Semarang, 29 September 2025 -- Lingkungan sekolah seharusnya menjadi tempat belajar sekaligus wadah dalam pembentukan karakter. Di sinilah siswa diajarkan untuk bersikap sopan, jujur, disiplin, dan mampu bekerja sama dengan orang lain. Namun, hasil pengamatan di lapangan justru menunjukkan masih ada perilaku siswa yang belum sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Fenomena inilah yang menjadi fokus utama dalam kajian lapangan mahasiswa Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Semarang.
Kegiatan kajian lapangan ini merupakan pemenuhan tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan yang diampu oleh dosen pendamping Prof. Dr. Edy Purwanto, M.Si, dan  Hasna' Pratiwi Kuswardani, S.Psi., M.Psi., Psikolog.
Berdasarkan pengamatan kami di lapangan, beberapa siswa memperlihatkan perilaku kurang sopan, seperti berkata kasar, menendang pintu, mengejek, bersikap usil, bahkan memukul hingga terlibat perkelahian kecil. Selain itu, ada siswa yang merusak tanaman di depan kelas bahkan mengambil ikan dari kolam. Walau terlihat sederhana, sikap ini menunjukkan adanya masalah dalam pengendalian diri, interaksi antar teman, dan penghargaan terhadap lingkungan.
Masalah kejujuran dan kedisiplinan juga muncul dalam observasi kami. Ada siswa yang mencontek tugas, memaksa temannya memberikan tugas yang sudah dikerjakan, meninggalkan tanggung jawab  untuk piket, tidak merapikan rambut, memakai make up berlebihan, dan tidak mengumpulkan handphone saat jam pelajaran. Perilaku ini memperlihatkan bahwa sebagian siswa belum menanamkan nilai kejujuran dan kedisiplinan sebagai kebiasaan.Â
Suasana pembelajaran di kelas pun kadang kurang kondusif. Beberapa siswa masih mengobrol saat guru menjelaskan, tidak memperhatikan materi, melempar barang, bahkan mengejek temannya di tengah proses belajar. Kondisi ini dapat mengganggu konsentrasi dan menurunkan kualitas pembelajaran.
Dari berbagai temuan tersebut, terlihat jelas bahwa perilaku menyimpang masih cukup sering muncul di lingkungan sekolah. Meski begitu, kami tidak memandang hal ini semata-mata sebagai kenakalan, melainkan bagian dari proses pembentukan karakter yang memang membutuhkan waktu dan seringkali disebabkan oleh beberapa faktor.Â
Faktor yang bisa mempengaruhi perilaku tersebut seperti motivasi belajar yang rendah, pengaruh teman sebaya, fase pencarian identitas sebagai bentuk ekspresi diri, pola asuh keluarga yang terlalu menekan, ditambah iklim sekolah yang kurang mendengarkan pendapat siswa dapat memicu sikap pemberontakan.
Pelanggaran aturan tidak bisa dianggap remeh. Dampak yang ditimbulkan bisa mengganggu proses belajar, menurunkan kedisiplinan, hingga membuat guru menjadi kesulitan dalam mengelola kelas. Jika dibiarkan, pelanggaran kecil bisa menjadi budaya permisif yang merugikan semua pihak.Â
Oleh karena itu, baik sekolah, guru, dan orang tua memiliki peran penting dalam membimbing serta menanamkan nilai moral secara konsisten. Guru dapat melibatkan siswa dalam menyusun kesepakatan kelas agar mereka merasa bertanggung jawab. Orang tua dan guru dapat bekerja sama untuk memberikan contoh nyata yang teladan serta sekolah bisa mempertegas aturan yang ada namun tetap hangat dan memberikan ruang dialog kepada siswa agar bisa memahami alasan di balik konsekuensi yang diberikan. Dengan pendampingan yang tepat dan teladan yang baik, siswa akan lebih mudah memahami arti disiplin, kejujuran, dan sikap saling menghargai.Â
Kami berharap hasil observasi ini dapat menjadi bahan refleksi bersama. Lingkungan yang sehat dan kondusif hanya bisa terwujud jika semua pihak bekerja sama. Dengan begitu, sekolah benar-benar bisa menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi perkembangan siswa, baik secara akademik maupun karakter.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI