Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Dua Garis Biru", KTD, dan Bagaimana Kita Bersikap

19 Juli 2019   11:35 Diperbarui: 20 Juli 2019   03:35 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua Garis Biru. Dok. Pribadi

Kondisi seperti ini kadang membuat mereka  mengalami depresi sehingga melakukan perbuatan yang membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan Si Ibu dan bayi seperti membuang bayi yang dilahirkan, yang lebih menyakitkan jika sampai melakukan tindakan membunuh bayi sebelum lahir dengan cara digugurkan atau membuangnya setelah melahirkan.

Lantas, bagaimana sikap laki-laki saat pertama kali mengetahui bahwa pasangannya hamil? Kaget dan merasa bersalah. Tapi apakah  ia mampu bertanggung jawab, atau justru lepas tangan menghilang ditelan bumi lari dari pandangan, atau justru lebih jauh menjerumuskan wanita yang sudah ia sakiti untuk melakukan aborsi atau membuang bayinya? 

Laki-laki biasanya tidak terlalu mengalami tekanan psikis secara dalam, pernikahan biasanya dijadikan sebagai penenang bagi laki-laki atas tindakannya itu. Tapi, ia lupa bahwa menikahi pasangan yang mengalami KTD tidak lantas menyembuhkan luka yang telah diperbuatnya.

Orangtua pasti akan kecewa dan marah jika mendapati buah hatinya mengalami KTD. Ada rasa kecewa karena merasa gagal dalam menjaga dan mendidik anak. Tapi bagaimanapun, mereka adalah anaknya. Bisa jadi, kesalahan yang diperbuat oleh anak-anak merupakan keteledoran atau kelemahan yang tidak diperhatikan oleh orangtua.

Hak pasangan yang mengalami KTD yang seharusnya memperolah pendidikan juga kerap bermasalah. Sekolah tidak ingin reputasi baiknya ternodai. Banyak pasangan atau individu yang setelah diketahui mengalami KTD terpaksa tidak bisa melanjutkan pendidikan mereka. Mereka dikucilkan dari lingkungan pendidikan, pergaulan, masyarakat dan keluarga.

Film Dua Garis Biru  memberikan gambaran bagaimana respons orang tua, lingkungan pendidikan dan masyarakat saat mengetahui pasangan yang mengalami KTD. Ya, mungkin saja berat bagi orangtua menerima kenyataan pahit apalagi harus berhadapan dengan norma agama dan gunjingan masyarakat. Tapi, kadang kita lupa melihat dari sisi para anak yang mengalami kondisi tekanan sosial meski disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri.

Kesalahan bisa saja dialamatkan kepada mereka, tapi jika mereka tersudutkan justru akan sangat berbahaya bagi kelanjutan hidup mereka. Jika mereka melakukan aborsi yang bisa berdampak pada kematian, melakukan pembunuhan dan penelantaran bayi atau bahkan bunuh diri, akankah kita sanggup memikul beban itu? 

Anak yang terlahir tidak pernah berdosa, meski orangtuanya melakukan kesalahan (KTD) sehingga bayi tersebut lahir ke dunia, bayi atau anak merupakan konsekuensi anugerah yang diberikan oleh Tuhan sebagai amanat untuk dijaga. 

Tidak ada anak haram, yang ada adalah perbuatan haram yang dilakukan oleh orangtuanya karena semua bayi lahir dalam kondisi suci bersih. Anak yang terlahir di luar pernikahan dalam pertumbuhannya menuju dewasa kerap mendapatkan cibiran bahkan mengalami perundungan dari teman, lingkungan atau bahkan keluarga. Padahal mereka tidak tahu apa-apa. 

Sesekali mari kita merenung. Bisa saja kita dengan mudah menghakimi mereka, tapi mari sejenak berpikir bagaimana jika kita mengalami atau ada di antara anggota keluarga kita yang seperti itu. Sanggupkah kita terus menghakimi? Atau justru sadar bahwa penghakiman tidak lantas menyelesaikan masalah.

Film ini bisa menjadi cerminan bagaimana kondisi yang terjadi di masyarakat selama ini terkait dengan KTD. Setidaknya, bisa menjadi bahan renungan, pengingat dan pelajaran bagi penulis sendiri agar tidak sampai melakukan perbuatan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun