"Ma. Awal September besok insha Allah aku jadi berangkat ke Kanazawa."
Pagi itu, putri bungsu saya menyampaikan kabar dengan wajah berseri-seri.
Alhamdulillah. Kabar baik itu melegakan hati kami sekeluarga. Terutama saya, ibunya. Rasa haru tak bisa terbendung lagi. Subhanallah. Sampai tak kuasa menahan air mata. Mbrebes mili.
Haru sekaligus bangga. Begitulah, dua perasaan tumpang tindih memenuhi rongga dada saya.Â
Haru. Akhirnya perjuangan bocah kesayangan itu tidak sia-sia. Seluruh waktu yang selama ini tersita untuk belajar dan belajar, membuahkan hasil.
Bangga. Mengingat si bungsu terlahir dari seorang ibu biasa, bukan dari keluarga berada pula. Bisa kuliah ke luar neger, sungguh, serasa bagai mimpi.
Maka takada alasan untuk tidak bersyukur. Sembah nuwun, ya Allah. Atas karunia yang tiada terperi ini.
Pemburu Beasiswa
Tidak dipungkiri, keberadaan beasiswa bagi putri bungsu saya adalah peluang yang tidak boleh disia-siakan. Ia sudah membuktikan itu. Merasakan manfaat dari beasiswa yang kerap diterimanya.
"Jangan menyerah pada keadaan. Teruslah belajar. Kalau kalian pintar, niscaya dunia ada dalam genggaman."
Kalimat itu pernah saya sampaikan kepada anak-anak ketika mereka masih kecil. Kalimat untuk memotivasi mereka agar terus belajar. Melanjutkan sekolah setinggi-tingginya tanpa harus merasa gamang karena kondisi ekonomi orangtuanya.