Orang-orang mencari makna dari foto sehingga ada cerita lain yang tampil kepada publik.
Akan tetapi, masih ada satu hal yang luput dibahas, yaitu keadaan NTT itu sendiri. Memang ada apa di NTT?
NTT selama ini mengalami krisis air bersih setiap musim kemarau tiba. Presiden Jokowi sebenarnya sudah mencupliknya dalam caption foto, tetapi sedikit yang mengungkitnya.
Akun Twitter-nya menuliskan, "Hujan lebat di Desa Makata Keri, Sumba Tengah, saat saya datang meninjau lumbung pangan baru di NTT ini, siang tadi. Luasnya 5.000 ha untuk padi dan jagung. Kendalanya hanya soal ketersediaan air. Untuk itulah pemerintah membangun ratusan sumur bor dan beberapa embung di sana."
Kebetulan penulis memiliki teman yang bermukim di Ibu Kota Kupang. Masalah ketersediaan air ternyata cukup serius di NTT yang melanda hampir di seluruh Kabupaten dan Kota, termasuk Kabupaten Sikka.
Jika mengorek lebih banyak di perpustakaan digital, sudah banyak kajian terhadap masalah krisis air bersih ini. Padahal, air adalah kebutuhan vital untuk bagi kehidupan manusia. Presiden Jokowi juga mengatakan kunci kemakmuran adalah air.
Saat terjadi kelangkaan air bersih, warga harus membeli air tangki seharga Rp 150.000 per tangki berisi 5.000 liter air, laporan Kompas.com. Penggunaan airnya pun harus sehemat mungkin supaya mencukupi.
Mengapa ketersediaan air langka di NTT?
Wahyu Widiono, peneliti LIPI pernah melakukan studi menyangkut ketersediaan air dan embung di NTT. Hasil penelitian tersebut disampaikannya dalam Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Botani pada 2019 lalu.
Pada bagian pendahuluan, Wahyu menuliskan bahwa ketersediaan air di NTT rendah dipengaruhi faktor kondisi tanah, iklim, dan topografi.
Iklim kemarau di NTT berlangsung 8-9 bulan dari Maret sampai Oktober, setelah itu musim penghujan. Faktor lainnya, air hanya tersedia di cekungan pinggir sungai atau sungai kecil di lereng bukit yang berjarak 2-5 km dari pemukiman penduduk. Kemampuan tanah di sana juga terbilang rendah untuk menyimpan air.