Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"24 Hours to Live", Pesan Kehidupan Bahwa Pekerjaan Tak Lebih Berharga Dibanding Keluarga

6 Februari 2018   17:57 Diperbarui: 7 Februari 2018   11:31 1790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ethan Hawke dalam "24 Hours to Live"| Sumber:hellhorror.com/

Film perdana yang disuguhkan Komik Kompasiana di awal Februari 2018 ini sama dengan film penutup Januari 2018, yaitu masih mengusung genre action. Dua hal yang menarik dari film ini bagi saya adalah judulnya dan ketika salah satu peserta Nobar sempat "nyeletuk" biasanya kalau pemerannya Ethan filmnya suka konyol. Dalam benak saya, ya mungkin ada komedinya juga.

Seorang bijak berkata "Hiduplah seakan kamu akan mati besok." Dan kalimat tersebut, disampaikan dengan baik oleh Ethan Hawke dalam perannya.

Demi $ 2 juta, Travis Conrad yang diperankan oleh Ethan Hawke kembali dalam organisasi yang menghabisi nyawa istri dan anaknya. Tujuannya masih seputar kriminal, yaitu menghabisi nyawa mantan anggota Red Mountain yang mengetahui segala rahasia dalam organisasi tersebut dan berencana untuk membeberkannya pada pemerintah Amerika Serikat.

Kembali bertugas pada Red Mountain rupanya menjadi langkah awalnya mengetahui kebusukan yang tengah terjadi dalam organisasi tersebut. Dirinya dihabisi seorang wanita yang juga bertugas sebagai polisi internasional yang melindungi targetnya.

Menjadi korban penembakan di tangan seorang wanita, Travis mendapatkan perlakuan yang sama dari organisasi tersebut. Sebuah eksperimen yang menelan banyak korban kini menimpa dirinya hingga akhirnya dia berkesempatan untuk hidup 24 jam lagi. Sayangnya, hidup 24 jam tersebut ada dalam bayang-bayang halusinasi efek dari obat yang disuntikkan ke dalam tubuhnya.

Berkesempatan hidup 24 jam nyatanya tak membuatnya bisa hidup tenang, bayangan anak dan istrinya terus menghantui dirinya.

Realita Manusia yang Menghamba Pada Pekerjaan

Dalam film 24 Hours to Live, Ethan, sang agen terbaik dalam organisasi Red Mountain, seorang suami bagi istrinya dan seorang ayah untuk anak lelakinya, memilih untuk menghabiskan waktunya bersama Red Mountain tempatnya bekerja walau dalam setiap adegan, tampak sekali bahwa Ethan melakukannya dengan keterpaksaan.

Tidak ada waktu yang tersisa untuk keluarga. Meski kerap berjanji untuk segera kembali dan tak pergi lagi, Ethan malah mengingkari janjinya sendiri kepada keluarga kecilnya.

Sampai akhirnya istri dan anaknya menjadi korban kejahatan Red Mountain. Mereka dibunuh. Oleh seseorang yang seharusnya melindungi keluarganya.

Rasanya tak hanya dalam film ini, dalam kehidupan nyata, banyak sekali orang memilih menghabiskan waktu untuk pekerjaan, menomorduakan keluarga, berjanji untuk kembali namun diingkarinya sendiri.

Seorang anak tidak akan pernah kembali menjadi bayi lalu memberi kesempatan pada orang tua untuk memperlakukannya sebagaimana mestinya. Memang orangtua perlu bekerja agar kehidupan keluarga tercukupi, namun rasanya tak salah juga jika harus membagi adil waktu tersebut dan tak melulu tenggelam dalam kesibukannya lalu disuatu waktu bertanya "kenapa kamu cepat sekali besarnya, Nak?" tanpa pernah bertanya pada diri sendiri ke mana saja dirinya pergi hingga tak sadar anaknya tak lagi seorang anak-anak.

Beruntung jika anaknya masih diberi kesempatan untuk terus sehat, dan bertumbuh, lalu bagaimana jika adegan pada film sewaktu-waktu terjadi? "Orang tua beruntung karena telah sempat merasakan muda, namun yang muda belum tentu dapat menikmati masa tua"bukan?

Hidup Seolah Akan Mati Esok

Tak ingin menyia-nyiakan hidupnya yang hanya hitungan jam, Ethan berputar haluan dan beralih kelompok. Dia ingin agar "ikan menyukainya."

Tak ada yang tahu akan hidup. Tak seorang pun. Kecuali Ethan yang dalam film tersebut hidupnya sudah diset hanya dapat bertahan hidup dalam hitungan jam saja hingga akhirnya berpulang.

Ketidaktahuan akan hidup sering sekali disemena-menakan dan membiarkan waktu demi waktu berlalu tanpa sesuatu yang berharga atau bahkan melaluinya dengan menorehkan hal buruk baik bagi diri sendiri atau untuk orang lain.

Mengetahui waktu kematian dalam film ini ternyata sangat membantu membuat seseorang berubah 100%. Ethan ingin hidupnya yang tinggal beberapa jam lagi bermanfaat untuk orang lain, dan ia berhasil melakukannya.

Kita mungkin tidak mengetahui umur diri sendiri, namun dengan tetap berbuat baik, setidaknya jika tetiba waktu tidak lagi berpihak pada kita, kematian bukanlah sesuatu hal yang perlu dirisaukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun