Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Nostalgia Ramadhan di Tanah Batak

19 April 2021   22:28 Diperbarui: 19 April 2021   23:06 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: stock.adobe.com

Menariknya bagi kebanyakan orang kampungku yang tidak berpuasa, orang yang berpuasa itu tentu tantangannya berat. Mengingat biasanya makan 3 kali sehari dengan nasi menggunung. Tiba-tiba, hanya makan sebelum matahari terbit lalu baru makan lagi setelah matahari terbenam. Jadi, ada rasa simpati.

Efeknya di sekolah pelajaran olahraga tidak lagi favorit. Meskipun yang puasa hanya satu orang, yang lain ikutan saja menemani. Kami biasanya mengisi jam olahraga dengan mengerubungi yang berpuasa ha...ha....ha...kadang ada saja yang iseng kalau lagi puasa bisa manggil hujan enggak?

Dulu waktu masih lugu-lugunya, saya punya teman bernama Radikyn, sekarang sudah jadi fotografer hebat. Waktu SD, dia ini gesit bermain bola dan cocok jadi striker. Nah, ketika dia berpuasa dia tidak boleh ikutan. Takut dia lecet-lecet atau terluka yang membuat puasanya batal. Maklum setahu kami, ya, kalau berdarah batal. Paling banter dia jadi kiper berdiri diantara sandal yang dijadikan tiang.

Pernah juga dia tidak sedang puasa, di dalam tasnya ada makanan. Anak-anak langsung ngomel-ngomel, dosa kamu. Eh, sejurus telur dadar dan nasi yang ada di dalam tasnya diambil alih (dimakan) rame-rame. Itu mungkin kelas 5 atau 6 SD.

Akhirnya, Puncak Ramadhan Itu Dirayakan Bersama

Biasa di puncak Bulan Ramadhan, saat lebaran tiba. Anak-anak yang beragama Kristen sudah bersiap dengan baju bagus dan kantong plastik. Nanti tanpa dikomando sehabis Sholat Ied kami akan berlomba-lomba menuju rumah warga yang muslim.

Rumah-rumah akan membuka pintunya bagi anak-anak. Aku masih ingat waktu itu 2 guru kami merayakan Idul Fitri plus teman-teman. Tanpa ragu-ragu kami berlarian masuk ke dalam rumah yang sudah serasa rumah sendiri. Kue-kue kering yang disediakan dimasukkan ke dalam kantong yang dibawa tadi.

Kadang ada tuan rumah yang royal. Kalau ada anak yang berani menyanyi disawer. Tapi, aku sendiri tidak bisa menyanyi karena tidak semua orang batak bisa bernyanyi.

Setelah berkeliling di rumah warga, menjelang sore hari kami akan pulang. Masing-masing kantong kuenya sudah penuh. Beberapa anak yang berbakat menyanyi mendapat bonus beberapa ratus rupiah. Aku sendiri biasa sudah cukuplah dengan kue-kue kering.

Begitulah kami menjalani Bulan Ramadhan. Anak-anak itu sekarang sudah tumbuh dewasa. Semoga mereka juga membagikan pengalaman indah ini ke anak-anak mereka. Agar kelak Kebinekaan Indonesia tetap terjaga dan Indonesia utuh selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun