Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kaya Pemenang, Miskin Pecundang, dan Mitos-mitos soal Kompetisi

8 Maret 2021   22:06 Diperbarui: 9 Maret 2021   05:06 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang kaya. (Foto: Pixabay/Aproductions)

Dugaan sudah lama mengemuka untuk menjelaskan gambaran umum atas persoalan importasi barang murah, dari kemungkinan subsidi pemerintah China terhadap eksportir, taktik perdagangan sampai pada masalah dalam negeri menyangkut infrastruktur distribusi logistik Indonesia.

Kita tahu apa yang dilakukan China yang mampu mengubah industri manufaktur mereka dengan sangat cepat.

Sementara dari dalam negeri, kita juga tahu tingkat pendapatan dan daya saing produk lokal turut mempengaruhi fenomena importasi barang konsumsi ini.

Kompetisi dalam pasar bebas tampaknya menjanjikan sekaligus membuat orang kalap untuk "membunuh" pesaing. Taktik lama predatory pricing dimainkan. Cara lama di dunia baru.

Bila Raja Louis XIV di Prancis dahulu menancapkan kekuasaannya secara absolut dengan mengklaim diri negara adalah saya (L'etat c'est moi), maka sekarang kecenderungannya berpindah kepada kaum jenius mapan. 

Mark Zuckerberg lewat Facebook menunjukkan power mereka dengan memblokir unggahan dan penyebaran berita media Australia dari platformnya ketika pemerintah mengumumkan kebijakan baru yang mengharuskan perusahaan teknologi membayar konten berita kepada media.

Padahal media Australia sudah banyak kehilangan pemasukan akibat pergeseran iklan dan perubahan digitalisasi yang membuat mereka bersusah payah menggaji jurnalis terutama dalam masa pandemi Covid-19.

Media tak memiliki akses dan wewenang untuk menentukan algoritma di platform perusahaan teknologi. Mereka harus menyesuaikan tiap perubahan algoritma, tetapi menjadi memberatkan karena praktik jurnalisme berbeda dibanding mesin Google atau Facebook dalam menentukan konten yang layak didistribusikan dan disebarluaskan.

Seperti dikemukakan di atas, regulasi terhadap Facebook semata-mata soal keberanian mengambil keputusan dan menggunakan wewenang. 

Sebaliknya, Facebook tampil untuk menegaskan mereka memiliki kekuatan dan tak bisa ditekan, mengingat sebelumnya mereka pernah ditekan dalam skandal Cambridge Analytica. 

Setelah melewati perdebatan sengit, Facebook dan media Australia dilaporkan telah mencapai kompromi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun