Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Pemuda di Lingkaran Konflik Kekerasan, Merenungkan Masa Depan Para Penerus Bangsa

20 Juli 2019   13:06 Diperbarui: 20 Juli 2019   18:54 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Diskusi dan Bedah Buku. Dok. Pribadi

Pemuda, sosok yang selalu dielu-elukan dan terkesan memiliki kharisma dan citra positif bagi banyak orang. Sebutan pemuda seakan memberikan energi harapan bagi banyak orang, karena citra pemuda melekat sebagai orang-orang yang revolusioner dan dapat menjadi tumpuan harapan perbaikan atas kondisi masyarakat dan negara.

Kembali berkaca ke masa lalu bahwa dalam banyak sejarah, peran serta pemuda dalam perjuangan kemerdekaan sebuah bangsa pasti sangat dominan dan memiliki nilai strategis dan tidak bisa dikesampingkan. 

Sayangnya, pemuda yang diharapkan akan menjadi agen perubahan, menjadi harapan keluarga dan bangsa, merupakan para calon pemimpin masa depan, tidak sedikit yang berada dalam lingkaran konflik.

Bahkan dalam lingkup pendidikan, keterlibatan para pemuda telah dimulai saat mereka memasuki masa remaja dan itu ikut membentuk karakter mereka di kemudian hari misalnya kasus perundungan dan tawuran antar pelajar. 

Selain itu, konflik kekerasan di usia muda bisa disebabkan karena dorongan solidaritas, ideologi, cinta dan lain sebagainya.

Selama ini, konflik kerap dipahami disebabkan karena adanya kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan. Padahal, konflik bisa disebabkan oleh banyak faktor misalkan perbedaan pendapat, kesalapahaman, terpengaruh orang lain, tersulut hoaks dan lain sebagainya. 

Konflik bisa terjadi antar individu dan juga kelompok. Tidak hanya berimbas memunculkan situasi yang tidak kondusif, masyarakat yang saling bersitegang, konflik bisa ikut memicu keributan yang meluas dan memancing emosi banyak orang untuk terlibat. 

Konflik yang tidak hanya terjadi dalam bentuk adu mulut tapi juga dalam bentuk kekerasan dan bisa menyebabkan kerusakan hingga korban jiwa. Konflik tidak memandang strata sosial atau bahkan umur, siapa saja bisa ikut terlibat baik sebagai aktor ataupun korban. 

Konflik kadang berhenti, tapi tidak menutup kemungkinan akan muncul tersulut kembali jika ada pemantiknya. Emosi yang terpancing, kesalahpahaman dan dendam bisa memicu konflik yang sudah selesai kembali mencuat dan naik ke permukaan. Bahkan, narasi pemberitaan termasuk pemberitaan sebuah konflik bisa ikut menjadi unsur pemicu konflik berkepanjangan.

Jumat, 19 Juli 2019 di Lt. 4 Ruang Serbaguna Perpustakaan Nasional, diadakan Diskusi dan Bedah Buku "Pemuda di Lingkaran Konflik Kekerasan".   Diskusi dihadiri oleh para Narasumber yaitu Zaenal Muttaqin (Peneliti LP3ES), Wariki Sutikno (Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas), Leo Agustinus (Akademisi FISIP Unitirta) dan Radhar Panca Dahana (Budayawan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun