Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menyerap Aspirasi Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah

7 Agustus 2020   15:31 Diperbarui: 8 Agustus 2020   09:05 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reses SenatorLukky Semen di DLH Sulteng. Doc Pri

 

Ruh dari adanya otonomi daerah adalah memberi kewenangan kepada daerah untuk dijalankan secara bertanggung jawab. Namun jika kewenangan daerah tersebut direduksi (Dikurangi), maka kewenangan akan bertumpuk kembali di Pusat. Jika ini terjadi, maka hakekat Pemerintahan kembali ke pola lama, yakni menjadi sentralistik.

Hal inilah yang tersuarakan saat Senator daerah pemilihan Sulawesi Tengah Lukky Semen SE melakukan reses atau jaring aspirasi di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemprov Sulawesi Tengah. Reses tersebut berkaitan dengan adanya Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law yang saat ini digodok oleh Parlemen di Senayan.    

Karena itulah sang Senator Lukky Semen yang tergabung di Komite II DPD RI, merasa perlu untuk melakukan inventarisasi materi langsung di daerah, agar menjadi bahan masukan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja yang dibahas bersama antara Pemerintah, DPR RI dan DPD RI. 

Adapun salah satu bidang yang menjadi isyu strategis RUU Cipta Kerja adalah revisi UU Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dimana sejumlah pasal krusial ditarik dari UU No 32 tahun 2009 untuk dimasukan dalam RUU Cipta Kerja.

Kekuatiran daerah akan direduksinya kewenangan mereka, terutama dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup ternyata terbukti. Dari  DLH Pemprov Sulteng menyampaikan aspirasinya agar hal hal yang berkaitan dengan kewenangan daerah tidak diambil alih oleh Pemerintah Pusat. Juga ketidaksetujuan dengan beberapa pasal yang ada dalam UU No 32 Tahun 2009 dirubah dalam RUU Cipta Kerja.

Misalnya terkait status Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan hidup) yang sebelumnya merupakan sebuah kewajiban dan sekarang berubah menjadi pertimbangan saja, dalam proses pengambilan keputusan (Pasal 1 :11). DLH Sulteng menyampaikan tidak setuju. Karena pada dasarnya aturan amdal yang telah ada sudah melingkup seluruh aspek baik aspek geofisik kimia, aspek biologi, aspek sosekbud, dan aspek kesmas. Adapun UU Cipta Kerja sudah terlingkup didalam aspek sosial.

Berdiskusi dengan DLH Sulteng. Doc Pri
Berdiskusi dengan DLH Sulteng. Doc Pri

Amdal sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan dan jika diubah menjadi hanya sekedar sebagai pertimbangan bukan sebagai keharusan, maka upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) tidak lagi diperlukan sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan izin penyelenggaraan usaha. 

  • Padahal dalam dokumen Amdal itu ada RKL/RPL atau Rencana Kelola Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan yang sebagai  dokumen sangat penting karena memuat kewajiban bagi pengusaha /pemrakarsa untuk menjaga lingkungan. Pada prinsipnya, jika Amdal bukan menjadi suatu keharusan maka semakin memperparah kerusakan lingkungan.

Demikian pula terkait pemberian wewenang kepada Pemerintah Pusat (tidak melibatkan Pemerintah Daerah) dalam menunjuk ahli bersetifikat atau lembaga dalam melakukan uji kelayakan lingkungan hidup (pasal 24). DLH Sulteng juga menyampaikan tidak setuju, Karena  jika kegiatan yang menimbulkan dampak penting (berisiko tinggi) atau wajib amdal, maka uji kelayakan dilakukan sebelum kegiatan berusaha. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun