Mohon tunggu...
Eka MP
Eka MP Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis - Blogger

Pecandu Teh dan Penikmat Buku

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kenangan Manis Ramadhan di Masa Kecil

19 April 2021   21:29 Diperbarui: 19 April 2021   21:46 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adzan Subuh berkumandang di masjid dekat rumah, dari berbagai penjuru anak-anak berlarian menuju masjid. Beberapa sudah bersarung dan berpeci rapi dari rumah, lainnya dengan santai mencangklong sarungnya di pundak. Sementara anak-anak gadis sudah memakai mukenanya.

Halaman masjid yang semula sepi pagi itu mendadak riuh dengan kedatangan mereka. Anak-anak gadis lebih bisa menjaga perilaku. Hanya berbisik saat bicara. Berbeda dengan anak laki-laki yang bahkan dengan lantang berteriak memanggil teman-temannya. 

Energi yang Tak Pernah Habis

Selepas sholat subuh kembali anak-anak dengan riuh menuju lapangan yang berada tak jauh dari masjid. Tanpa dikomando langsung membentuk tim untuk memulai permainan gobak sodor. 

Permainan yang membutuhkan kerja sama, ketangkasan dan stamina tinggi ini sangat diminati. Permainan berlangsung seru meski dalam keadaan remang-remang selepas subuh. Bahkan matahari belum menampakkan dirinya  

Waktu itu sekolah libur selama sebulan. Masa libur kenaikan kelas bertepatan dengan bulan Ramadhan. Jadi kami harus mencari kesibukan sendiri, karena tidur-tiduran di rumah bukan solusi dari kebosanan.  

Meski seringkali permainan berakhir tragis, yeah ada yang berkelahi karena merasa tidak terima dengan kemenangan lawan, ada yang menangis karena berbagai sebab, namun setiap hari selalu saja lapangan tak pernah sepi. Anak-anak yang kemarin bertengkar kembali berkumpul dan bermain seperti tak terjadi apa-apa. 

Begitulah dunia anak-anak. Sederhana. 

Jika sudah bosan dengan satu permainan kami mengganti dengan permainan lain. Yang populer waktu itu adalah lompat tali. Menggunakan karet gelang yang dikepang panjang dan ditentang untuk kemudian diloncati oleh tim yang menang undian. 

Permainan beregu mengajarkan anak-anak untuk bekerja sama dan berlatih menyesuaikan diri. Tanpa disadari permainan-permainan sewaktu kecil itu mengajarkan banyak hal. Selain melatih motorik tentunya. 

Bersepeda ke Monas

Ada satu kegiatan yang menantang. Kami berombongan bersepeda ke Monas dari konplek tempat tinggal di daerah Matraman. Entahlah, kenapa dulu kami santai saja bermain sejauh itu. Jarak yang lumayan untuk anak-anak sekolah dasar mengayuh sepeda. Apalagi saat itu sedang berpuasa. 

Jarak sejauh itu tak terasa karena bersama dengan teman. Tahu-tahu kami sudah sampai di Monas. 

Setelah bermain-main di sana kami pun pulang.  Tetapi saat baru sampai di daerah Kramat ban sepeda saya kempes. Sepagi itu belum ada tukang tambal ban yang buka. Saya tidak mungkin pulang dengan ban kempes begitu. 

Daripada tidak pulang akhirnya saya memutuskan naik bus PPD. Yups, saya membawa serta sepeda ke dalam bus. Karena sepi kenek bus tak keberatan. 

Hingga turun di halte depan komplek. Dan saya tidak membayar karena tidak membawa uang sepeser pun. Duh, pak sopir dan pak kondekturnya baik banget. 

Kalau tidak ditolong pasti saya masih terkatung-katung di jalan Kramat.  Masih berkilo-kilo jalan yang harus dilalui untuk pulang dengan menyeret sepeda kempes. 

Sejak itu kalau tidak membawa uang saya tidak lagi berani naik sepeda jauh-jauh. Takut tidak bisa pulang. Kapok. Hahahaha.....  

Perpustakaan di Rumah dan Petualangan Lima Sekawan

Meski kebanyakan energi tapi setelah Tengah hari kami tetaplah kelelahan. Haus dan load mulai datang sementara adzan Maghrib masih lama. 

Tidur siang? Sepertinya hal itu tidak ada dalam kamus kami. Kalau dipikir-pikir sekarang kenapa dulu tidak dimanfaatkan selama bisa santai tidur siang sementara sekarang meski ingin melakukannya tapi tak bisa karena berbagai tanggung jawab. 

Memahami kondisi anak-anaknya yang mudah bosan ayah saya membawa kami k toko buku untuk membeli novel.  Masing-masing mendapat jatah satu judul. 

Kami sepakat mengumpulkan serial lima sekawan. Buku karya Enid Blyton yang bercerita tentang empat orang anak dan satu ekor anjing melakukan berbagai petualangan di pedesaan Inggris.

Cerita ini menginspirasi kami untuk membuat petualangan versi kami. Karena tidak punya anjing maka kucing kesayangan kami jadikan pengganti. Kami mengikat si Belang supaya seperti anjing. 

Tapi sepertinya dia tidak suka dan tidak mau bekerja sama. Kucing itu lebih suka rebahan daripada bertualang.  Akhirnyakami membuat cerita kalau anjingnya sedang sakit jadi tidak bisa ikut bertualang. 

buku-buku kami lama-lama semakin banyak. Jadilah kami sepakat membuat perpustakaan dan menyewakan buku koleksi. Berbagi tugas ada yang bagian menjaga buku dan mencatat dan ada yang menagih. 

Uang sewa yang terkumpul dibelikan buku lagi.  Begitulah semakin banyak buku yang bisa kami beli. Tapi tentu saja dimana-mana anak-anak selalu berebut. Setiap ada buku baru kami bertengkar siapa yang berhak membaca duluan.

Begitulah sekelumit kisah Ramadhan masa kecil saya. Masih banyak kisah lainnya tapi biarlah akan saya ceritakan lain waktu saja.

Salam

Eka Murti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun