Mohon tunggu...
Elang ML
Elang ML Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Univeristas Indonesia 2016

Mahasiswa yang kadang-kadang menulis artikel.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Berlari dengan Sepatu yang Berbeda #3: Infrastruktur dan Finansial, Penyebab Kolapsnya Klub Indonesia Timur

10 Mei 2020   01:44 Diperbarui: 10 Mei 2020   02:05 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persiram 2011/2012 - sumber: sports.sindonews.com

Artikel ini adalah artikel serial "Berlari dengan Sepatu Yang Berbeda" apabila anda belum membaca seri pertama dan seri kedua, sebaiknya anda membaca artikel sebelumnya terlebih dahulu.

Apabila membahas torehan prestasi, Persipura memang menjadi rajanya dengan mengoleksi empat gelar juara semenjak 1994. Namun, apabila melihat lima besar pengoleksi juara terbanyak maka tim dari pulau Jawa sangat mendominasi Persebaya, Persija, Persib dan Persik semuanya mengoleksi 2 trofi.

Prestasi Persipura menunjukan bahwa dengan manajemen yang baik dan keadaan yang mendukung, tim sepak bola dari Indonesia Timur dapat menjadi sangat kompetitif apalagi mempertimbangkan catatan pemain nasional yang dilahirkan klub-klubnya. Sebut saja Persiter Ternate tahun 2007 yang tidak terkalahkan di kandang sepanjang musim dan melahirkan beberapa pemain top nasional, atau Persiwa Wamena yang sempat sempat menjadi kesebelasan elit. 

Namun, Ketika bertanya kenapa kedua tim tersebut tidak ada di Liga 1 tentu jawabannya sangat miris. 

Persiter Ternate yang harusnya menjadi kontestan Liga Super pertama gagal karena masalah biaya, infrastruktur, dan kondisi politik pasca Pemilihan Kepala Daerah Maluku Utara. Bahkan pengurus juga tidak mengikuti kompetisi tahun 2008/2009 yang membuat Persiter terpaksa memulai dari Divisi Amartir, dan masih berkutat di divisi tersebut sampai hari ini. Sementara, Persmin Minahasa tim senasib Persiter yang juga gagal lolos ke ISL 2008/2009 karena perkara uang dan infrastruktur juga masih terdampar di Liga 3.

Salah satu stadion paling angker: Stadion Pendidikan Wamena - sumber: http://jeckosatrio.blogspot.com/
Salah satu stadion paling angker: Stadion Pendidikan Wamena - sumber: http://jeckosatrio.blogspot.com/

Kisah Persiwa juga tidak kalah pahit, runner up Liga Super 2008/2009 yang juga memiliki rekor tidak kalah di kandang, dan peringkat ke tiga Liga Super 2011/2012.

 Permasalahan finansial menyeret Persiwa Wamena ke jurang degradasi pada 2013, gagal promosi perkara keuangan dan pada tahun 2015  juga memperkeruh keadaan. 

Permasalahan yang menimpanya, masih sama persoalan infrastruktur dan keuangan. Bahkan permasalahan finansial persiwa pada tahun 2013 masih berlanjut sampai musim 2018 ketika sanksi pengurangan 6 poin karena gagal membayar gaji pemain memastikan degradasi ke divisi tiga.

Permasalahan keuangan juga menjadi alasan tidak kompetitifnya Persidafon Dafonsoro pada ISL 2013 yang berakhir pada degradasi. Bahkan pada musim 2014 Persidafon mengundurkan diri dari gelaran Divisi Utama Karena Permasalahan yang sama.

Sementara itu, tercatat dua tim asal Papua mengalami nasib yang lebih tragis. Persiram Raja Ampat yang sempat berlaga di ISL tanpa stadion pada akhirnya dibeli dan berubah menjadi PS TNI yang bermarkas di Pulau Jawa pada tahun 2016. Hal yang sama juga terjadi pada Perseru Serui, yang karena alasan finansial yang membuat lisensi tim tersebut dijual ke Lampung dan menjadi Badak Lampung FC pada tahun 2019. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun