Mohon tunggu...
Elang Bakhrudin
Elang Bakhrudin Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Observer of Community Problems

Likes to share knowledge and experience for community enlightenment

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sikap Nabi atas Kedatangan Waria

6 Desember 2022   10:50 Diperbarui: 6 Desember 2022   11:06 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika Rasulullah saw pulang ke rumah, ternyata ada seorang waria yang "slonong boy" menemui Istri beliau (Umi Salamah). Si Waria asyik bercerita bahwa yang namanya wanita itu datang dengan lemah gemulai dan pergi dengan lemah gemulai disertai goyangan pantatnya. Lalu  nabi berkata : "bukankah kulihat orang ini mengetahui apa yang ada disini, jangan biarkan orang ini masuk  menemui kalian!. Kemudian beliau menyuruh pergi, kemudian lelaki itu tinggal di Padang Sahara, ia hanya ke kota kalau hari jum'at untuk meminta-minta.

Sikap nabi ini pelajaran bagi kita untuk teladan menghadapi mereka yang tidak punya etika, termasuk si Waria tersebut yang seharusnya ia mengetahui kalau itu rumah nabi panutan umat dan Istri nabi yang dimuliakan, namun dengan kekurangakalannya ia tak peduli sehingga nabi menyuruhnya pergi. Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Muslim  dalam kitab Sahihain, melalui hadis Hisyam  ibnu Urwah

Istilah waria disematkan pada laki-laki yang bergaya wanita, jadi menyatu dalam dirinya antara wanita (sifatnya) dan pria (jenis kelaminnya). Keberadaan mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat sejak dahulu sampai sekarang, mereka hidup di tengah masyarakat dan masyarakat sudah memaklumi keberdaan mereka, secara kultural mereka "diterima" sebagai bagian dari anggota masyarakat. Terkadang menjadi hiburan dan sekaligus ledekan bagi temen-temennya karena ada ekspresi yang tidak biasa dilakukan pada umumnya pria.

Dalam perspektif hukum Islam mereka tetap dibina untuk mengikuti hukum-hukum agama yang diajarkan sesuai jenis kelaminnya, jika jenis kelaminnya pria maka hukumnya berlaku  bagi pria, jadi wudhu, shalatnya dan auratnya dihukumi pria. Dalam kitab klasik, atau kitab kuning yang membicarakan fiqih khusus, untuk mereka yang memiliki kelamin ganda disebutnya sebagai "khunsa" atau "bagafurus" dalam bahasa Jawanya. Yaitu bagi mereka yang secara fisik memang memiliki  memiliki alat kelamin dua, kelamin laki-laki dan kelamin perempuan. Istimbath hukumnya ditetapkan berdasarkan mana yang berfungsi dari dua kelamin yang dimiliki, jika yang berfungsi adalah alat kelamin perempuan maka otomatis dihukumi sebagai perempuan demikin pula sebaliknya jika yang berfungsi itu alat kelamin laki-lakinya maka dihukumi laki-laki.

Keberadaan mereka pada perkembangannya saat ini ternyata memiliki varian yang banyak yang dalam pembahasan gender dikelompokkan ke dalam kaum LGBT atau LGBTQ+. Tidak dinafikan untuk saat ini mereka sebagai komunitas sosial yang merasa terpinggirkan karena persoalan orientasi seksual yang tidak umum, mereka menuntut untuk mendapat status tersendiri di masyarakat bahkan sampai kepada menuntut soal pernikahan khusus bagi mereka.

Indonesia sebagai mayoritas muslim tentu dituntut untuk bersikap bijak atas keberadaan mereka, sikap terbaik tentu harus berpedoman pada bagaimana para nabi menyikapinya. Jika dikaitkan dengan nabi Luth as maka beliau tetap mendakwahi mereka agar kembali menormalisasi kehidupan mereka sesuai jenis kelamin yang ditakdirkan bagi mereka secara jelas, jika tidak maka dikhawatirkan akan merusak tatanan kehidupan sosial yang dimulai dari kebebasan orientasi seksual atas nama kebebasan dan kebahagiaan. Yang kedua, sisi kemanusiaannya harus tetap dihormati, karena Tuhan berfirman, "sungguh kami telah memuliakan anak adam..." (17:70). Sebagaimana rasulullah saw berdiri saat jenazah orang kafir diantar ke pekuburan, beliau berdiri untuk menghormati sisi kemanusiaannya.

Ketiga, jika melihat hadist diatas dimana  rasulullah saw menyuruh waria itu pergi karena tingkah lakunya yang tidak menerapkan nilai kesopanan. Artinya disini lebih kepada persoalan etika, apalagi rasulullah saw sendiri bersabda bahwa tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak. Jadi bagian dari dakwah kaum muslimin adalah tidak hanya menyuruh yang ma'ruf (baik) tetapi mencegah yang mungkar (buruk). Adalah dianggap kemungkaran salah satunya jika ada pernikahan yang tidak sesuai dengan aturan agama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun