Ketegangan yang kembali membara di Timur Tengah, khususnya antara Iran dan Israel, menjadi bukti bahwa dinamika perang modern telah berubah drastis. Bukan lagi barisan tank atau gelombang pasukan infanteri yang mendominasi medan pertempuran, tetapi rentetan rudal presisi tinggi yang diluncurkan dari jarak jauh.
Perang rudal antara Iran dan Israel baru-baru ini menandai era baru dalam strategi pertahanan global. Di era ini, negara yang tidak siap dengan teknologi rudal baik untuk menyerang maupun bertahan maka berpotensi menjadi sasaran empuk di masa depan.
Kondisi ini pun memunculkan satu pertanyaan mendesak bagi Indonesia: Apa jadinya jika Indonesia masih bergantung pada impor rudal, lalu suatu hari diboikot?
Ketergantungan Impor Rudal: Ancaman Nyata di Masa Damai
Indonesia selama ini masih sangat bergantung pada impor sistem persenjataan strategis, termasuk rudal. Negara-negara produsen rudal besar seperti Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, dan beberapa negara Eropa memiliki kontrol ketat atas ekspor teknologi militer mereka. Di sisi lain, embargo atau boikot militer adalah instrumen politik yang kerap digunakan untuk menekan negara-negara berkembang.
Bayangkan jika suatu saat, ketika situasi geopolitik memanas, Indonesia justru berada dalam posisi tidak bisa mengakses rudal untuk mempertahankan wilayahnya. Ini bukan sekadar skenario fiksi ilmiah. Embargo senjata sudah berulang kali digunakan di berbagai konflik, mulai dari Iran, Korea Utara, hingga Venezuela. Ketergantungan pada luar negeri berarti menyerahkan sebagian kedaulatan ke tangan negara lain.
Rudal: Senjata Utama Perang Zaman Sekarang
Perang Iran-Israel membuktikan bahwa rudal bukan lagi pelengkap, tetapi telah menjadi ujung tombak utama dalam strategi pertahanan negara modern. Rudal balistik, rudal jelajah, hingga rudal hipersonik menjadi alat utama serangan jarak jauh yang dapat menembus pertahanan musuh dengan presisi.
Tak hanya menyerang, rudal juga menjadi komponen penting untuk pertahanan udara. Sistem seperti Iron Dome milik Israel atau S-400 milik Rusia menunjukkan betapa pentingnya kemampuan menangkal serangan rudal dari musuh.
Indonesia, dengan luas wilayah dan posisi strategis di tengah jalur perdagangan internasional, tidak bisa mengabaikan ancaman serangan udara modern. Wilayah yang luas menuntut sistem pertahanan berlapis. Dan itu artinya kemampuan rudal nasional harus dibangun sesegera mungkin.
Indonesia Punya Modal: Ilmuwan, BUMN, dan SDM Unggul
Sebenarnya, Indonesia tidak kekurangan sumber daya untuk memulai kemandirian dalam produksi rudal. Kita punya para ilmuwan hebat, teknokrat unggulan, dan perguruan tinggi yang mampu melakukan riset dan pengembangan.
Lembaga seperti PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, hingga LAPAN memiliki sejarah panjang dalam pengembangan teknologi militer dan antariksa. Bahkan beberapa prototipe roket dan drone telah berhasil dikembangkan dalam negeri.
Dengan sinergi antar BUMN strategis dan lembaga riset, bukan hal mustahil untuk menciptakan sistem rudal buatan Indonesia sendiri. Namun, semua ini kembali kepada satu faktor utama: kemauan politik dan dukungan publik.
Kemauan Politik: Kunci Produksi Rudal Nasional
Tanpa keberanian politik dari pemimpin negeri, mimpi memiliki industri rudal nasional hanya akan menjadi wacana. Pemerintah harus menetapkan industri pertahanan terutamanya  teknologi rudal sebagai prioritas nasional.
Seperti halnya Korea Selatan dan Turki yang beberapa dekade lalu juga memulai dari ketergantungan, mereka kini telah berhasil menjadi produsen rudal kelas dunia berkat konsistensi politik dan visi jangka panjang.
Pemerintah Indonesia harus memberikan anggaran riset, insentif industri, serta payung hukum untuk mendukung pengembangan sistem rudal nasional. Hal ini perlu disertai regulasi yang mendorong kolaborasi antara universitas, industri, dan militer.
Dukungan Rakyat: Pilar Kedaulatan Pertahanan
Selain kemauan politik, dukungan dari masyarakat juga menjadi bahan bakar utama. Kesadaran kolektif bahwa kedaulatan bangsa tidak bisa disewa harus menjadi nilai yang ditanamkan dalam benak publik.
Membangun industri pertahanan tidak semata-mata untuk ambisi militer, tetapi sebagai simbol berdiri di atas kaki sendiri (berdaulat) dalam menjaga integritas wilayah NKRI. Rudal nasional bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal harga diri bangsa.
Pendidikan dan kampanye kesadaran publik perlu dilakukan agar rakyat memahami pentingnya kemandirian teknologi militer. Karena di masa depan, bukan lagi jumlah tentara yang menentukan, tetapi siapa yang mampu menguasai teknologi strategis.
Jalan Menuju Industri Rudal Nasional: Apa yang Bisa Dilakukan Sekarang?
Ada beberapa langkah konkret yang bisa mulai dilakukan:
- Penguatan Riset dan Inovasi
- Pemerintah perlu mengucurkan anggaran khusus untuk riset rudal di lembaga seperti BRIN, LAPAN, dan universitas teknik.
- Alih Teknologi dari Mitra Strategis
- Setiap pembelian alat utama sistem senjata (alutsista) dari luar harus disertai offset atau transfer teknologi yang signifikan.
- Pengembangan SDM Pertahanan
- Pendidikan tinggi dan pelatihan vokasi di bidang teknik roket dan sistem kontrol rudal harus diperluas.
- Kolaborasi Multisektor
- BUMN pertahanan, TNI, universitas, dan industri swasta perlu duduk satu meja membentuk konsorsium rudal nasional.
- Dukungan Legislasi dan Regulasi
- DPR dan pemerintah pusat perlu membuat UU khusus tentang industri pertahanan strategis dan teknologi tinggi.
Menatap Masa Depan: Kedaulatan Harus Dibangun Sendiri
Perang Iran-Israel memberikan pelajaran penting bagi Indonesia. Dunia sudah berubah. Perang modern tidak lagi didominasi oleh kekuatan manusia, melainkan oleh teknologi. Dan teknologi ini tidak bisa dibeli begitu saja saat krisis datang.
Indonesia harus menatap masa depan dengan keberanian. Kita tidak bisa bergantung selamanya pada negara lain untuk pertahanan. Kemandirian teknologi rudal bukan hanya soal kesiapan perang, tapi soal mempertahankan eksistensi bangsa di tengah gejolak global.
Kita punya semua syarat untuk mewujudkan cita-cita ini: SDM, SDA, industri, dan semangat kebangsaan. Tinggal satu yang harus kita wujudkan bersama: kemauan politik dan kesadaran rakyat.
Karena seperti yang dikatakan banyak tokoh bangsa "kedaulatan itu tidak bisa disewa. Ia harus dibangun sendiri."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI