Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Selamat Ditinggal Mati Induknya, Bomogo Mati Diracun

23 November 2021   12:02 Diperbarui: 23 November 2021   14:10 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak anjingku mati diracun tetangga. Sejak itu pula aku berhenti memelihara binatang. Saya ingat betul peristiwa itu membuatku shock waktu itu. Sampai-sampai malam itu, ayahku mengajak kami mendoakannya.

Anjing adalah peliharaan yang umum di kampungku. Hampir setiap rumah punya peliharaan anjing. Fungsi untuk menjaga rumah dan menemani ke ladang.

Tapi, tidak melulu seperti itu. Kadang hubungan lebih tragis bisa terjadi. Anjingnya disembelih dijadikan lauk. Saya akui pernah juga menyantapnya. Memang lumrah saja di kampungku, maafkan aku.

Keluargaku sudah dari zaman kakek memelihara banyak anjing. Pernah seingatku 7 atau 8 ekor. Jenisnya anjing kampung perawakannya kalau diamati mirip siberian husky tapi warnanya hitam.

Anjing sebanyak itu memang ada tujuannya. Aku ingat betul waktu itu musim durian. Monyet-monyet sialan sering datang bergerombol ke kebun. Mereka merusak durian yang masih muda.

Anjing-anjing itu sengaja dibawa dan dilepas di kebun. Begitu gerombolan monyet mendekat ke kebun. Anjing-anjing itu menyalak dan mengejar. Gerombolan monyet itu melompat-lompat di dahan pohon, bubar melarikan diri.

Selepas lulus Sekolah Dasar, melanjut ke SMP dan  SMA di kota. Kira-kira kelas I atau II SMA, aku tidak ingat persis. Anjing tersisa di rumah tinggal satu betina. Aku tidak ingat persis kenapa tinggal satu.

Aku menduga-duga, mungkin karena kami tidak menggarap tanah lagi di tengah hutan. Jadi, rumah tidak memerlukan banyak anjing. Cukup satu-dua untuk menjaganya.

Anjing yang tersisa itu kemudian melahirkan 2-3 ekor anak. Aku tidak ingat persis angka pastinya. Malangnya, beberapa hari setelah melahirkan dia ditabrak mobil di depan rumah. Anak-anaknya kemudian tidak punya induk lagi.

Sewaktu aku liburan dari Kota Kabupaten (Tarutung). Aku iba saja melihat anak-anak anjing itu. Ibu dengan telaten berusaha merawat anak-anak anjing itu. Air tajin menjadi andalan meski sesekali dikasih susu formula.

Ibuku waktu itu tidak berharap banyak. Dia tidak yakin anak-anak anjing itu bertahan hidup. Masih terlalu kecil, katanya. Mana di kampung tidak ada rumah sakit hewan. Boro-boro, rumah sakit untuk manusia aja tidak ada. Merawat itu mungkin hanya menjalankan tanggung jawab sebagai manusia!

Aku ingat ibu sampai menawar-nawarkan kepada tetangga untuk merawat anak-anak anjing itu. Siapa tahu ada yang tertarik dan telaten merawatnya. Sementara itu, aku putuskan  membawa seekor ke kota. Sisanya, aku tidak tahu nasibnya.

Aku beri dia nama Bomogo. Tidak ada alasan apa pun. Aku hanya senang saja bunyi bernuansa afrika. Bomogo ternya berhasil melewati masa-masa kritis lalu tumbuh menjadi anjing kecil yang lucu.

Uniknya, anjing memang tahu balas budi, dia ingat betul sama manusia yang merawatnya. Setiap pagi, begitu dia dilepas dari rantai dia akan mencariku. Berlari-lari ke sana sini.

Begitu masuk kamar dia menggonggong membangunkanku sambil melompat-lompat. Selepas itu dia akan mengantarku ke sekolah. Biasanya sampai ujung gang rumah saja, tidak ikut menyeberang jalan raya. Lalu, dia akan kembali dan menungguiku di rumah.

Sepulang sekolah begitu melihatku di ujung gang. Dia akan berlari menjemputku sambil meloncat-loncat. Dia akan menemaniku makan. Lalu, mengantarku bimbingan (les) sampai ke ujung gang. Sekembali dari bimbingan, begitu melihatku, dia menjemputku ke ujung gang sambil meloncat-loncat.

Begitulah terus-menerus rutinitasku. Bamogo pernah menjadi teman yang baik bagiku. Pun demikian dengan orang-orang yang ada di rumah.

Namanya anjing pasti senang berlari-larian, menggonggong dan mengejar-ngejar mahluk kecil. Sudah nalurinya mengejar tikus sampai menggali lubang-lubangnya. Pun demikian dengan mengejar ayam-ayam tetangga.

Tapi, itu pun hanya sesekali jika dia melihatnya berkeliaran di depan atau belakang rumah. Dia tidak pernah menggigit apalagi memakan ayam tetangga. Lha, gitu ayamnya melawan mematok, dia langsung kaing-kaing masuk ke rumah.

Tapi, namanya manusia mungkin terganggu dengan tingkahnya. Setelah sekitar dua tahun kebersamaan kami. Aku menemukannya tergeletak di rumah dengan kondisi mulut berbusa. Keracunan!

Saya tidak tahu siapa yang pertama menemukan. Ada sisa daging di halaman belakang rumah. Setelah diamati oleh ayahku yang kebetulan penyuluh pertanian. Ayah bilang itu sepertinya diracun pakai umpan daging.

Akhirnya, Bomogo tidak terselamatkan. Dia mati! Itulah pertama kali aku rasa sedih yang mendalam kehilangan peliharaan. Sudah susah payah mengurusnya supaya bertahan hidup setelah ditinggal mati induknya. Eh, matinya diracun orang.

Ayahku malam itu sampai mengajak kami untuk mendoakan Bogomo dan orang yang meracunnya. Isi doa ayahku memohon kepada Tuhan supaya kami diberikan kekuatan dan orang yang meracunnya ditumbuhkan belas kasih.

Seumur hidup baru kali itu aku lihat ayah mendoakan hewan yang mati. Dulu, Si Beruang, anjing peliharaannya hilang gak didoakan. Katanya, paling sudah dimakan orang.

Sekarang mungkin rasanya kelihatan itu lucu. Masak anjing mati didoakan? Tapi, cara itu bisa menyembuhkan luka karena kehilangan hewan peliharaan. Pun jalan memberi maaf pada orang lain tanpa harus dia meminta maaf!

Paling tidak itu efektif bagiku. Aku tidak menyimpan marah dan dendam untuk yang meracuninya. Aku relakan aja kehilangan hewan peliharaan.

Aku yakin ayahku tahu bahwa Bomogo telah menjadi bagian dari keluarga. Dia memang hewan peliharaan tapi dia telah tumbuh menjadi 'teman'. Cara paling tepat untuk melepasnya ada dengan ikhlas seraya menyampaikannya pada pencipta-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun