Mohon tunggu...
Mutia Erlisa Karamoy
Mutia Erlisa Karamoy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Lifestyle Blogger | Web Content Writer

Mom of 3 | Lifestyle Blogger | Web Content Writer | Digital Technology Enthusiast | Blog: www.elisakaramoy.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ternyata Bagi Pekerja Mempersiapkan Masa Pensiun Sangat Penting

23 Desember 2015   15:12 Diperbarui: 23 Desember 2015   15:38 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam usia yang masih terhitung produktif 45 tahun, ayah mulai sakit-sakitan, mulai dari penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi, hingga penyakit jantung silih berganti menyebabkan ayah mulai sering keluar masuk rumah sakit. Dalam kondisi seperti ini, selain cemas dengan penyakit ayah yang kerap kambuh jika ada sedikit saja yang salah dengan pola hidup atau pola makannya, kami juga sangat mencemaskan masalah biaya. Maklum, pada saat itu saya dan beserta dua saudara saya masih sekolah, bahkan saat itu kakak tertua saya masih kuliah semester 6, sehingga bisa dibayangkan bagaimana kami harus berjuang untuk tetap sekolah sambil tetap merawat ayah tercinta secara bergantian jika sedang di rawat di rumah sakit.

Mungkin, ini merupakan salah satu keberuntungan bahwa ayah saya seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) di salah satu instansi pemerintah daerah sehingga untuk biaya rawat inap rumah sakit, kami tidak perlu pusing memikirkan tagihannya. Kalaupun ada biaya yang harus kami keluarkan hanya berupa biaya akomodasi dan transportasi selama kami secara bergantian menemani ayah di rumah sakit. Sesekali, ada beberapa jenis obat yang diluar tanggungan Askes (Asuransi Kesehatan pada PNS dahulu) harus kami bayarkan, dan jika ditotal jumlahnya tidak seberapa dibandingkan jumlah biaya keseluruhan selama beberapa kali ayah keluar masuk rumah sakit. Dan terakhir, ketika ayah harus menjalani perawatan dan operasi untuk memasang ring pada jantungnya di rumah sakit jantung terbesar di Indonesia, kami sama sekali tidak mengeluarkan biaya untuk operasi maupun rawat inapnya.

Seingat saya, hanya satu kali kami diwajibkan menebus resep obat yang tidak termasuk dalam daftar obat yang ditanggung oleh Askes karena menurut dokter ada sedikit penyumbatan di jantungnya. Hal ini cukup membantu kami, karena selama masa perawatan ayah praktis saya mengeluarkan biaya akomodasi dan transportasi. Bahkan, untuk biaya ring jantung yang jika harus ditebus tanpa bantuan Askes, harganya sangat mahal dan sungguh tidak terjangkau oleh kami. Apalagi jumlah ring yang dipasang ke jantung ayah ada 2, rasanya kami tidak bisa membayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan di tambah biaya operasi dan rawat inap selama dua kali operasi pemasangan ring di jantung ayah.

Meskipun selang beberapa tahun kemudian ayah harus berpulang kembali kepada-Nya, namun kami merasa cukup bahagia telah memberikan perawatan yang terbaik bagi ayah selama bertahun-tahun menderita penyakitnya. Di sisi lain, kami juga merasa bangga bahwa melalui premi yang secara teratur dibayarkan oleh ayah kepada Askes, secara tidak langsung ayah sesungguhnya membayar sendiri semua biaya perawatannya dan tidak terlalu membebani keuangan keluarga, sehingga meskipun sedikit sulit kami masih bisa menyelesaikan sekolah. Bahkan, di tengah selalu berjuang melawan penyakitnya, ayah masih bisa mengantarkan kakak tertua menyelesaikan kuliahnya di Perguruan Tinggi dan siap melanjutkan tongkat estafet untuk membantu membiayai sekolah saya dan adik. Ternyata, tidak terputus hanya disitu, dengan jaminan dana pensiun yang setiap bulan diperoleh ibu setelah setelah ayah tiada, kami pergunakan untuk tambahan biaya hidup sehari-hari dan untuk biaya sekolah maka semuanya ditanggung oleh kakak.

Pengalaman Setelah Era Transformasi Menjadi BPJS Ketenagakerjaan

Pengalaman bersama orangtua tersebut membawa hikmah sekaligus pembelajaran tersendiri bagi saya setelah dewasa, menikah, dan memiliki anak-anak, bahwa mempersiapkan bekal untuk masa pensiun dan kesehatan untuk keluarga terutama pekerja itu sendiri ternyata sangat penting, bahkan bisa dibilang penting sekali. Tapi, muncul satu kendala yang cukup mengkhawatirkan saya, karena suami bekerja di sektor swasta otomatis jaminan seperti yang dirasakan oleh Almarhum ayah tentu tidak akan secara penuh kami dapatkan. Meskipun nyata-nyata tidak terdapat indikasi bahwa sebagai pekerja sektor swasta, kami tidak akan dapat menikmati fasilitas kesehatan dan masa pensiun seperti PNS, namun untuk hal-hal yang berhubungan dengan rawat inap atau jenis penyakit tertentu atau ketika terjadi tragedi kesehatan seperti ayah saya, rasanya masih merupakan tanda tanya, apakah untuk hal-hal tersebut biayanya didukung penuh atau ada mekanisme lain untuk mendapatkan dukungan biaya penuh.

Memang, dalam periode waktu tersebut perusahaan tempat suami bekerja telah menjamin dan mendaftarkan semua karyawannya untuk menjadi peserta Jamsostek dalam hal Jaminan Hari Tua (JHT). Untuk masalah kesehatan, kami sekeluarga di cover oleh perusahaan namun dengan dibatasi limit tertentu yang didasarkan pada dua kali dari gaji pokok. Artinya, lebih dari limit tersebut, kami harus mengeluarkan biaya dari kantong sendiri untuk mengatasi problem kesehatan.

Rasanya kok sedikit kurang nyaman dan aman, apalagi jika berpikir bahwa setiap aktivitas yang kami sekeluarga lakukan, entah suami, saya, atau anak-anak pasti rentan dengan berbagai resiko, bahkan resiko tersebut tidak akan pernah tahu kapan akan terjadi. Mungkin, saat itu saya berpikir perlu ada tambahan asuransi kesehatan dari luar yang membuat keluarga kami lebih terjamin, apalagi jika terjadi kasus yang mengharuskan rawat inap. Tapi sudah berkeliling mencari informasi, pada akhirnya lagi-lagi terbentur masalah premi yang cukup lumayan besar dan untuk mendapatkan jaminan kesehatan sekeluarga, kami harus membayar premi yang jumlahnya sangat besar.

Terkadang saya berpikir, kapan ya pekerja swasta seperti kami akan mendapatkan jaminan yang sama seperti yang dinikmati Almarhum ayah saya dahulu? Akhirnya penantian tersebut berbuah manis, ketika di awal tahun 2014 tepatnya tanggal 1 Januari 2014, PT. Jamsostek bertransformasi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) ketenagakerjaan yang pelayanannya memiliki ruang lingkup yang lebih luas, yaitu Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan mulai 1 Juli 2015 di tambah dengan program pensiun. Kesemuanya melebur menjadi satu dalam payung hukum BPJS secara keseluruhan, baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga pekerja dan keluarga di sektor swasta akan mendapatkan dua keuntungan dari BPJS, asuransi kesehatan dari BPJS Kesehatan dan jaminan masa pensiun serta jaminan perlindungan selama masih aktif bekerja dari BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk premi atau iuran bulanan, kami tidak perlu khawatir meskipun jumlah nominalnya relatif lebih banyak dibandingkan ketika masih berstatus PT. Jamsostek, namun tidak terlampau memberatkan beban pengeluaran. Mengapa? Karena berdasarkan aturan hukum yang telah ditetapkan, pekerja hanya membayar sebagian kecil dan sisa dengan porsi yang lebih besar dibayarkan oleh perusahaan tempat suami bekerja. Untuk premi yang bisa terbilang sangat kecil, kami mendapatkan manfaat yang cukup lengkap mulai dari kesehatan untuk seluruh keluarga, Jaminan Hari Tua (JHT), dan rencananya akan diikutsertakan dalam Program Pensiun yang baru saja diluncurkan BPJS Ketenagakerjaan.

Saat ini, Jaminan Hari Tua (JHT) belum kami pergunakan karena masih aktif bekerja. Namun untuk manfaat kesehatan, saya rasakan sangat membantu terutama untuk anak-anak yang masih sangat rentan dengan penyebaran bibit penyakit di sekitar lingkungan kami dan mudah tertular karena imunitasnya belum sempurna. Hanya dengan bermodalkan kartu BPJS, kami bisa mendapatkan pengobatan yang layak. Untuk saya sendiri, dengan riwayat keluarga yang hampir semuanya menderita hipertensi atau darah tinggi, secara teratur dua atau tiga minggu sekali meskipun tidak memiliki keluhan penyakit selalu memeriksakan tekanan darah. Belajar dari pengalaman, dimana hanya berselang beberapa detik dari naiknya tekanan darah tinggi ayah dan langsung stroke serta koma, maka saya harus mulai waspada dan mendeteksi diri sendiri apabila mulai terlihat tanda-tanda gejala hipertensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun