Kereta Cepat "Whoosh" Merugi, Bukan Tanggungan APBN
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh yang dioperasikan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang mengalami kerugian menjadi beban pemerintah. Total hutang Kereta Cepat Whoosh (KCJB) mencapai sekitar Rp 116 triliun atau setara USD 7,2 miliar, termasuk pembengkakan biaya proyek. Sebanyak 75 persen pendanaan proyek berasal dari pinjaman China Development Bank, sementara sisanya berasal dari modal pemegang saham, termasuk KAI, Wijaya Karya, PTPN I, dan Jasa Marga.
Kerugian proyek kereta cepat ini dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) Â mencapai seratus triliun lebih jelas menimbulkan beban finansial signifikan bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan konsorsium BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Beban bunga utang Kereta Cepat Whoosh diperkirakan mencapai Rp 2 triliun per tahun. PSBI mencatat kerugian finansial yang terus menumpuk, yang pada akhirnya memengaruhi keuangan BUMN anggotanya.
Dikhawatir tidak akan tertutupi jika tiket terjual tidak tercapai dari target yang ditetapkan. Dalam jangka menengah/panjang perkiraan saya belum mencapai break event point (BEP) dari skema pinjaman 40 tahun. Apakah memperoleh untung secara finansial? masih tanda tanya besar. Namun demikian, optimisme dilihat dari sisi positif kemungkinan dampaknya multi flyer effect pada perekonomian regional.
Bagi orang awam setidaknya kita ingin tahu, bagaimana kinerja operasional kereta cepat yang dikelola oleh PT KCIC? Berdasarkan Laporan Keuangan Tengah Tahun KAI per 30 Juni 2025 unaudited, tercatat bahwa kerugian bersih dari investasi pada entitas asosiasi dan ventura bersama di PT PSBI mencapai Rp 951,48 miliar. Sementara itu, sejak awal tahun 2025 ini, PT KAI telah mengucurkan modal investasi ke PT PSBI mencapai senilai Rp 7,7 triliun. Untuk diketahui, PT KAI sendiri tercatat memiliki saham di PT PSBI sebesar 58,53 persen.
Namun, dari total investasi proyek yang mencapai USD 7,27 miliar, termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar USD 1,2 miliar. Di mana 75 persen permodalannya dipenuhi melalui pinjaman Bank Pembangunan China (CDB) dengan tenor 40 tahun dengan bunga 2 persen per tahun, dan hanya 25 persen yang dipenuhi dari modal bersama KCIC.
Menteri Keuangan Menolak Kerugian Kereta Cepat Dibebankan Pada APBN
Kerugian kereta cepat Whoosh tidak diperbolehkan menutupi atau menalangi dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah dikatakan oleh Purbaya selaku Menteri Keuangan sebagai bendahara negara.
Purbaya menolak jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dipakai untuk menanggung sebagian hutang proyek Kereta Cepat Whoosh yang dioperasikan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Ia menilai tanggung jawab pembayaran utang seharusnya dikelola oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia yang menaungi proyek tersebut. Penegaskan tidak ada utang pemerintah dalam proyek kereta cepat Jakarta Bandung atau Whoosh karena Proyek itu digarap konsorsium antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dengan perusahaan dari Tiongkok.
Penegasan tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto mengatakan, BUMN Indonesia yang masuk dalam konsorsium adalah PT Kereta Api Indonesia (KAI). Seluruh kesepakatan dalam proyek itu terjadi secara business to business (B2B).Â