Mohon tunggu...
Eko Riyanto
Eko Riyanto Mohon Tunggu... -

Anak Negeri, yang mencoba berguna untuk dunia, spesialnya Indonesia dan orang-orang di sekitarku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesona Cahaya Wanita, Untuk Sang Pria

19 Februari 2012   13:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:27 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suatu hari di rumah teman sebayaku, aku berkunjung sekedar untuk bersilaturahmi karena lama tidak jumpa dengannya. Nasibnya, memang lebih beruntung dahulu dalam membangun keluarga dengan sang wanita pilihannya. Jika dibandingkan saya. Teringat jelas akan hal yang tidak mungkin aku lupakan dari mereka. Kesetiaan, kesungguhan maupun kecintaan sang istrinya pada suaminya, sejenak serasa memberi kesejukan suasana inspirasi jiwa. Terlihat jelas dan kurasakan dengan penuh mendalam dengan jiwa pesona. Saat sang istrinya mengambilkan makanan dan minumannya untuknya. Tiada rasa berat, namun dengan niat dan ikhlas, terasa tiada terpaksa untuk mengambilkannya. Dan tentunya, ini pasti bukan sesaat, seminggu, sebulan, atau pun setahun lamanya. Namun seumur hidupnya, semoga saja.

Tidak seperti halnya, sebuah rasa yang membahana dalam jiwa seorang remaja yang sedang jatuh cinta di masa muda,saat-saat masa SMA, misalnya. Yang mana, terlihat begitu mesra dengan kata-kata sayang dari keduanya dalam berucap dan menyapa dalam kesempatan yang ada. Namun itu hanya sebuah rasa yang mengalir dalam jiwa mereka yang hanya sesaat yang terkadang hanya dalam hitungan beberapa bulan sajadapat bertahan. Atau pun sekedar untuk bergaya semata demi sebuah penutup identitas status di mata teman-teman mereka akan kepemilikan seorang pacar duluan. Agar tidak dikatakan ketinggalan jaman atau lainnya.

Jika saja aku ingat-ingat kisah percintaannya. Teringat dalam benak, meski tidak semuanya aku ketahui dari kisah mereka. Bibit-bibit kasih dan setia dengan penuh ketulusan dan ikhlasnya. Mereka jaga bersama dalam permulaan kisah dan keberlanjutan cerita sejarah sampai menuju pelaminannya sampai sekarang. Seperti apakah sikapnya si wanita pada sang pria yang tidak lain sahabatku sendiri. Beginilah sedikit kisahnya yang aku ingat darinya.

Rasa sopan dan menghargainya si wanita dalam kesehariannya. Kata maaf dari si wanita padanya jika saja merasa melakukan kesalahan meski sedikit saja. Keceriaanya, jika menyambut usul dan saran dengan penuh dukungan nyata dan senyuman. Jelas sekali dapat aku rasakan kenyataannya pada saat itu juga. Tidak ketinggalan pula sikap keshalihannya pun terpancar dari taat ibadahnya. Sungguh itulah pancaran pesona ketulusannya. Tiada tutur kata yang tak sepantasnya dari kedua mereka dengan sia-sia dan seenaknya tanpa makna dan melanggar norma. Seperti halnya, jika saya bandingkan dengansebuah kisah-kisah cinta pada era sekarang. Meski jalinan hubungan berjalan wajar namun kata-kata dari mereka, tiada gusar atau pun pembatas kata sopan maupun norma dalam berucap. Berbagai ucapan dan keluh kesah yang tidak terbendung dari status di dinding facebook mereka. Atau pun secara nyata dalam kesahariannya. Menjadi saksi nyata dari sikap yang tidak selayaknya tepat dalam membangun kasih sayang dalam menuju pelaminan. Misal saja mengucap kata dengan seenaknya yang antara lain a*u, baj*ngan, k*nt*l, an*uk dan anjr*t serasa sudah menjadi sarapan biasa baginya.

Padahal sudah nyata, kata-kata yang diucapnya sudah pasti menjadi bukti maupun cermin apa yang ada dalam jiwa mereka. Dan yang paling parah dan tak bias aku terima. Dengan nama cinta yang hanya bermodal rasa saja, tanpa adanya akal sebagai ikut penentunya. Masih saja banyak wanita atau pun pria pada pasangan yang setia. Jelas-jelas itulah cermin sikap mereka yang sudah terbiasa keluar dari jiwanya. Cinta memang buta, itu ada benarnya. Jika saja tanpa bermodalkan akal, tetapi hanya bermodal rasa dan rasa saja.

Akhir kata dari tulisan, semoga saja di saat kita putus dalam percintaan karena ketidak cocokan rasa maupun belum menemukan pasangan hidup sejati kita. Itu merupakan sisi yang memihak pada kebenaran untuk diri kita, bahwa sikap kita yang sudah diniati dengan benar dan berakhlak merupakan jiwa sejati atas anugerah dari-Nya. Yang pada akhirnya, dengan penuh suka cita dan niat-Nya. Tuhan kita memberikan seorang teman yang akan berniat setia, tulus dan ikhlas menemani hidup kita di dunia maupun di akhirat.Seperti halnya mereka yang pada saat ini sudah berkeluarga membangun kebahagian penuh rasa suka dan cita ke depannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun