. Dan kedua pembantu memilih tidak masak tapi jajan dengan uang belanja yang saya berikan karena mereka tahu saya dan suami tidak makan masakan di rumah. Begitu juga adik saya.

Kalau adik saya tidak ada, salah satu pembantu menjaga anak-anak yang tidur dan yang satu mengerjakan pekerjaan rumah. Pokoknya bergantian. Masalah mulai timbul ketika orang tua salah satu pembantu sakit. Saya ijinkan pulang 3 hari dan memberi transport PP. kenyataannya 5 hari baru kembali, alasannya ditahan tidak boleh pulang.

Satu bulan kemudian orang tua pembantu yang bulan lalu sakit, bulan ini meninggal. Karena kedua pembantu saya sepupu, keduanya minta pulang. Dengan harapan mereka kembali, saya memberikan keduanya transport PP. lagi-lagi ijin 3 hari, 7 hari baru kembali. Tapi tidak apa-apa yang penting mereka kembali.

Menjelang pertengahan tahun, sulung saya sudah duduk di TK. Masa liburan sekolah. Saya berencana cuti. Para pembantu mendengar rencana cuti saya, mereka minta ijin pulang dengan alasan kan ibu cuti. Karena memang kalau saya di rumah akhir pekan. Semua pekerjaan saya ambil alih yang berkaitan dengan mengurus anak, mulai darimemandikan, memberi makan, mengasuh, bermain. Pokoknya sesudah membereskan pekerjaan rumah kedua pembantu tidak bekerja apa,-apa selain nonton tv.

Setelah saya pikir-pikir, akhirnya saya ijinkan dengan catatan hanya 5 hari. Sabtu sore sudah harus kembali karena Senin si sulung sudah sekolah. Senang juga sih menghabiskan cuti dengan keluarga tanpa orang lain. Pada dasarnya saya tidak pernah berkeberatan dengan semua pekerjaan rumah. Mulai dari mencuci, memasak, mengepel, mengganti seprei. semua saya nikmati. Saat saya melakukan semua itu anak-anak kalau tidak tidur, yang di asuh bapaknya.

Kesabaran saya di uji lagi. Kedua pembantu saya kembali Senin pagi. Minggu malam, semua pakaian dan perkakas mereka sudah saya masukkan dalam kardus indomie dan saya letakan di teras. Saya tidak mau menerima mereka kembali dan mereka tidak saya ijinkan masuk ke rumah saya lagi. Jadi waktu Senin pagi di saat saya pontang panting meyiapkan sulung untuk sekolah, persiapan saya menitipkan si bungsu ke kakak saya, saya sudah tidak mau memperpanjang urusan dengan mereka. Keduanya datang dengan mengajak laki-laki yang diaku kakaknya karena ingin menagih uang gaji 30 % yang saya tahan.

Saya tanya uang apa? masih ingat kesepakatan kerja? Belum lagi 4 bulan sudah 3 kali pulang kampung dengan transport dari saya? Saya tidak tahu kedua pembantu menceritakan apa, si laki-laki yang diakui sebagai kakak meradang. Menuduh saya memakan uang keringat kedua adiknya.

Saya balik marah dan saya katakan, Salah besar! Kedua pembantu ini yang memakan uang keringat saya. Apa yang mereka kerjakan tidak sebanding dengan uang yang saya bayarkan. Bagaimana kamu bisa menuduh saya makan keringat mereka? Yang punya uang saya.

Si laki-laki itu mengatakan akan membawa hal ini ke polisi dan akan memasukkan ke Koran. Saya tertawa, saya bilang tidak usah repot-repot, sekarang juga kita ke kantor polisi dan saya laporkan balik kalau kalian memeras saya. Laki-laki itu diam dan akhirnya mengajak dua pembantu saya dan bungkusannya pergi meninggalkan rumah saya.

Saya memilih berhenti bekerja daripada tidak ada yang mengurus anak-anak. Karena kasihan kalau yang mengurus mereka berganti-ganti. Saat saya mempertimbangkan berhenti kerja, supir bos saya dikantor memberitahukan kalau kakaknya ibu rumah tangga, biasa mengasuh anak dan tinggalnya tidak jauh dari rumah saya.

Singkat cerita, sayapun mempekerjakan kakak dari supir bos saya di kantor. Sampai bungsu saya sekolah. Hampir tiga setengah tahun. Lalu saya berhenti berkerja sebagai karyawan tetap. Anak-abak saya asuh sendiri, tapi tidak sampai setahun karena saya mulai kerja part time, saya memerlukan juga orang untuk menjaga anak-anak saat saya tidak di rumah walau cuma sebentar. Akhirnya saya memperkerjakan pembantu pulang hari. Pembantu datang jam 12 dan pulang setelah saya tiba di rumah. Antara pukul 18.00-19.00 atau sampai salah satu, saya atau suami tiba di rumah lebih dulu.

Sekarang anak saya sudah kelas 3 dan 6 SD. Saya masih kerja part time tapi tidak lagi menggunakan pembantu. Karena keduanya sudah bisa di tinggal di rumah berdua. Ketika mereka pulang sekolah, makan siang sudah tersedia. Mereka tahu apa yang harus dilakukan setiap pulang sekolah, mandi, ganti baju, makan lalu tidur. Biasanya saya pulang saat mereka masih tidur. Ketika keduanya bangun tidur sore, saya sudah di rumah mempersiapkan makan malam buat mereka, menemani mereka belajar, saatsauami saya pulang, kita makan malam sama-sama. Lalu istirahat bersama-sama.

Lewat tulisan ini saya cuma ingin berbagi pengalaman mempunyai asisten RT. Harus diakui keberadaan asisten RT sangat membantu terutama saat bekerja fulltime. Mereka memang diperlukan tapi perlu ketegasan dari kita yang menggunakan jasa mereka. Kondisi mereka yang sekarang sudah menggunakan HP, ambil positifnya. Kita mudah menghubungi mereka. Tapi tekankan tidak boleh bermain HP saat bekerja yang memerlukan konsentrasi, seperti memasak dan mencuci. Boleh ngobrol lewat HP pada jam-jam tidak bekerja alias jam istirahat. Semoga tulisan ini bermanfaat. Jakarta 29 Maret 2012.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun