Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Balada Prabowo dan Fadli Zon, Matahari Kembar Partai Gerindra

8 Januari 2021   15:40 Diperbarui: 8 Januari 2021   15:43 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


SEMUA yakin dan percaya, Fadli Zon adalah salah seorang pendiri Partai Gerindra. Itu sebabnya posisi mantan Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 ini di struktural partai begitu kokoh. 

Ibarat tiang penyangga rumah atau tiang pancung jalan tol, itulah keberadaan Fadli Zon di Partai Gerindra. Artinya, peranan pria kelahiran Jakarta, 1 Juni 1971 begitu dominan. Tidak ada Fadli, Partai Gerindra runtuh.

Memang sehebat itulah Fadli Zon di tubuh partai yang berdiri pada 6 February 2008 ini. Tidak percaya? Percaya tidak percaya, harus percaya. Buktinya dia masih tetap eksis dan kokoh berada di Partai yang dinahkodai Prabowo Subianto tersebut. 

Coba tengok rekam jejak Fadli sejak Partai Gerindra bergabung dengan pemerintah yang dipimpin Jokowi-Ma'ruf, pasca Pilpres 2019. Tidak tanggung-tanggung, tanpa ikut kerja keras dan berdarah-darah bersama tim pemenangan kubu pemerintah, Partai Gerindra langsung diberi dua jatah kursi menteri. 

Dua jatah kursi kabinet tersebut diisi oleh Prabowo Subianto selaku Menteri Pertahanan (Menhan) dan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Sayang usia jabatan Edhy tidak lama, lantaran terlibat kasus korupsi perizinan ekspor benur. Namun begitu, jatah kursinya tak hilang. Diganti oleh Sandiaga Uno sebagai Menparekraf. 

Sejatinya, begitu memutuskan bergabung dengan pemerintah, Partai Gerindra langsung satu gerbong dan satu irama dengan setiap kebijakan penguasa. Nyatanya tidak demikian. Fadli Zon yang juga sebagai simbol partai masih tetap saja doyan kritik, bahkan nyinyir. 

Bagi Fadli, tak perduli benar atau salah. Hampir setiap kebijakan pemerintah dikritik dan dinyinyirin. Arti kata, sikap Fadli Zon tak pernah berubah. Tetap keras terhadap Presiden Jokowi dan pemerintahannya. 

Secara logika, sikap Partai Zon yang tetap kritis terhadap pemerintah adalah wujud pengkhianatan terhadap putusan partai. Namanya pengkhianat tentu ganjarannya adalah sanksi. Baik berupa peringatan, bahkan pemecatan. 

Namun demikian hal tersebut tak pernah terjadi. Fadli Zon nyaman-nyaman saja dengan sikap nyinyirnya, tanpa ada satu orang pun kader partai yang berani menentangnya, termasuk sang ketua umum. Prabowo Subianto. 

Jamak kiranya kalau ada anggapan, Fadli Zon sebenarnya memiliki kekuasaan full power seperti halnya Prabowo Subianto. Keduanya sebagai matahari kembar yang ada dalam tubuh Partai Gerindra. Sebab, jika tidak memiliki kekuatan besar, nasib Fadli setidaknya bakal menyusul Arief Poyuono yang dilengserkan jabatannya dari wakil ketua umum partai menjadi anggota biasa. 

Sebagaimana diketahui, Arief juga kerap kali menentang kebijakan-kebijakan partai. Hanya mungkin, dia tidak memiliki kekuatan full seperti Fadli. 

Politik Dua Kaki 

Perbedaan dalam satu kubu adalah wajar. Namun, jika tidak hati-hati memainkan peran politiknya bisa berakibat fatal dan masa depan kubu tersebut terancam suram. Seperti halnya sikap Partai Gerindra, lama-lama publik bakal mempertanyakan tentang ketidak jelasan sikapnya. 

Bila saja tujuan Partai Gerindra atau Prabowo membiarkan Fadli Zon bebas berbuat apapun, demi mencari keuntungan dari politik dua kaki, rasanya kurang tepat. Mereka sekarang hidup di era serba terbuka, akses informasi bisa dengan gampangnya diperoleh. Artinya masyarakat akan dengan sangat cepat mengetahui pergerakannya. Beda hal kalau mereka hidup pada zaman orde lama, bisa saja bermuka dua. Dan, publik pun tak bakal mengetahuinya. 

Terus, andai saja Partai Gerindra berfikir bahwa mereka memiliki basis massa atau konstituen dengan jumlah besar hingga dikhawatirkan kehilangan suara, karena faktor Fadli Zon, juga patut dikaji kembali. Sebab, dukungan dan kekuatan itu datang saat mereka masih memiliki sikap tegas dalam berpolitik. 

Karena ketegasan itu, dukungan terhadap Partai Gerindra datang dari beragam arah. Bahkan, kelompok Islam macam FPI dan HTI pun turut mendukungnya. Sekarang? rasanya sulit terulang. Sikap dua wajah mereka telah membuat kelompok Islam ini merasa dikhianati. Belum lagi konstituen yang berada di akar rumput pun merasakan kekecewaan serupa. Dan, bukan mustahil meninggalkan dukungannya. 

Karena itu, Partai Gerindra sebagai salah satu partai besar harusnya mawas diri dalam bersikap. Keputusannya harus sejalan dengan apa yang dilakukannya. Jika tidak, partai ini bisa dianggap partai banci tanpa ada tujuan jelas. 

Berulang kali pernah penulis bahas, Partai Gerindra harus belajar dari pengalaman pahit Partai Demokrat. Partai yang didirikan SBY ini sempat berjaya dengan menjadi pemenang pemilu pada tahun 2009. Namun, karena sikap politiknya yang tidak jelas menjadikan posisi mereka terus merosot. Hingga akhirnya, Partai Demokrat hanya menjadi partai medioker pada pemilu 2019 lalu. 

Untuk itu, bila Partai Gerindra tidak ingin mengalami nasib tragis, ada baiknya ambil sikap tegas terhadap Fadli Zon. Kalau tidak berani, lebih baik kembali pada wajah aslinya sebagai partai oposisi. 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun