Mohon tunggu...
Eka Adhi Wibowo
Eka Adhi Wibowo Mohon Tunggu... Dosen - Seseorang yang tiada lelah menimba ilmu

Dosen Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Radio Saat Bencana itu Terjadi 11 Tahun Lalu...

12 Juni 2017   10:36 Diperbarui: 12 Juni 2017   10:42 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pikiran saya memanggil kembali (recall) memori yang tersimpan di pikiran. 11 tahun lalu tepatnya tanggal 27 Mei 2006. Guncangan yang begitu dahsyat membangunkan dari tidur yang lelap. Guncangan yang terjadi selama 58 detik itu cukup kuat membuat tembok rumah dan bangunan retak bahkan roboh, yang selanjutnya diikuti dengan teriakan dari para tetangga. Suasana yang tadinya tenang berubah menjadi kacau balau ada yang bingung ada juga yang tenang sambil terus memantau situasi. 

Diperparah dengan isu yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bahwa telah terjadi tsunami, tentu isu tersebut semakin menambah panik masyarakat yang baru saja merasakan goncangan bumi. Informasi yang simpang siur tersebut menyebabkan kepanikan massa yang sama-sama berlari untuk menyelamatkan diri.Tidak ditutup kemungkinan terjadi korban jiwa karena kecelakaan pada saat lari dengan panik sehingga tidak berhati-hati. Selama ini saya mengira kota kelahiran saya ini adalah kota yang aman dari gempa, adapun hanya ancaman bencana dari gunung Merapi saja. Timbul pertanyaan dalam diri saya, kenapa saya tidak mengetahui jika kota saya tercinta ini juga merupakan jalur gempa karena dekat dengan pertemuan lempeng bumi dari dua benua.

Pengalaman dari generasi ke generasi seolah terputus untuk mengingatkan akan bencana yang selalu ada dan tidak jarang mengancam hidup kita selama berada di atas bumi ini. Secara umum dapat dikatakan tidak ada satupun tempat di bumi yang terbebas dari bencana baik oleh alam, maupun oleh manusia. Persoalannya adalah apakah manusia yang tinggal di atasnya memahami dan menyadarinya sebagai langkah awal untuk mengantisipasi sehingga dapat meminimalkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian rusaknya harta benda karena tertimpa bencana. Jika kembali pada peristiwa gempa tahun 2006 silam, radio begitu menjadi sarana informasi utama bagi masyarakat. 

Pengalaman saat itu adalah adanya salah satu stasiun radio yang menjadi sarana untuk informasi masyarakat mengenai gempa, bahkan hingga detail seperti jika ada orang yang menanyakan kabar keluarganya. Informasi melalui radio begitu cepat bahkan lebih cepat dari medsos yang kala itu belum populer. Setiap saat selalu ada yang up to datedengan sumber yang terpercaya dari BMKG. Radio menjadi penting saat itu, semua orang rata-rata mendengarkan radio dalam jarak yang dapat didengar oleh telinga sembari melakukan aktivitas. Radio cukup banyak membantu warga kota saya sehingga dapat terhindar dari informasi-informasi yang simpang siur. Tidak dapat saya lupakan bagaimana radio membantu kami saat menjadi relawan mahasiswa untuk membantu orang yang mencari kabar keluarganya, juga salah satunya ada informasi bahwa ada yang mencari salah satu dosen kami hingga bertemu. Semua karena adanya siaran di radio. Ulasan di atas menggambarkan bagaimana radio sangat berfungsi saat situasi darurat bencana.

Permasalahan sekarang adalah bagaimana mengedukasi masyarakat untuk sadar dan paham bahwa bencana tetap akan memiliki potensi untuk terjadi di manapun dan kapanpun. Radio sepertinya tidak akan pernah kehabisan stok pendengar dari generasi ke generasi dan bertahan di tengah-tengah gempuran peralatan teknologi informasi yang lebih canggih. 

Fenomena tersebut dapat kita lihat pada smartphoneyang merupakan symbol generasi modern namun tetap memasang fitur untuk mendengarkan radio pada aplikasinya, artinya secara logika sederhana semakin bertambah pengguna smartphonesemakin bertambah potensi pendengar radio, sementara kita dapat saksikan bahwa jumlah pengguna smartphone selalu bertambah dari waktu ke waktu sehingga kesimpulan sementara adalah radio tidak akan ada matinya. Begitu besarnya potensi yang dimiliki oleh radio maka tidak salah jika radio dioptimalkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana serta tindakan-tindakan apa yang harus diambil oleh masyarakat untuk:

  • Mencegah bencana terjadi: bencana terjadi dapat juga disebabkan oleh faktor manusia bukan melulu faktor alam, seperti ketika saya mendengar talkshow di RRI beberapa waktu yang lalu salah seorang pakar mengatakan bahwa banjir itu bukan bencana alam, tetapi karena manusia yang tidak bisa mengelola lingkungannya, contohnya ada negara yang wilayahnya di bawah permukaan laut namun tidak terjadi banjir karena tata kelola lingkungan yang bagus.
  • Langkah-langkah apa yang harus diambil jika bencana terjadi sehingga  korban jiwa dan harta benda dapat diminimalisasi.

Akan menjadi lebih baik dengan melibatkan ahli-ahli seni audio sehingga acara-acara tersebut selain menarik juga mudah untuk direcalloleh memori pendengarnya, sehingga mengambil tindakan-tindakan yang cepat dan tepat. Acara-acara tersebut juga harus disiarkan berulang-ulang supaya semakin tertanam di benak pendengarnya mengenai pemahaman tentang bencana. Dengan demikian radio menjadi sarana optimal untuk masyarakat SadarBencana.Potensi radio yang besar  dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki keterkaitan erat dengan penanganan bencana seperti BNPB.

Terima kasih kepada: Sonora FM yang melakukan langkah sangat baik dalam mengawal informasi masyarakat Jogja saat terjadi gempa 11 tahun lalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun