Mohon tunggu...
Eko Triyanto
Eko Triyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Sejarah

Penjaga akun twitter @ekosangpencerah, bercita-cita punya perpustakaan buku-buku lawas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ki Bagus Hadikusuma, Kesesuaian Hati, Lisan, dan Tindakan

9 Desember 2019   10:45 Diperbarui: 9 Desember 2019   12:23 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 9 Desember lazim diperingati sebagai hari anti korupsi sedunia. Kesepakatan ini dimulai sejak adanya konvensi PBB Melawan Korupsi pada 31 Oktober 2003 silam. Perilaku koruptif bisa lahir dari bentukan lingkungan, sistem maupun kesalahan dalam menginterpretasikan kebijakan yang ada.

Meski demikian keputusan setiap individu untuk melakukan perilaku korupsi atau tidak menjadi penentu. Meski yang demikian bisa saja membawa resiko. Orang yang benar namun berada dalam komunitas yang salah, mungkin dianggap nyleneh bahkan akan diasingkan.

Pelaku korupsi, sebagai kejahatan kerah putih, banyak melibatkan golongan terdidik bahkan yang dianggap paham soal agama. Mereka yang dikenal memiliki sederet prestasi mentereng, berpikiran cemerlang dan tampak relijius banyak yang akhirnya terjerembab ke jeruji besi karena korupsi.

Kecintaan kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia seolah hanya retorika, karena pelaku korupsi sejatinya telah mengkhianati keadilan bagi bangsanya sendiri.

Tidak demikian dengan Ki Bagus Hadikusuma. Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia yang lahir di Kauman Yogyakarta ini bisa menjadi teladan kesesuaian antara hati, lisan dan tindakan.

Pendidikannya tidak lebih dari Sekolah Rakyat, namun ketekunannya untuk belajar membuat Ki Bagus Hadikusuma memiliki wawasan luas. Ia juga giat belajar bahasa asing, Inggris dan Belanda sehingga mampu menyerap literatur dari buku-buku berbahasa asing tersebut.

Ki Bagus Hadikusuma dikenal sebagai tokoh yang konsekuen dengan apa yang ia ucapkan. Termasuk menepati keputusan-keputusan dalam rapat yang ia ikuti. Di Muhammadiyah, Ki Bagus pernah memberikan kritik tajam, dan memutuskan untuk tidak berkenan masuk ke suatu pertemua karena tiadanya tabir yang membatasi laki-laki dan perempuan.

Ia berpendapat, "Meskipun soal tabir tidak tersebut secara kuat dalam aturan Islam, tetapi ia adalah hasil kesepakatan di Muhammadiyah. Kesepakatan tidak boleh diubah, kecuali ada kesepakatan penggantinya," demikian kira-kira ungkapan Ki Bagus. Menandakan ia patuh pada kesepakatan yang telah dibuat.

Dalam ranah kebangsaan, peran Ki Bagus Hadikusuma tidak boleh dianggap remeh. Ialah yang ikut menyusun Mukadimah UUD 1945 dan mengusukan dengan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban dan keadilan.

Para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyetujui hal itu. Pada masa pendudukan Jepang, Ki Bagus merupakan di antara tokoh yang menolak melakukan penghormatan kepada Dewa Matahari atau disebut saikirei.

Sebagai pribadi, Ki Bagus Hadikusuma senang dengan dunia ilmu. Baginya menjadi guru adalah anugerah yang luar biasa. Maka ia mengabdikan diri mengajar di Mu'allimat Muhammadiyah Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun