Mohon tunggu...
Ekasakti Octohariyanto
Ekasakti Octohariyanto Mohon Tunggu... Profesional Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Kebijakan Kesehatan

Ekasakti Octohariyanto adalah seorang profesional di bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat serta kebijakan kesehatan, yang saat ini aktif menjabat Seksi SDMK di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta. Saat ini ia juga sebagai mahasiswa magister di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dengan peminatan Kebijakan dan Hukum Kesehatan, serta menjabat sebagai ketua angkatan pascasarjana FKM UI. Dalam perannya, Ekasakti mengedepankan visi pembangunan komunitas akademik yang berfokus pada kemajuan ilmiah, kontribusi sosial, dan kolaborasi strategis, yang ia konkretkan melalui misi yang dikenal dengan akronim KAPAL, SELAM, dan IMPIAN, sebagai peta jalan pengembangan kepengurusan mahasiswa pascasarjana. Selain itu, Ekasakti juga aktif dalam organisasi profesi dan advokasi kebijakan kesehatan, termasuk Akselerasi Puskesmas Indonesia (APKESMI), sebuah asosiasi nasional yang bergerak dalam peningkatan mutu layanan dan sistem akreditasi Puskesmas di Indonesia. Ia sering terlibat dalam penyusunan kebijakan strategis, seminar nasional, dan penguatan sistem manajemen SDM Kesehatan, serta menjadi bagian dari tim nasional yang mempersiapkan proses akreditasi ISQua bagi Lembaga Penyelenggara Akreditasi. Ekasakti memiliki minat kuat pada isu-isu pemerataan tenaga kesehatan, reformasi pembiayaan pelayanan primer, dan penguatan regulasi berbasis bukti, serta dikenal karena kemampuannya menyusun narasi strategis, policy brief, dan melakukan analisis kebijakan berbasis data lapangan dan penelitian ilmiah. Secara pribadi, ia dikenal sebagai figur yang memadukan pemikiran sistematis dengan keterlibatan sosial aktif di MPPK Ikatan Dokter Indonesia, Dewan Pakar MPP Ikatan Cendekiawan Muslim Se Indonesi (ICMI), Ikatan Alumni UI (ILUNI UI) tingkat Universitas, Fakultas bahkan Prodi dan berbagai Organisasi Masyarakat, Organisasi Pergerakan dan Kerelawanan tingkat nasional, menjadikannya inspirasi bagi generasi muda tenaga kesehatan yang ingin berkontribusi pada pembangunan sistem kesehatan nasional yang lebih adil, efisien, dan berpihak pada rakyat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbedaan Pilihan adalah Wajar, Pengkhianatan Punya Konsekuensi

10 Agustus 2025   12:57 Diperbarui: 10 Agustus 2025   13:47 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banyak cerita dalam Wayang Kulit yang menarik tentang Drama Perbedaan dan Pengkhiataan

Pernahkah kita duduk bersama, saling tersenyum, berbagi mimpi, lalu suatu hari menyadari bahwa kita berdiri di pilihan yang berbeda? Itu wajar. Begitulah hidup---tidak semua orang melihat dunia dari jendela yang sama. Perbedaan bukan musuh; ia adalah warna yang membuat hidup tidak monoton. Dari sanalah lahir percakapan, kompromi, dan ruang untuk saling belajar.

Namun, ada satu batas tipis yang bila dilanggar akan mengubah perbedaan menjadi luka---batas itu bernama pengkhianatan. Ketika perbedaan disertai niat menjatuhkan, merusak nama baik, atau meruntuhkan kepercayaan, kita tidak lagi sekadar berbeda pendapat. Kita telah menanam benih yang kelak akan memanen konsekuensi.

Kita sering melihatnya dalam kehidupan berorganisasi. Ada sebuah organisasi yang dulu dibangun dengan semangat persaudaraan. Anggotanya bahu-membahu, mengorbankan waktu, tenaga, bahkan biaya pribadi demi mencapai visi bersama. Namun, di tengah perjalanan, sebagian anggota memilih keluar dan mendirikan organisasi baru. Keputusan itu mungkin saja sah secara formal. Tetapi yang membuatnya meninggalkan luka adalah cara yang ditempuh: menyerang kredibilitas pengurus lama, menyebarkan fitnah, bahkan merendahkan capaian yang dulu mereka raih bersama. Tidak hanya meninggalkan, tapi juga berusaha meruntuhkan pondasi yang pernah mereka bangun sendiri.

Pengkhianatan seperti ini meninggalkan jejak yang lebih dalam dari sekadar konflik. Ia mencabut akar kepercayaan yang telah lama tumbuh. Dan ketika akar itu tercabut, sulit sekali menumbuhkannya kembali. Harga diri, integritas, dan nama baik yang runtuh bukan akibat orang lain, tapi karena pilihan kita sendiri.

Dalam perjalanan organisasi, persahabatan, atau kehidupan bersama, menjaga kehormatan diri adalah kemenangan yang sejati. Kita boleh tidak sepakat, kita boleh berbeda arah, tetapi jangan sampai perbedaan itu membuat kita membakar jembatan yang menghubungkan hati.

Karena pada akhirnya, waktu akan berjalan dan segala pertarungan akan usai. Orang akan lupa detail perdebatan, tapi mereka tidak akan lupa siapa yang setia menjaga, dan siapa yang memilih mengkhianati. Dan ketika kita menatap cermin di akhir perjalanan, kita hanya akan benar-benar damai jika yang kita lihat adalah diri yang tetap memegang teguh martabat---bukan kemenangan sesaat yang dibeli dengan harga kepercayaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun