Melani tinggal berdua dengan ibunya, di sebuah perumahan Anggrek Regency. Sebuah perumahan cukup mewah yang berada di Kota Sumedang.
Sebagai anak satu-satunya, hidup Melani sangat berkecukupan. Semua yang diinginkan Melani pasti dikabulkan ibunya. Maklum, si ibu adalah salah seorang pejabat di kantor Pemda Sumedang.
Hanya satu yang selalu membuat Melani hampa dalam hidupnya. Yaitu, tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Menurut cerita ibunya, ayahnya itu meninggal sejak dia berumur satu tahun lebih. Tidak diceritakan detil apa penyebabnya. Karena, ibunya selalu enggan menjawab lebih jauh dan terkesan menghindar setiap kali bertanya tentang ayahnya dan keberadaan kuburnya.
Sore itu, Melani duduk sendiri di ruang tamu. Tak banyak aktifitas yang dia lakukan kecuali asik dengan gawainya. Namun, sekalipun asik memainkan gawai, raut wajahnya seperti sedang memendam perasaan sedih yang tak berani dia ungkapkan pada siapapun.
Ibu Melani mengetahui gelagat itu, lantas dia pun menghampiri anaknya.
"Koq, sendirian aja nih anak gadis mamah. Kenapa, mamah perhatiin dari tadi diem aja?" Tanya ibu Melani, sambil mendaratkan bokongnya persis di sebelah anaknya duduk.
Ditanya ibunya, Melani tak menjawab. Dia asik aja mainin gawainya dengan wajah makin ditekuk. Ada rasa kesal dalam hatinya.
"Hey, anak mamah lagi ngambek ya? What's wrong, honey?" Tanya ibunya lagi, lalu memeluk anak semata wayangnya tersebut.
"It's ok mom."
"I dont believe it. Mamah tahu betul sifat kamu, sayang. Kalau sudah seperti ini, pasti ada sesuatu yang mengganjal. Tell me, please..!"
"Bentar lagi, Melani 17 tahun, mah."
"Oh, jadi itu yang membuat anak gadis mamah ini galau?"