Tujuh tahun berlalu, pada bulan dan lokasi yang sama, menjadi saksi dari sebuah ikon bernama Jembatan Palu 4 yang dulu hancur akibat gempa dahsyat dan kini terbentang kokoh di Kawasan Teluk Palu.
Gempa dahsyat dan tsunami yang terjadi tanggal 28 September 2018, adalah potret realitas dari hancurnya Jembatan Palu 4 dan infrastruktur jalan di Teluk Palu. Juga jatuhnya banyak korban jiwa yang menjadi tragedi kemanusiaan.
Tentu saja saya turut menyaksikan kondisi jembatan yang rubuh tersebut di Bulan September 2018. Di tengah situasi bencana, menyempatkan memantau langsung kondisi kehancuran prasarana publik, menjadi sebuah keniscayaan.
Menjadi saksi dari sebuah peristiwa kelam yang pernah dirasakan tujuh tahun lalu, tentu menjadi memori tidak terlupakan seumur hidup. Terlebih bisa menyaksikan fase demi fase Kota Palu berbenah dan bangkit dari keterpurukan pasca gempa dan tsunami.
Menyaksikan kondisi jembatan yang rubuh saat itu, berlokasi di jalan Raramoili Palu. Sebelumnya tidak pernah membayangkan jembatan yang menjadi sarana aksesibilitas warga Palu, bakal rubuh dan hancur.
Namun kenyataannya, jembatan yang menjadi ikon kota, benar-benar runtuh ke muara Sungai Palu, menyisakan abutmen jembatan yang kini tertinggal sebagai onggokan di tepian Teluk Palu.
Kini di bulan September 2025, jembatan yang pernah runtuh dan hancur berganti menjadi jembatan baru yang terbentang kokoh melintasi Sungai Palu. Menghubungkan kembali ruas jalan Cumi-cumi dan Rajamoili yang selama tujuh tahun tidak bisa dilintasi kendaraan bermotor.
Dari lokasi yang sama tujuh tahun lalu, saya menyaksikan keberadaan Jembatan Palu 4 yang menjadi ikon baru di Kawasan Teluk Palu. Jembatan yang tinggal menunggu waktu untuk diresmikan dalam kondisi open traffic.
Tentu ada yang berbeda di tahun 2025 ini. Bantaran sungai di jalan Rajamoili kini sudah dibangun sebagai jalur jalan kaki (river walk) bagi warga. Serta menjadi destinasi wisata untuk menikmati view panorama Jembatan Palu 4.