"ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku"
Pada Agustus 2023, saya terlibat dalam kerasulan  di Lembaga Pemasyarakatan  Wirogunan  Yogyakarta dan Lembaga Pemasyarakatan  Narkotika Pakem. Kerasulan ini merupakan kerja sama antara kaum biarawan dan biarawati di Jogjakarta.
Pengalaman pertama saya ketika mengikuti kerasulan ini sungguh tidak mengenakan. Karena dalam benak saya, orang yang masuk penjara pasti mempunyai latar belakang kelam  misalnya seorang pembunuh, seorang perampok, atau begal. Prasangka buruk ini, membuat saya ragu. Apakah saya menjalaninya atau mundur.
Di tengah situasi kecemasan ini, saya teringat kata-kata di dalam kitab suci "ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku". Di saat saya merenungkan kata-kata ini, ada hal yang menggelora di dalam hati saya  "mereka itu domba yang terlupa". Sejak saat itu, saya menguburkan ketakutan, menguburkan kecemasan dan semua prasangka buruk karena mereka juga adalah orang baik.
Memang benar, saat pertama kali saya berjumpa dengan mereka yang mana mereka  sangat  antusias, ramah dan respek. Kemudian mereka juga sangat terbuka untuk  menceritakan pengalaman hidup mereka. Mulai saat itu, rasa ketakutan saya perlahan-lahan sirna.
Dari pengalaman ini saya merefleksikan bahwa mengunjungi orang-orang yang dipenjara juga dapat mengajarkan saya untuk tidak mudah menilai seseorang berdasarkan masa lalunya atau kesalahannya. Karena setiap pribadi pasti punya  kesempatan untuk mengubah sikap, pikiran dan hati.Â
Tindakan kasih yang kita berikan kepada sesama juga merupakan tindakan kasih kepada Tuhan karena setiap manusia diciptakan sebagai gambaran-Nya. Dengan memperhatikan dan membantu orang lain, kita sebenarnya melayani Tuhan sendiri. Hal ini mengingatkan saya untuk selalu bersikap penuh kasih dan empati terhadap sesama, karena setiap tindakan kecil yang membuat orang lain bahagia pasti indah di mata Tuhan.
Di akhir  refleksi ini, saya mengutip kata Sren Kierkegaard "Hidup itu terkadang hanya dipahami ke belakang tetapi harus dijalankan  ke depan".  Atau dengan kata lain hidup seperti air yang mengalir yang mana kita tidak bisa menginjak kaki untuk kedua kalinya pada air yang sama.  Semuanya akan berlalu, jika  tidak memberikan makna atas pengalaman.
"Seburuk apa pun kita di mata orang lain, Tuhan Punya cara tersendiri untuk menilai kita"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI