Mohon tunggu...
Elisabet Sari
Elisabet Sari Mohon Tunggu... Guru - Bagaimana aku memandang dari kaca mataku?

Kebebasan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Membelah Pedesaan Baduy

27 Juli 2022   20:59 Diperbarui: 27 Juli 2022   21:11 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seketika ada dorongan yang luar biasa untuk melangkahkan kaki yang sudah tak bertenaga karena sudah menempuh empat jam berjalan. Puncak bukit menjadi saksi bisa melawan ketidakyakinan dalam diriku. Aku membuktikan aku bisa dengan berjuang lebih keras lagi.

Kesan Terisolasi, Bukan Berarti Jauh dari Peradaban

dsc00272-jpg-62e1439e08a8b535381489e2.jpg
dsc00272-jpg-62e1439e08a8b535381489e2.jpg

Doc: Wisuba TripSuku Baduy luar yang sudah menerima pengaruh modernisasi arus perkembangan zaman. Seperti gaya hidup dan pengaruh teknologi yang sudah memengaruhi kehidupan sehari-hari. Aku bisa mendokumentasikan seluruh kegiatan dan panorama alam hanya di Baduy luar. Setelah aku memasuki pedesaan Baduy dalam, aku tidak lagi menggunakan handphone untuk mendokumentasikan segala hal yang aku lihat. Aku dapat mendeskripsikan bahwa kecantikan alam desa Baduy dalam jauh lebih menyihir mata, hati, dan menyentuh perasaan.

Menuju pukul 18.00 WIB aku hanya ditemani oleh salah seorang teman perempuan. Kami cukup kesulitan dalam melihat karena tidak membawa seter penerangan. Sedangkan teman-teman kami jauh di depan dan di belakang.  Kesan magis terasa dan merasuk dalam diri kami. Kami merasakan ketenangan yang amat dalam. Fokus melewati jalan yang berlumpur dan diiringi suara burung di atas kepala.

Bertumpu dengan alas kaki yang salah satunya sudah rusak satu sisinya karena banyak melewati jalan berlumpur. Aku berusaha menahan kaki yang sakit sekali. Kami mulai lega ketika mendapati mata air yang mengalir dan terlihat sebuah desa. Ya… aku sudah sampai di suku Baduy dalam.

Tanpa penerangan aku membasuh wajah dan anggota tubuhku di sungai. Rasanya segar dan menyenangkan sejenak bermain air di malam hari sekitar pukul 19.00 WIB. Suku Baduy dalam tidak menggunakan sabun untuk membersihkan diri. Oleh karena itu, aku tidak mempergunakan selama di sana.

Sekitar pukul 21.00 WIB kami semua makan malam dengan sajian sayur lodeh dan lauk tempe goreng berpadu dengan sambal yang menambah kenikmatan. Selesai makan malam dilanjutkan dengan diskusi. Kami dapat bertanya apa pun tentang suku Baduy. Pukul 23.00 WIB kami semua terlelap, sambil merintih kesakitan akibat kaki yang sakit. Keesokan harinya, setelah kami selesai sarapan, kami melanjutkan perjalanan pulang sekitar pukul 08.30 WIB.

Walau suku Baduy dalam jauh dari pengaruh teknologi dan peradaban modern. Pola pikir masyarakat Baduy dalam lebih maju dan berkarakter. Kesederhanaan dan moralitas yang terah membuat mereka memiliki nilai luhur.

Aku pikir ini adalah perjalanan yang tidak ada ruginya, walaupun fisik terkuras karena tracking yang menantang. Perjalanan ini menyatu dengan diri sendiri dan lebih mengenal diri. Selain itu, perjalanan ini sebagai belajar nilai sosial budaya salah satu suku di Indonesia. Penasaran, silakan bisa berkunjung ke Baduy!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun