Mohon tunggu...
elangyk98
elangyk98 Mohon Tunggu... Penulis - enterprenuer

Lahir di kota Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Revolusi 4.0 Versus Khilafah

16 November 2018   19:04 Diperbarui: 16 November 2018   19:23 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Pikiran-rakyat.com

Ditengah Revolusi 4.0 mulai masuk kedalam segala bidang kehidupan manusia, nun di sebelah sana masih ada yang menawarkan Sistem Khilafah . Seminar Khilafah Internasional yang akan diadakan di-Mesjd Al Zikra, Sentul, Bogor, 17-18  November  2018 menunjukkan masih ada orang2 di sekitar kita yang mencita-citakan Negara Khilafah seperti Zaman abad pertengahan.

Walaupun HTI sebagai organisasi yang identik dengan Khilafah sudah dibubarkan, bukan berarti pengikut-pengikutnya otomatis mengubur cita-citanya mendirikan Negara utopia, seperti zaman kekhilafahan Turki abad 11. Peristiwa pembakaran bendera oleh anggota Banser Ashor, benar2 dimanfaatkan untuk menggoyang kestabilan Negara.  

Demo-demo besar-besaran dengan tema Bela kalimat Tauhid menjadi ajang kesempatan untuk membangkitkan kembali Kekhilafan Di-Indonesia. Puncaknya dengan terang-terangan berani mengadakan seminar Ke-Khilafan International , seakan-akan menantang Pemerintah bahwa pembubaran HTI tidak lantas menjadi mereka habis.

Di saat Indonesia mulai siap-siap menyongsong Revolusi 4.0 di lain pihak mereka menawarkan system yang katanya bisa mengatasi segala persoalan hidup, Sistem Khilafah namanya.  

Sampai sekarangpun bagaimana dan dengan cara bagaimana system itu dapat memecahkan permasalahan hidup, tidak jelas. Yang pasti,  kalau melihat muktamar mereka  tahun 2013 di Gelora  Bung Karno,  mereka menawarkan suatu ideologi baru yang menentang Prinsip Demokrasi dan Nasionalisme. 

Mereka menganggap Ideologi Negara kita saat ini sudah gagal mengatasi kehidupan Bangsa, lalu hendak menarik kembali perdebatan masa Pra kemerdekaan th 1945, saat terbentuknya Pancasila  sebagai dasar Negara kita.

Saat kita hendak menghadapi Revolusi  4.0, kita malah diajak mundur kebelakang, mempersoalkan  Dasar Negara Indonesia.  Apabila mereka gagal untuk meruntuhkan Pancasila sebagai Dasar Negara kita, lalu dengan mudahnya mengklaim bahwa Pancasila adalah milik mereka, karena sila pertamanya menunjuk kepada Tuhan mereka.  Dekrit Presiden 1959 yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno untuk mengakhiri perdebatan parlemen, diklaim juga sebagai perintah untuk kembali  kepada Piagam Jakarta 22  Juni 1945, pokoknya mereka tidak pernah salah.

Akibatnya apa...

Kita tidak siap menghadapi Revolusi 4.0 yang segera akan masuk kedalam segi sendi kehidupan manusia, kita hanya terjebak oleh perdebatan-perdebatan yang mempersoalkan ideologi yang seharusnya sudah tidak lagi dipersoalkan. 

Persoalan Negara Indonesia tidak hanya masalah internal dalam negeri sendiri, tapi persaingan antar bangsa. Kalau  warga masyarakat tidak siap menghadapi persaingan jangan harap sebagai bangsa akan tetap eksis. Karena apa? 

Karena kita akan ditinggalkan oleh Negara-negara lain yang berpacu dengan perkembangan teknologi yang makin pesat. Tidak usah jauh-jauh melihat apa yang terjadi , Disrupsi Go-Jek dan Grab serta Traveloka telah mengubah pola perilaku kita dalam menyikapi segala kehidupan, padahal itu baru Revolusi 3.0. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun