Mohon tunggu...
Eko Avianto
Eko Avianto Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Jamaah Yutubiyah | Penikmat kopi saat mentari belum terlalu tinggi

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Heboh Cryptocurrency

17 Juli 2019   12:13 Diperbarui: 17 Juli 2019   22:46 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

0 Advanced issues found▲

1

Dunia dihebohkan dengan rencana Facebook membuat mata uang digital bernama Libra. Kabar terbaru menyebutkan bahwa Kongres Amerika Serikat menyatakan keberatannya atas rencana Facebook tersebut. 

Bahkan dalam rapat dengar pendapat tadi malam (16/7/19) Senator Sherrod Brown menyatakan bahwa Facebook berbahaya terutama kaitannya dengan masalah keamanan data penggunanya. Skandal Cambridge Analytics beberapa waktu lalu membuktikan pernyataan tersebut sekaligus membuka mata kita bahwa data kita teramat sangat rentan disalah gunakan oleh pihak lain di era digital saat ini. 

Cryptocurrency dianggap banyak kalangan sebagai revolusi keuangan karena akan mengubah sistem keuangan dunia yang bersandar pada bank. Bank sentral seperti The Fed atau Bank Indonesia menjadi berkurang fungsinya atau bahkan hilang sama sekali. Eksistensi bank konvensional juga akan semakin terpuruk akibat berkurangnya cadangan uang di bank. Sekarang saja bank sudah menghadapi masa sulit akibat munculnya e-wallet dan e-money. Meski Libra dan Bitcoin adalah dua entitas yang berbeda, tetapi tidak atau belum adanya regulasi membuat para pemangku kebijakan khawatir dengan eksistensi cryptocurrency tersebut.

Keberadaan Facebook dalam era digital sangat krusial. Bisa dianggap Facebook adalah dunia dalam dunia. Bayangkan saja, diperkirakan ada 3 milyar lebih pengguna aplikasinya termasuk Whatsapp dan Instagram. Itu sama dengan 30% penduduk bumi saat ini. Maka satu produk saja berhasil dijalankan oleh Facebook, dampaknya akan sangat terasa. 

Isu keamanan akan selalu menjadi sisi terlemah dari mata uang digital. Belajar dari kasus pencurian pada bursa cryptocurrency yang mencapai angka fantastis: Rp. 3,7 triliun pada tahun 2017 kemudian meningkat menjadi Rp. 23,9 triliun pada tahun 2018 dan terakhir pada bulan Mei 2019 kita mendengar bahwa salah satu bursa cryptocurrency bernama Binance diretas dan kehilangan US$ 41 juta (Rp. 588 miliar) maka dalam hal masalah keamanan akan selalu disorot.

Maka tidak heran jika muncul satu teori konspirasi pada tahun 2017 ketika Bitcoin sedang naik-naiknya hingga mencapai nilai Rp. 300 juta-an per 1 Bitcoin setelah itu jatuh sehingga banyak investor merugi, ditambah kasus pencurian yang meningkat tajam di tahun 2018, ada sebagian kelompok menilai itu adalah ulah dari kalangan perbankan. Tujuannya tentu saja untuk membuktikan bahwa cryptocurrency tidak aman dan tidak cocok dijadikan sebagai instrumen investasi. Tapi sekali lagi itu hanya sebuah teori konspirasi.

Sebagai orang awam, penulis hanya bisa mengikuti beritanya tanpa bisa berbuat banyak. Tapi yang penulis tahu dalam sebuah revolusi pasti akan ada konfrontasi. Semoga tidak perlu sampai ada krisis ekonomi gara-gara cryptocurrency. Bukan apa-apa. Jika saat ini Facebook tidak berhasil meng-gol-kan Libra karena hambatan regulasi, suatu saat pasti akan ada institusi lain yang melakukannya. Semoga regulasinya cepat terwujud dan bisa diterima banyak pihak.

Penulis mah transaksi tunai saja. Paling banter pakai mesin ATM untuk transfer dan bayar tagihan. Cashless-nya cuma dompet digital Ojol sama e-money. Itupun isi saldonya kalau pas butuh saja...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun