Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Jika Banjir Datang, Khawatir Trauma pada Ular Muncul Kembali

9 Februari 2021   22:08 Diperbarui: 10 Februari 2021   09:31 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir yang menggenangi kabupaten Hulu Sungai Utara Januari 2021 | Dokpri

Kali ini saya ingin menuliskan kembali tentang banjir yang kami alami, yaitu provinsi Kalimantan Selatan pada pertengahan bulan Januari 2021 lalu. Sebagaimana diketahui bahwa tidak hanya melanda kota Banjarmasin saja, namun juga sampai ke daerah hulu sungai.

Beberapa hari hujan lebat mengguyur kabupaten Hulu Sungai Utara. Akibatnya, debit air begitu cepat bertambah pada sore hari tanggal 17 Januari 2021. Saat itu saya pun sudah mengira bahwa air pada akhirnya masuk rumah kembali.

Walaupun rumah saya dekat dengan sungai, namun sudah dibuat tinggi, dengan tinggi tongkat/penyangga rumah sekitar 1,3 Meter dari permukaan tanah. Rata-rata rumah penduduk hulu sungai memang berupa rumah kayu berbentuk panggung.

Melihat kondisi sungai yang sudah meluap, dan debit air begitu cepat naik permenitnya, saya segera mengemasi barang-barang dan berkas penting untuk diamankan.

Begitu pula dengan beberapa wadah besar yang ada digunakan untuk menyimpan pakaian yang berasal dari isi lemari bagian bawah yang sudah dikeluarkan.

Pagi hari tanggal 18 Januari 2021, akhirnya benar juga dugaan saya. Air sudah menggenangi ruang tengah dengan ketinggian sekitar 8 cm. Tanpa pikir panjang, saya segera mengungsikan anak-anak ke tempat keluarga yang rumahnya lebih tinggi.

Namanya anak-anak. Masih saja sedikit trauma dengan banjir yang juga pernah melanda pertama kali tahun 2020 yang lalu. Betapa susahnya harus berangkat ke sekolah, dan harus terkurung di rumah tak bisa bermain lepas bersama teman-temannya, seperti petak umpet, main bola, main lompat tali dan lain sebagainya. Yang ada hanya bisa mandi dan main air saja.

Kembali ke cerita awal. Sore hari sekitar jam 14.00 WITA air sudah masuk menggenangi ruang kamar dan dapur yang posisi bangunannya lebih tinggi dari ruang tamu. Jadi seluruh bagian rumah saya terendam sudah. Aktifitas saya di rumah harus bergelut dengan kaki yang selalu berendam air.

Setelah asar, saya mulai bingung. Bagaimana nanti dengan tidur? Kebetulan tidak memiliki ranjang. Andai punya ranjang, tentu bisa digunakan untuk shalat, makan, dan tidur. Saya mulai berpikir bagaimana caranya supaya nyaman shalat, makan, dan tidur.

Akhirnya muncul ide untuk menyusun karung-karung berisi pakan ikan yang kebetulan baru dibeli sejumlah 20 karung untuk ikan patin yang saya pelihara. Segera disusun beberapa kayu ulin (kayu besi) dengan beberapa tingkat, kemudian bagian atas disusun karung-karung pakan ikan dengan rapi. Saya sangat bersyukur, akhirnya menjelang maghrib tugas menyusun karung sudah selesai. Permukaan air pun ternyata tampak kian tinggi.

Saat banjir, tentu tak banyak yang bisa dilakukan. Dalam diri saya tetap muncul rasa khawatir dengan anak-anak saya yang sudah diungsikan.

Bagaimana tidak. Mereka masih kecil-kecil dan kurang mengerti tentang bahaya main air, walaupun hampir semuanya sudah pada bisa berenang. Namun sebagai seorang ibu, tetap saja khawatir.

Belum lagi kekhawatiran bakal ada beberapa jenis binatang yang masuk ke dalam rumah untuk berlindung, terlebih lagi ular. Kekhawatiran itu terus saja bergelayut dalam pikiran. Apalagi membayangkan saat tidur, tiba-tiba muncul ular? Duh, seakan tak bisa lagi membayangkan harus bertindak apa.

Malam pertama dalam kondisi banjir, tentunya tak bisa menikmati makan dengan tenang begitu pula tidur nyenyak. Sebentar mata ini terjaga, dan pandangan menyapu seluruh bagian dinding ruangan. Takut adanya ular.

Selasa pagi, 19 Januari 2021. Aktivitas rumah tetap saya lakukan. Sambil pula merapikan barang-barang yang harus diletakkan di atas lemari. Sesekali pula mencek kondisi permukaan air yang menggenangi jalan raya.

Sekira pukul 10.15 WITA, saya sedang asik membersihkan sampah-sampah tanaman yang masuk ke dalam rumah. Terdengar suara desisan lirih dibagian dinding rumah. Segera mata saya menyisir ke tiap bagian dinding rumah untuk mencari sumber suara.

Tak kepalang betapa terperanjatnya saya. Ternyata saya sudah berhadapan dengan ular yang selama ini saya takuti. Besar badannya sekitar 3 cm dengan posisi membelakangi saya. Reflek kaki saya mundur dan pikiran saya langsung teringat dengan sebuah tombak yang terletak di sela dinding dapur. Saya segera lari mengambil tombak dan parang.

Begitu saya kembali ke ruang tengah, ular masih ada. Walaupun sebenarnya saya sangat takut, tapi mau bagaimana lagi, harus berani menghadapi ular dan membunuhnya demi keselamatan diri.

Dengan diiringi doa, segera saya mendekati dan menancapkan mata tombak. Tepat. Mata tombak bersarang di bagian tengah badan ular. Darah muncrat begitu deras. Dengan memegang tombak di sebelah kiri, segera saya ayunkan parang untuk memotong badan ular tersebut. Akhirnya tepat terpotong pula.

Setelah memastikan ular sudah mati. Baru saya angkat dan lempar sejauh-jauhnya. Badan saya gemetar setelah itu. Rasa tak percaya pada apa yang telah dilakukan. Keberanian muncul setelah melalui puncak ketakutan. Saya menghela nafas, seraya berucap syukur pada Tuhan.

Kejadian itu tidak saya ceritakan ke anak-anak lewat pesan WA keluarga. Saya hanya menanyakan kabar mereka dan memberitahu bahwa saya juga baik-baik saja.

Namun saya tetap menasihati mereka supaya berhati-hati berjalan dalam genangan air. Takutnya akan menginjak siput-siput kecil, atau juga beling yang bisa saja ada akibat terbawa arus banjir.

Malam harinya setelah isya, saya mulai merebahkan diri di atas tumpukan karung pakan ikan, dikarenakan sudah merasa capek dengan aktivitas seharian. Pada saat akan memejamkan mata, terdengar kembali sebuah desisan lirih. Suaranya seakan lebih dekat dengan posisi saya sekarang.

Saya segera bangkit dan mencari-cari sumber suara. Ya Allah, ternyata ada seekor ular hitam yang juga besarnya kurang lebih sana dengan ular yang tadi pagi. Saya terperanjat, namun berusaha sekuat tenaga tidak panik, apalagi teriak-teriak. Bakal tak akan cepat juga tetangga menolong, karena rumah saya agak jauh letaknya dengan tetangga.

Tak pikir panjang, dalam ketakutan yang sangat, saya segera mengambil tombak dan parang kembali. Dengan diiringi doa, saya beranikan diri menombak badan ular itu. Tepat. Mata tombak kembali tepat bersarang di badan si ular. Saya ayunkan kembali sebuah parang untuk memotong bagian badannya. Darah mengucur dan tentunya warna air sekitar yang menggenangi ruangan jadi berubah menjadi merah.

Ya Allah. Saya terus berzikir. Dalam kondisi malam begini harus menghadapi ular kembali. Terasa down sebenarnya. Namun harus bagaimana lagi. Saya harus tetap bertahan dirumah, demi jaga-jaga barang yang diamankan di bagian yang tinggi, terlebih berkas-berkas penting.

Sepanjang malam, saya hampir tak bisa memejamkan mata. Bayangan ular terus saja memenuhi ruang mata dan rongga pikiran. Hingga sekitar jam 03.00 wita barulah mata saya mulai mengantuk.

Pagi harinya, yaitu hari Rabu, tepat hari ketiga banjir. Setelah saya menunaikan salat subuh, pikiran saya sudah merasa tenang, karena tidak ada binatang yang mengganggu saat tidur.

Saya perhatikan pula, ternyata ketinggian air dalam posisi bertahan. Segera saya memasak, cuci dan mandi, kemudian bersih-bersih rumah dari kotoran tanah dan sampah yang masuk.

Menjelang siang, saat asik mencuci piring, saya merasa ada sesuatu yang menggelitik kaki. Dengan berusaha tetap tenang, dan tangan perlahan meletakkan piring cucian, segera saya lihat kaki sebelah kiri. Ya Rabb, begitu hebat saya reflek terperanjat. Ada ular kecil menyentuh kaki kiri saya.

Reflek saya kibaskan kaki, dan ular kecil itu terlempar. Syukurnya kaki saya tidak sempat digigitnya. Dalam keadaan takut seperti itu, saya kembali harus berjuang memburu anak ular tadi. Begitu cepat larinya dalam air. Namun syukurnya saya menemukan juga di mana ia sembunyi.

Dengan hati-hati, kembali saya ayunkan parang. Tepat. Langsung terputus. Setelah memastikan anak ular itu mati, baru saya buang bangkainya dengan melemparkan sejauh-jauhnya ke sungai.

Akhirnya banjir pelan surut pada hari keempat, yaitu hari Kamis tanggal 21 Januari 2021. Walaupun rumah masih terendam air beberapa centimeter, harus tetap saya bersihkan. Supaya jika nanti kering, tak terlalu repot lagi membersihkan lantainya.

Hari Jum'at tanggal 22 Januari 2021, air sudah tidak menggenangi rumah, hanya serambi depan yang masih terendam. Saya segera membersihkan bagian lemari bagian bawah yang sempat tergenang, dan meletakkan kembali beberapa barang. Karena kondisi sudah di rasa tepat, anak-anak pun segera saya jemput untuk pulang.

Begitulah jika banjir. Harus siap setiap saat jika ada binatang berbahaya masuk ke dalam rumah. Bagaimanapun mereka juga ingin menyelamatkan diri dari kepungan banjir.

Namun bagi kita sebagai manusia ini, tak salahnya selalu berjaga dengan mempersiapkan senjata untuk mengusir hewan-hewan yang membahayakan keselamatan diri kita.

Dari pengalaman banjir kemaren, saya masih saja teringat dengan pengalaman menakutkan. Tiga kali harus berhadapan dengan ular. Siapa pun saya rasa pasti akan takut dan panik.

Sehingga jika banjir lagi, maka saya khawatir trauma terhadap ular itu akan muncul kembali. Hanya bisa berdoa dan berserah diri padaNya, terutama diselamatkan dari bahaya gigitan ular bila banjir.

(Sungai Limas, 9 Februari 2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun