Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Bukan Berarti Mengalah

9 Oktober 2018   02:54 Diperbarui: 15 Oktober 2018   09:19 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta itu perjuangan...

Tidak ada istilah mengalah karena cinta

Sore ini Riri, Rangga, Rahmat dan Reno saling bertatapan. Mereka seolah ingin mengatakan sesuatu tapi entah mengapa mulut mereka serasa terkunci. 

Riri sebagai saudara tertua,  sekaligus perempuan sendirian dalam susunan kakak beradik pun hanya termenung. 

"Nanti kalau dokter syarafnya datang,  aku akan tanyakan semuanya Mbak Yu... "kata Rahmat, akhirnya setelah satu hari penuh kemarin mereka berempat hanya terdiam.

"Aku takut Mat... "ucap Riri lirih. 

"Mbak Yu,  satu satunya yang bisa kita lakukan saat ini hanyalah memberikan perawatan yang terbaik untuk orang tua tunggal kita.  Apalagi ibu sudah lama meninggal dunia" sahut Rahmat. 

Rangga dan Reno mengangguk lemah. 

Tiga hari yang lalu kondisi bapak sangat baik,  bahkan sudah bisa makan,  bisa bicara walau terbata bata,  bahkan dokter syaraf pun sudah tinggal menentukan jam agar bapak bisa istirahat di rumah.  Setelah seminggu dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan motor. 

Semua saudara kandung bapak pun sudah dikabari perihal bapak akan pulang ke rumah dan akan menjalani rawat jalan saja. Mereka semua bersyukur. 

Namun hal yang tak terduga tiba-tiba terjadi dalam hitungan beberapa jam setelah dokter yang menangani bapak mengatakan kondisi bapak sudah sangat baik dan akan dilanjutkan rawat jalan. 

Bapak lebih sering tertidur daripada bangun.  Pun sudah tidak mau makan lewat mulut,  akibatnya mau tidak mau suter memberi makan cairan yang dilewatkan hidung. Tekanan darah yang sudah menurun tetiba naik kembali. 

Ini hari ketiga dimana medis mengatakan bapak dalam kondisi koma. Walaupun tekanan darah sudah mulai turun tapi kesadaran bapak belum pulih sepenuhnya. 

"Mendingan kalian makan dulu,  kemarin seharian kalian hanya minum saja,  nggak mau makan,  jangan sampai kita yang nunggu bapak ikutan sakit" kata Riri mengingatkan adik adiknya. 

Tapi apa yang bisa diperbuat tiga laki-laki yang kini statusnya sudah menjadi bapak.  Mereka hanya terdiam.  Membayangkan perjuangan mereka akan kesembuhan bapak.  Dari ruang UGD dan diperjuangkan pindah ke kamar VVIP.  Sempat masuk UGD lagi karena bapak dalam kondisi sangat kritis.  Dan sekaranf,  kondisi bapak malah sudah tidak bisa dipastikan kesembuhannya. 

"Aku khawatir bapak nyusul ibu,  Mbak Yu" kata Reno,  akhirnya anak bungsu dari empat bersaudara ini angkat bicara,  "Sekarang tanggal berapa? "

Riri melihat kalender di layar HP nya, "tujuh oktober,  kenapa? "

"Ibu meninggal dunia tanggal 9 oktober,  delapan tahun yang lalu" kata Reno

Mereka berempat lagi-lagi terdiam,  sibuk dengan pikiran masing-masing,  ataukah tenggelam dalam doa untuk kesembuhan orangtua tunggal mereka.  Toh,  bukankah tak ada satupun makhluk di dunia ini yang mau menjadi seorang yatim piatu. 

"Aku mau pulang ke Jakarta nanti malam" kata Rangga. 

Riri menatap adiknya dengan mata berkaca-kaca,  "Hati-hati ya dek... 

"Apa tiketnya keretanya aku batalin saja ya Mbak Yu? " kata Rangga ragu

"Katamu nggak bisa ninggalin pekerjaan terkait stand by acara Asian Para Games" kata Riri

Rangga menunduk. 

 Tetiba seorang suster menghampiri mereka berempat.

"Bu Riri... Ini bapak tubuhnya sudah tidak bisa menerima cairan makanan" 

"Lha terus bagaimana suster? "

"Tadi dokter bilang suruh lepas saluran makanan yang masuk ke hidung.  Sementara kondisi bapak stabil kok,  hanya tidak bisa menerima asupan makanan cair"

Rangga pun akhirnya pergi ke Jakarta menaiki kereta.  Terbayang kenangan indah segala tentang bapaknya.  Seorang mantan kepala sekolah yang baik hati,  disayangi oleh para guru dan murid.  Bapak memang sosok yang tidak pernah marah,  tidak pernah berkata dengan nada tinggi,  selalu sopan serta menggunakan tutur bahasa jawa yang halus. 

Karena capeknya seharian tidak tidur,  Rangga pun terlelap dalam mimpi. Makan malam?  Jangan ditanya,  air bisa masuk kerongkongan saja sudah bersyukur.  Karena siapa juga orang yang bisa makan ketika orang yang disayanginya terbujur koma di rumah sakit. 

Satu-satunya harapan adalah informasi dari dokter bahwa semua organ tubuhnya masih berfungsi dengan baik.  Pihak rumah sakit pun akan sekuat tenaga memulihkan kesadaran pasien. 

Hingga dini hari,  tak ada kabar buruk apapun.  Rangga bisa bernapas lega.  Walaupun perutnya keroncongan tapi tak ada niatan untuk mengisinya dengan makanan. 

Rahmat menunggu bapak di rumah sakit.  Riri pulang ke rumah karena harus menyiapkan sekolah ketiga anaknya yang masih kecil.  Reno pun pulang setelah dua hari full menginap di rumah sakit. Anaknya tentu sudah kangen padanya. 

Sebuah panggilan telpon terlihat di layar monitor Rangga,  dari Rahmat. 

Rangga melihat jam tangannya menunjukkan pukul 2.35 dini hari. 

"Assalamualaikum  Mas. Dah sampe mana keretanya? " tanya Rahmat

"Waalaikumsalam.  Sampe cirebon. Bapak gimana? "

"Bapak meninggal dunia lima menit yang lalu"

"Oke,  aku balik ke Yogya.  Aku turun cirebon cari mobil menuju sana"

Entah apa yang dipikirkan Rangga,  antara sedih dan ikhlas. Sedih karena statusnya sudah berubah menjadi anak yatim piatu. Ikhlas karena sudah tidak tega melihat bapak dipasangi banyak saluran,  di CT scan, berulang kali diukur tekanan darahnya. 

Setidaknya keempat bersaudara itu tidak mengalah karena cinta.  Mereka memperjuangkan cinta mereka. Memperjuangkan tenaga,  waktu dan doa terbaik untuk bapak mereka.  Jika biaya itu sudah tidak masuk hitungan dalam pengorbanan.  Seberapapun besarnya biaya akan diberikan oleh keempat bersaudara itu agar orangtua tunggalnya tetap hidup dan selalu ada diantara mereka. 

Cinta itu bukan berarti mengalah

Cinta harus diperjuangkan

(didedikasikan untuk Alm Bapak Drs Suwardi, mantan kepala sekolah,  bapak terbaik bagi anak2 nya, 8 Oktober 2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun