"Bunda, nama saya Rizki. Ini teman-teman saya. Nita, Inggrid, dan..." Sembari melangkah bocah laki-laki itu mewakili teman-temannya memperkenalkan diri.
"Ayah-ayah kami, Bun!" Rizki menjawab bangga.
"Hebat sekal! Lain kali Bunda ingin bertemu dengan ayah-ayah kalian, ya!" Saya pun menggandeng tangan bocah-bocah itu. Mengajak mereka duduk di bangku taman yang sudah disediakan.
Berbincang dengan anak-anak memang selalu menyenangkan. Mereka jujur, polos, dan apa adanya. Bahkan ketika saya menawarkan apakah mereka bersedia ditraktir mie goreng, anak-anak itu menjawab serentak, "Mau sekali, Bun! Tapi---kami malu."
"Sama Bunda tidak perlu malu. Kan kalian sudah menjadi pemandu Bunda hari ini," saya tersenyum lebar mendengar ucapan jujur mereka.
Jadilah siang itu saya menemani anak-anak menikmati mie goreng yang dipesan dari warung dekat taman.
Sembari menikmati makanan anak-anak itu tak henti bercerita tentang banyak hal. Tentang sekolah mereka, ayah-ayah mereka yang terampil memahat topeng, juga tentang virus corona.
"Di sini tidak ada Corona, Bun," Rizki membisiki saya. Saya terperangah. Tapi kemudian tertawa.
"Meski begitu kalian harus tetap menjaga kesehatan dan kebersihan badan, yaa," saya mengingatkan.
Ya. Siang itu dengan senang hati saya menjadi pendengar yang baik bagi mereka. Anak-anak penghuni Kampung Topeng.