Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Daun Hati

11 Oktober 2018   04:26 Diperbarui: 15 Oktober 2018   08:55 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah Anda patah hati?

Apa yang membuat Anda berpikir untuk melupakannya? 

Ya,  melupakan orang yang mematahkan hatimu.

Suasana masih sibuk di RS Dr Soetomo Surabaya.  Beberapa orang dokter dan suster saling berlomba dengan waktu untuk menyelamatkan pasien. 

Di salah satu ruang perawatan. 

"Assalamualaikum" seorang dokter laki-laki tinggi yang masih menggunakan masker, menyapa ramah Sinta. 

"Waalaikumsalam Dok" jawab Sinta. 

"Alhamdulillah kondisimu sudah baikan Sinta" jawab dokter tersebut. 

Entah mengapa Sinta merasa tidak nyaman dengan keramahan dokter tersebut.  Seolah-olah ada sesuatu yang tetiba menusuk hatinya. 

Tiga hari lalu,  Sinta dibawa oleh seseorang untuk dirawat di RS tersebut karena Sinta menjadi korban tabrak lari.  Kondisinya sempat kritis karena tidak sadarkan diri.  Namun di hari ketiganya Sinta berangsur membaik,  tekanan darahnya normal,   tidak ada bagian tubuhnya yang mengalami patah tulang. Hanya ada beberapa memar di bagian kaki dan tangan.  Hasil CT scan pun bagus. 

"Sinta... " dokter itu menatap wanita di hadapannya dengan tatapan lembut,  "Akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu"

"Maksud dokter? "

"Kamu sudah tidak mengenaliku? "

Sinta menggeleng. 

Pak dokter melepas maskernya. 

"Jadi kamu masih selalu berusaha menghindariku Sinta? " tanya dokter tersebut.

"Rama,  ternyata itu kamu" gumam Sinta. 

"Ya,  aku Rama"

"Makasih dr Rama sudah memberikan perawatan terbaik buatku.  Tapi mohon,  jangan pernah ungkit masalalu"

"Sinta... " suara laki-laki bernama Rama melunak, "Kamu tidak pernah tahu,  tiap malam aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu,  aku berharap bisa bertemu denganmu"

"Buat apa ingin bertemu denganku" nada bicara Sinta sudah satu oktaf lebih tinggi. 

dr Rama mengulurkan tiga mawar merah yang dirangkai menjadi satu,  dan sebuah surat dengan amplop bergambar daun hati. 

"Tidakkah kau ingat apa yang aku bawakan untukmu ini"

Apa yang dibawa oleh dr Rama sama persis dengan apa yang diterimanya dua puluh tahun yang lalu,  saat usianya menginjak 17 tahun. 

"Mengapa? " tanya Sinta,  "Mengapa kau ingin bertemu denganku? Bukankah dirimu sudah bahagia dengan wanita itu? "

"Wanita itu adalah pilihan dari keluargaku.  Aku tidak bisa menolaknya karena keluargaku banyak berutang jasa dengan ayahnya"

"Mengapa harus dirimu,  mengapa tidak kakak laki-lakimu"

dr Rama menunduk sedih, " Karena wanita itu memilihku,  bukan kakakku"

Sinta menghela napas panjang. 

"Masihkah kau ingat Sinta,  teman-teman selalu berpikir bahwa kita adalah pasangan paling sempurna.  Rama dan Sinta" kata dr Rama

"Aku sudah bersuami Ram... Mohon maaf aku tidak ingin nostalgia kembali ke masa-masa putih abu-abu"

"Sinta,  maafkan aku"

"Aku sudah memaafkanmu dokter.  Aku sudah melupakan semuanya"

"Kau melupakan cinta pertama kita? "

"Kalau maksud dokter itu cinta pertamaku,  ya,  aku sudah membuang jauh cerita tentang cinta pertamaku"

"Itu bukan cinta pertamamu saja,  itu cinta pertamaku juga. Kaulah satu-satunya wanita yang selalu kubuatkan gambar daun hati"

Daun hati... Gambar daun yang berbebtuk hati,  dengan sebuah bunga kecil di tengahnya.  Daun itu hanya satu helai,  dengan arsiran indah pensil 2B. Karya yang selalu membuat hati Sinta berdegup kencang ketika melihatnya.  Sinta selalu berpikir gambar tersebut istimewa baginya,  tapi tidak bagi si pembuat gambar.  Bukankah lelaki si pembuat gambar itu bisa membuat banyak gambar lalu diberikannya pada wanita manapun yang ditemuinya. 

"Bahkan istriku belum pernah mendapatkannya" keluh dr Rama. 

"Dokter, semua telah berakhir.  Kumohon ijinkan aku pergi dari kehidupanmu"

"Ya,  takdir mengatakan jalan kita telah berbeda.  Tapi ijinkan di kesempatan ini aku mengungkapkan isi hatiku yang sebenarnya.  Aku tidak pernah bisa melupakanmu,  aku mencintaimu Sinta,  sama besarnya dengan cintamu padaku.  Aku patah hati saat acara pernikahanku,  sama seperti patahnya hatimu.  Maafkan jika kejujuranku ini membuatmu terluka.  Maafkan aku Sinta... "

Sinta menatap dr Rama yang kini terlihat sangat mempesona.  Jas warna putihnya tampak begitu serasi dengan kemeja warna birunya. Ah,  dirinya memang pernah ingin memiliki pasangan hidup seorang dokter.  Bahkan pernah bercita cita menjadi dokter.  Tapi apalah artinya sebuah keinginan dihadapkan dengan takdir Tuhan?

"Terimakasih atas cintamu dokter,  terimakasih juga atas kejujuranmu.  Aku senang ternyata lukisan daun hati itu memang spesial seperti perkiraanku beberapa puluh tahun  yang lalu"

dr Rama terlihat senyum.  Bisa dipastikan semua wanita akan bertekuk lutut demi melihat senyuman dokter ganteng ini,  tapi tidak untuk Sinta. 

"Boleh aku meminta sesuatu dok? "

"Apa itu Sinta?  Apapun akan kulakukan demi menebus kesalahanku padamu"

"Terimalah takdir ini,  cintailah istrimu sepenuh hati"

dr Rama menatap pasien istimewanya ini dengan tatapan sedih

"Lupakanlah diriku Dok,  lupakanlah seorang Sinta yang pernah ada di hatimu.  Itu hanya masalalu"

Dr Rama pun undur diri. 

Sinta masih memandangi bunga mawar dan sebuah amplop bergambar daun bunga yanh diberikan oleh dr Rama. 

Dibukanya amplop tersebut

'Teruntuk Sinta,  wanita paling istimewa di hidupku setelah Mamaku'

Sinta menangis.  Entah mengapa dirinya harus menangis lagi karena ulah dr Rama.  Padahal Sinta sudah berjanji bahwa dirinya terakhir menangis karena cinta adalah di pernikahan Rama. 

Ah... Ternyata Rama juga terluka...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun