Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Masalah Pers yang Luput Diperhatikan

10 Februari 2021   21:58 Diperbarui: 10 Februari 2021   22:04 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi surat kabar. (Foto: Suzy Hazelwood/Pexels) 

Google adalah salah satu contoh bagaimana ia tidak perlu mengiklankan dirinya agar orang mengerti pentingnya era digitalisasi. Sebaliknya, orang-orang yang sekarang bergerak membesarkan namanya lewat kampanye yang menekankan pentingnya melek terhadap dunia digital pada lini kehidupan.

Gambaran serupa terjadi beberapa dekade lalu ketika media massa menghegemoni ruang publik. Media kala itu tidak mendaku bahwa manusia harus membaca koran untuk dianggap berwawasan.

Media pada zamannya menjadikan diri sebagai kiblat kebenaran dari segala isu yang beredar. Bila belum diberitakan media, berarti kebenarannya masih diragukan.

Saya ingat bagaimana saudara saya begitu bersemangat mencari namanya dalam daftar kelulusan CPNS dari halaman surat kabar. Semua pengumuman resmi dimuat dalam surat kabar. Baris iklan pekerjaan juga terpampang di surat kabar.

Itu kejayaan dahulu. Sekarang, media mulai merasakan pergeseran duniawi seiring kemajuan teknologi informasi.

Google telah mengalami kemajuan luar biasa dengan berjuta-juta informasi yang bisa diakses bebas dan mudah oleh semua orang, diikuti pula perkembangan Facebook, YouTube, Twitter dan pelbagai jenis media sosial lain dalam kurun waktu bersamaan.

Surat kabar, majalah, radio dan Facebook adalah media yang menjembatani orang dalam memperoleh informasi. Walau demikian, perkembangan dua langgam industri ini sudah timpang untuk diukur seimbang.

Mark Elliot Zuckerberg dan Larry Page telah mencapai kemasyhuran sementara media massa konvensional memutar akal menghadapi disrupsi.

Imbasnya, dalam satu dekade terakhir, beberapa perusahaan media menurunkan oplah surat kabar mengikuti penurunan jumlah pembaca mereka. Tidak cukup sampai di sana. Mereka juga mulai melakukan pengurangan jumlah halaman sampai pada pilihan pahit berhenti mencetak.

Perlahan, perusahaan media mengalihkan perhatian untuk menghadirkan berita ke ruang digital. 

Nasibnya sama menimpa media elektronik dan TV menghadapi pergeseran minat masyarakat ke platform audio visual YouTube dan aplikasi audio lain. Semuanya mudah dan murah yang dapat diakses 24 jam dari genggaman gawai.

Tahun demi tahun, tantangan yang timbul semakin kompleks tidak semata urusan teknikal, tetapi juga menyikapi pertukaran informasi dan interaksi terhadap pemirsa yang kian kencang.

Media berhadapan dengan tuntutan besar masyarakat supaya menghadirkan sajian berkualitas. 

Tetapi, masalah ini sebenaranya pengulangan dari masa lalu dan cenderung mengaburkan masalah utama yang harus dituntaskan: bagaimana menciptakan ekosistem digital yang sehat.

Indonesia itu dari Sabang sampai Merauke dengan 1.340 suku bangsa.

Apesnya, pers memang rentan menjadi sorotan mengingat hampir semua peran dikerjakan dari penyampai pesan, hiburan, jasa iklan, edukasi, tugas investigasi yang biasa dilakukan penegak hukum, kritik dan koreksi kekuasaan yang seharusnya menjadi fungsi legislatif sampai pembentukan opini publik.

Di sisi lain, sikap reaktif pegiat pers untuk menindak para buzzer sesungguhnya sama biasnya dan dapat menambah runyam polarisasi. 

Malu dong, satu barisan civil society beradu jegal, sementara luput memperhatikan pihak di seberang sana yang sewaktu-waktu menghasilkan kejutan.

Terpenting, media harus membuktikan kekokohannya dengan langkah kreatif meski diterpa badai pandemi Covid-19. 

Yuk bertahan, yuk untuk menyajikan berita gratis seperti Google. Ingat dan waspada pada upaya-upaya yang menjerumuskan pada monopoli. Masing-masing daerah memiliki media dengan sudut pandang kelokalan yang harus dirawat. Selamat Hari Pers Nasional!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun