Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Soal Jas Hujan Disposable dan Ancaman Bagi Lingkungan

15 April 2025   17:08 Diperbarui: 16 April 2025   07:44 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Curah hujan di Indonesia

Lewat websitenya, BMKG menyebutkan bahwa April hingga Juni 2025, Indonesia diprediksi akan memasuki musim kemarau dengan wilayah Nusa Tenggara diperkirakan mengalami kemarau lebih awal dibanding wilayah lainnya, nyatanya beberapa hari belakangan, terkadang hujan masih menyapa di sejumlah tempat meski intensitasnya tidak begitu tinggi.

Memang, BMKG juga menyebutkan bahwa musim pancaroba yaitu peralihan musim kemarau dan musim hujan atau sebaliknya umumnya akan terjadi di bulan Maret - April dan Oktober - November.

Ya, sebagai negara dengan dua musim yakni kemarau dan hujan, Indonesia memang menjadi salah satu negara teratas dengan intensitas hujan terbanyak di dunia yakni berkisar antara 2.500-3.000 milimeter per tahunnya.

Simalakama jas hujan yang kelupaan dan potensi sampah bagi lingkungan

Bicara soal hujan, kita tentu tidak bisa menutup mata dengan kebutuhan pelindung seperti payung bagi mereka yang lebih banyak berjalan kaki dan jas hujan bagi pengendara khususnya roda dua.

Terkadang bukan karena tak punya, lebih ke lupa saja, tertinggal atau tidak adanya dugaan bahwa di hari tersebut akan hujan. Meski sebenarnya prediksi bisa dicek di aplikasi prakiraan cuaca yang kini sudah tersedia di android serta bisa pula diakses lewat daring.

Akibatnya, dalam keadaan terdesak, tidak jarang keputusan untuk membeli produk pengganti sementara, ringan pula dilakukan.

Untuk apa beli yang primadona punya? Di rumah sebenarnya ada kok, cuma ketinggalan saja, bukan? Pada akhirnya, produk 'asal ada' jadi opsi untuk pelindung sementara.

Hal yang samapun banyak ditemukan saat kondisi hujan.

Sebagai pengguna transportasi umum, jualan jas hujan disposable di depan stasiun saat hujan mengguyur kota bukan lagi pemandangan asing. Dan tak sedikit yang 'belanja' dadakan demi bisa pulang menerobos rintik hujan.

Ngga aneh. Dengan Rp10.000 saja, pengguna bisa tiba di rumah. Tubuh sehat, barang bawaan terhindar dari basah.

Di jalanan, hal serupa juga lumrah ditemukan. Di bawah Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), underpass, transaksi jual beli jas hujan disposable ramai terjadi.

Tidak sulit menemukan produk ini. Begitu hujan turun, sejumlah orang yang juga menggunakan produknya sebagai contoh, sudah berderet di pinggir jalan menjajakan jas hujannya berikut dengan harga yang ditawarkan. Biasanya harganya seragam, Rp10.000 saja tanpa bawahan. Siapa yang tidak tertarik?

Jika dilihat di e-commerce, penjualan produk ini terbilang marak. Satu setnya hanya dibanderol Rp4.000 an saja dan Rp2.000 jika hanya atasan. Di salah satu toko daring saja, total terjual produk ini sudah mencapai 670ribuan lebih produk. Di toko lain, jumlah terjualnya pun sampai ratusan ribu meski angkanya masih jauh dari toko di atas. Fantastis bukan?

Bagai simalakama, di satu sisi, produk ini memberikan 'hidup' bagi penjualnya, namun di sisi lain, harus diakui, potensi sampah bagi lingkungan dari produk ini perlu dipertimbangkan kembali.

Soal Rp10.000 dan luka untuk Bumi

Kenapa perlu dipertimbangkan lagi?

Mengingatkan kembali sebuah ungkapan 'ada harga, ada rupa' yang merujuk pada makna bahwa semakin mahal sebuah benda, kualitas produk tersebut juga umumnya bisa diunggulkan.

Berdasarkan keterangan yang tercantum pada toko daring penjual, jas hujan ponco umumnya menggunakan plastik HDPE (High Density Polyethylene) atau LDPE (Low Density Polyethylene). Sebagaimana fungsinya, keduanya sama-sama memiliki keunggulan tahan air sehingga tubuh pengguna terlindungi dengan masksimal.

Produk ini juga didesain dengan begitu ringkas dan tipis. Sehingga cara menggunakannya sama saja seperti menggunakan baju pada umumnya. Sedangkan ketebalannya yang hanya 0,4 mm membantu pengguna bisa melipat produk ini sekecil mungkin sehingga tidak membutuhkan ruang besar untuk penyimpanannya.

Masalahnya adalah, meski dengan ketebalan tersebut sebetulnya pengguna sudah terlindungi dari hujan, keunggulan yang sama justeru jadi kelemahan produk ini pula. Bagaimana tidak, tersangkut dikit jas hujan ponco plastik bisa langsung sobek.

Tidak sengaja tersangkut di jam tangan, sobek. Tidak sengaja sangkut di jepitan rambut, sobek. Ringkih sekali.
Sesuai namanya, jas hujan ini memang didesain disposable atau sekali pakai dengan harganya yang tak sampai seharga seporsi bakso.

Meski sebenarnya usai sekali penggunaanpun masih bisa digunakan lagi, namun harganya yang bisa dibilang tak seberapa membuat pengguna tak masalah jika sekali pakai saja. Tak masalah jika usai dipakai langsung dibuang. Sewaktu-waktu butuh kembali, bisa beli lagi. Toh cuma Rp10.000 saja, kan?

Repotnya adalah, jika pemikiran ini merata di seluruh penggunanya. Di rata-rata musim hujan yang kadang mencapai 2-3 bulanan dikali 10 pengguna per hari saja yang berpikiran serupa, artinya Bumi harus menanggung luka dan perjalanan pemulihan yang panjang dari ratusan jas hujan plastik ponco untuk diuraikan.

Padahal, businesswaste.co.uk menyebutkan waktu yang dibutuhkan plastik HDPE untuk terurai tergantung pada jenis produknya, kantong plastik HDPE untuk supermarket saja butuh waktu minimal 20 tahun dan butuh 500-1.000 tahun terurai secara biologis untuk LDPE.

Upaya sederhana kurangi sampah jas hujan

Belakangan, berbagai upaya sederhana dalam 'bersikap' baik pada Bumi banyak diserukan lewat berbagai platform. Ngga bisa langkah besar, setiap individu bisa melakukan upaya paling mudah tanpa harus merasa terbebani.

Membawa box makanan saat keluar dan berencana untuk melakukan perjalanan kuliner misalnya, berikut pula dengan botol air minum mengingat berbagai stasiun KRL saat ini telah menyediakan refill air minum gratis bagi para penggunanya.

Sama halnya saat berhadapan dengan musim hujan. Banyak langkah sederhana yang bisa diterapkan untuk mengurangi beban Bumi dari sampah plastik.

1. Cek prakiraraan cuaca

Ini merupakan modal paling mudah dan murah diakses sebelum berkegiatan sepanjang hari, prakiraan cuaca. Di setiap ponsel sudah ada, bahkan bisa diakses pula secara daring.

Mengetahui prakiraan cuaca akan membantu setiap individu untuk menentukan pakaian yang nyaman di hari tersebut, besok, lusa bahkan hingga 5 hari ke depan. Apakah perlu menyiapkan pakaian tebal jika hujan sebagai antisipasi udara dingin, atau cukup kenakan jaket UV saja sebagai modal melawan panasnya sinar matahari di siang bolong saat beraktivitas di outdoor.  

Selain itu, memeriksa prakiraan cuaca juga akan membantu pengguna untuk membekali diri dengan alat pelindung hujan atau tidak. Ini tentu dibutuhkan untuk meminimalisir tambahan beban di dalam tas jika harus membawa payung pada saat kondisi cuaca tak terlalu panas, namun tak hujan pula.

2. Bekali diri dengan pelindung hujan

Masih berkaitan dengan poin sebelumnya, mengetahui prakiraan cuaca harian akan menjadi modal bagi setiap orang untuk membekali diri dengan pelindung hujan, apakah itu jas hujan bagi pengendara bermotor atau payung bagi mereka yang cukup berjalan kaki saat pulang ke rumah.

Ini diperlukan untuk meminimalisir 'belanja dadakan' di pinggir jalan saat hujan turun. Selain lebih hemat, langkah sekecil ini harus diakui, telah mengajak kita berkontribusi untuk 'kesehatan' Bumi.

3. Siapkan produk pelindung dengan kualitas prima

Produk murah memang terasa menggiurkan. Kadang orang berpendapat, toh, fungsinya juga sama saja. Padahal, ada hal tertentu yang tidak hanya bicara soal fungsi, tapi kenyamanan saat menggunakannya juga.

Jas hujan ponco memang ringkas dibawa, namun perlu hati-hati dan pelan-pelan saat menggunakan. Buru-buru dikit, malah sobek. Jangan sampai, tujuan beli untuk melindungi, justeru malah bikin badan dan barang basah sepanjang jalan.

Untuk itu, pastikan menyiapkan atau menggunakan produk pelindung dari jas hujan dengan kualitas prima.

Kualitas prima yang dimaksud bukan hanya bicara soal 'yang penting bisa melindungi dari hujan' makna ini juga bicara soal bahan, kenyamanan saat menggunakan, hingga masa pakainya yang panjang.

Esensinya, penggunaan jas hujan umum dilakukan dalam keadaan buru-buru, terdesak, berikut dengan outfit lengkap dari atas ke bawah. Untuk itu, dibutuhkan jas hujan yang memiliki tekstur, desain serta bahan yang kokoh.

Jas hujan ini juga harus kuat saat harus melewati sepatu pengguna, tangguh dalam menyelimuti badan pengguna serta memiliki sifat yang elastis karena biasanya akan digunakan pula untuk menjaga tas dan barang bawaan lainnya dari siraman air hujan.

Sebenarnya selain jas hujan berbentuk ponco, ada beberapa jenis jas hujan lain yang bisa jadi pilihan bagi para pengendara motor seperti mantel, raincoat set atau setelan, jas hujan rok, ponco tandem yang memiliki dua penutup kepala untuk bisa digunakan penumpang motor, jas hujan overcoat, hingga jas hujan full motor.

Bicara soal jenis yang paling nyaman, tentu saja kembali ke preferensi masing-masing individu. Saya pribadi lebih menyukai raincoat set; terdiri dari atasan berbentuk baju dengan lengan panjang serta bawahan berbentuk celana. Persis pakaian sehari-hari, pas dikenakan, lebih nyaman dalam bergerak dan minim risiko. Mengingat jenis lain, jika tidak teliti dalam menggunakan, berpotensi menyebabkan kecelakaan. Bagian mantel yang tidak terpakai dan dibiarkan tergerai misalnya.

Pastikan pula jas atau jaket hujan disertai dengan hoodie atau penutup kepala agar perlindungan lebih optimal.  

Dalam tulisan salah satu platform e-commerce disebut jas hujan berbahan poliester dan nilon memiliki ketahanan dan masa pakai yang lebih panjang serta memiliki sirkuluasi udara yang lebih baik meski catatan tambahan dari bahan ini adalah harganya relatif lebih mahal.

Dan mumpung saat ini musim pancaroba, musim yang tepat untuk sedikit menyisihkan sisa-sisa uang bulanan untuk belanja jas hujan dengan kualitas terbaik sebelum memasuki hari-hari penghujan yang diprediksi akan terjadi mulai akhir bulan Agustus atau September 2025 awal. 

4. Pilih ojek payung alih-alih jas hujan disposable

Bagi pengguna transportasi umum, jika tidak dalam kondisi mendesak, sebaiknya berteduh di stasiun atau halte dan tunggu hujan hingga reda. Namun jika dirasa harus segera tiba di tempat tujuan, Anda bisa memanfaatan jasa ojek payung jika memang jarak tempat tinggal terbilang dekat. 

Sumber:
https://www.bmkg.go.id/iklim/prediksi-musim/prediksi-musim-kemarau-tahun-2025-di-indonesia
https://www-businesswaste-co-uk.translate.goog/your-waste/plastic-recycling/ldpe-recycling/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sge#:~:text=Berapa%20lama%20waktu%20yang%20dibutuhkan,LDPE%20untuk%20terurai%20secara%20biologis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun