Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pers Indonesia, Riwayatmu Kini

10 Februari 2020   14:39 Diperbarui: 10 Februari 2020   15:43 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

Apa yang anda bayangkan tentang "peran pers" di era dimana kita (pembaca) sudah tahu informasi bahkan sebelum naik meja redaksi?

Kita Semua Insan Pers

Pada peringatan Hari Pers Nasional 2020, rasanya tidak tepat tanpa melihat dari konteks kekinian. Hal itu, kita mulai dari teknologi internet yang terus berkembang. Digitalisasi dan media sosial, sejak itu pulalah medan perang pers berubah.

 Tugas pers itu sendiri diambil alih! Orang-orang (tanpa harus menjadi jurnalis) sudah melakukan kegiatan jurnalistik. Mereka mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya.Sarana yang dimanfaatkan beragam media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Sederhana saja, katakanlah ada seorang pengendara motor melihat ada kecelakaan, merekam sambil dia bercerita lalu hasilnya dikirim ke grub whatsap. Informasi tersampaikan dalam hitungan detik.Lalu masihkah kita butuh pers? Bukan kita adalah pers itu sendiri?

Disrupsi Si Biang Kerok

Di era saat ini, Kompas yang berkantor di Palmerah yang sehari-hari melakukan kerja-kerja jurnalistik baik cetak dan elektronik ditantang sebut saja si Udin. Udin ini kerjanya muter-muter, main-main gadget dan publish situasi Jakarta di Instagram secara real time jadilah berita. Bisa juga si Togar yang hobi makan sambal ngevlog, ya, influencer. Itulah faktanya! Udin dan Togar melaksanakannya kapan dan di mana pun tanpa proses editing yang ribet. Dia menjadi segalanya yakni perusahaan pers, kantor berita dan jurnalisnya!

Ini memang era disrupsi. Perkembagan Ilmu pengetahuan dan Teknologi telah merobohkan tatanan Pers konvensional. Pers model lama pelan-pelan akan mati. Mungkin masih ada yang setia. Rugi asal tidak mati. Ekosistem pers kekinian telah dijajah platform-platform yang menyerupai media/pers. Mereka mengambilalih ceruk keuntungan media/pers.

Inovasi telah menggantikan cara-cara lama dengan cara baru yang cepat dan murah. Hal potensial lain yakni akan ada pergantian pemain. Mereka yang tua dan old fashion akan digantikan yang muda dan trendy. Kata Clayton Christensen, professor di Harvard Business School, Disrupsi bersifat destruktif dan kreatif.

Garda Penangkal Hoaks, Mestinya Non Partisan

Di tengah carut-marut informasi saat ini, dimana informasi diobral dimana-mana. Ada satu kesulitan mendasar bagi publik, informasi mana yang dapat dipercaya? Salah-salah menerima informasi, masyarakat bisa dirugikan. Broadcast info bencana misalnya, sering membuat masyarakat panik yang berujung kecelakaan.

Ada hal yang tidak mungkin dilakukan penggiat medsos meskipun bertingkah layaknya jurnalistik! yakni proses menuju validitas dan etika yang ada di dalamnya. Editing dan filtering memang terkadang mengganggu kecepatan dan orisinilitas informasi tapi jangan-jangan di menyelematkan nyawa. Untuk mencapai tahap itu, butuh pengalaman dan kepekaan terhadap situasi.

Namun, ada tantangan berat dari Pers Indonesia. Ya, kita semua tahu bahwa media di Indonesia ada yang berafiliasi dengan politisi. Hubungan mereka seringkali unik dan melewati sikap profesionalitas. Media yang seharusnya non partisan kelihatan nyerong ke partai atau politisi tertentu. Masyarakat pasti dapat menilai, partai mana yang seringkali nongol. Hal ini menjadi krusial karena tidak objektif atas kebenaran yang harusnya disuarakan media. Mau dilarang, dia bohirnya. Tapi, biarkan saja dia akan tenggelam dengan sendirinya.

Refleksi Hari Pers Nasional 2020

Hari Pers Nasional 2020 bisa menjadi ajang refleksi. Bahwa Pers Indonesia memang perlu memperbaharui infrastruktur. Adaptasi dengan zaman yang terus berkembang supaya tidak hilang dilindas waktu. Cara-cara lama seringkali tidak bisa menjawab persoalan baru. Teknologi adalah keniscayaan, dia mendukung kecepatan dan efektifitas.

Pers juga harus bisa menjadi garda terdepan dalam menangkal hoaks. Caranya tetap sama, junjung tinggi tetap etika! Etika menuntut insan pers menyapaikan kebenaran, keadilan dan keseimbangan.

Soal ekosistem pers memang perlu penataan dari pemerintah. Boleh-boleh saja platform media non pers tumbuh subur, menyebarluaskan informasi dan memperoleh untung. 

Satu hal yang penting, platform harus dikenakan kewajiban sebagaiman pers yakni menjamin bahwa informasi benar dan membayar pajak ke negara. Soalnya kalau pers yang dibebasin dari kewajiban dengan dalih keadilan bisa ambyar republik ini!

Selamat Hari Pers Nasional! Horas!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun