Mohon tunggu...
Een Irawan Putra
Een Irawan Putra Mohon Tunggu... Editor - "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam" (Al-Anbiya' 107)

Bersuaralah untuk kelestarian alam dan keselamatan lingkungan. Cintai sungai dan air bersih. Indonesia butuh perhatian dan aksi nyata!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sosok Doni Monardo (5): Tidak Kompak

30 Juli 2021   11:09 Diperbarui: 30 Juli 2021   11:37 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu papan ajakan di sebuah perusahaan di Kabupaten  Bandung. Dok. Pribadi

Ketegasan dan tidak ada kompromi dilakukan kepada pelaku industri atau pabrik yang masih membuang limbahnya ke Citarum. Baik itu yang ada di wilayah Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Sumedang, Banjaran, Soreang dll. Saat itu, di Sektor 21 saja ada sekitar 60-an saluran limbah pabrik dicor karena mereka tidak mau memperbaiki IPAL-nya. Namun hampir semua saluran limbah cair tersebut telah dibuka karena pemilik pabrik mau berubah. Memastikan air limbahnya bening dan di outletnya ada ikan mas koki yang hidup.

Data dari Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, ada sekitar 2.800 pabrik yang mendirikan bangunannya di area sempadan sungai Citarum. Buruknya pengelolaan dan minimnya kontrol membuat sungai ini harus menanggung beban 280.000 ton limbah cair per hari. Belum lagi dengan ditambahnya 1.500 ton sampah domestik dari rumah tangga. Bisa dibayangkan seperti apa kondisi air Citarum. Saya pernah menyusuri Citarum pada tahun 2013, melihat prilaku buruk para perusahaan ini. Di beberapa titik saya tidak kuat dengan baunya, bahkan hampir muntah ketika beberapa menit saja berdiri di lokasi itu. Saat itu Greenpeace Indonesia meminta saya menemui beberapa warga bantaran Citarum dan meminta testimoninya ketika Ahmad Heryawan menyatakan pada tahun 2018 air Citarum bisa langsung diminum.   

Pastinya tidak banyak yang tahu, ketegasan yang dilakukan oleh Doni dan Tim Satgas ini mendapat respon yang berbeda-beda dari sekelompok orang dan juga pejabat lainnya. Beberapa orang bahkan menelpon dan menyampaikan agar jangan terlalu keras. Tidak lama berselang dari aktivitas pengecoran, salah satu pejabat negara membuat surat edaran yang ditujukan kepada Ketua Satgas dan ditembuskan kepada beberapa pejabat lainnya. Didalam surat edaran tersebut disampaikan apa yang telah dilakukan Satgas dengan melakukan pengecoran dan penutupan saluran pembuangan limbah pabrik telah menggangu iklim investasi yang ada di wilayah Jawa Barat.

Doni mengirim surat itu kepada saya. "Siapa yang membisikan dan kok bisa ada surat ini? Besok tolong undang semua pejabat eselonnya ke Wantannas" katanya. 

Urusan surat edaran ini dibahas. Saya ingat betul rapat itu dimulai dari pukul 9.00 hingga pukul 14.00. Tidak ada break makan siang. Suasana menjadi panas. "Kita ini serius atau tidak mau menyelamatkan Sungai Citarum? Saya telah kerahkan ribuan pasukan TNI untuk membersihkan Citarum. Kok ada surat seperti ini? Ini seolah kami salah. Kita ini kok sesama pemerintah tidak kompak menyelamatkan Citarum!" teriaknya lantang. Semua di dalam ruangan itu hening. Seorang guru besar yang sekaligus penasehat hukum Sekretariat Presiden yang mencoba menenangkannya. Ia pun menyampaikan pada peserta rapat, bahwa Doni dan timnya menjalankan program ini secara realistis. Mau mengawal langsung ke lapangan. "Kita tahu pogram Citarum ini sudah banyak dilakukan. Bahkan negara pernah berhutang ratusan juta dollar  untuk merancang program untuk Citarum. Namun, siapa yang bisa menjalankan program tersebut?" katanya.

"Kita ini serius atau tidak mau menyelamatkan Sungai Citarum? Saya telah kerahkan ribuan pasukan TNI untuk membersihkan Citarum. Kok ada surat seperti ini? Ini seolah kami salah. Kita ini kok sesama pemerintah tidak kompak menyelamatkan Citarum!"

Saya yang duduk di belakang hanya mampu mengusap kening. Dalam hati saya berucap "Ini perwira tinggi bintang tiga, yang tidak diragukan lagi komitmennya, punya pasukan ribuan, akhirnya mentok juga dengan urusan birokrasi dan koordinasi untuk urusan sungai. Apalagi saya yang hanya komunitas kecil di Kota Bogor yang sudah belasan tahun berjuang untuk keselamatan Ciliwung".

Januari 2019 saya diminta ke Bandung. Melihat dan merekam apa saja perubahan yang terjadi memasuki satu tahun program Citarum Harum. "Kamu berangkat ke Bandung ya. Lihat apa saja perubahan yang terjadi. Temui para Dansektor" katanya.

Saya mengunjungi Sektor 1 Pembibitan yang ada di Cisanti, hulu Citarum. Saat itu sektor ini dipimpin oleh Kolonel Inf. Choirul Anam (sekarang sudah pensiun). Ia harus mencari strategi untuk menghadapi ribuan petani di Cisanti. Mereka telah lama menggarap lahan yang seharusnya menjadi kawasan hutan dan resapan air. Perwira Kopassus yang memulai karir militernya dari Tamtama ini bertangungjawab untuk menghutankan kembali kawasan hulu Citarum di areal Perhutani dan PTPN seluas 8.000 ha. Dari target sebanyak 125 juta bibit pohon yang harus disiapkan dan ditanam, ia dan timnya saat itu sudah menyiapkan 6 juta bibit pohon. Sejak tahun 2018 s.d 2020 melalui Paguyuban Budiasi telah ditanam di hulu Citarum sebanyak 1.695.744 pohon dengan luas 896,5 ha. Jenis yang ditanam adalah surian, kisirem, kibadak, mahoni, ekaliptus, kopi arabika, mani'i, jati putih, alpukat dan nangka.

Ada 3.000 petani yang harus dampingi dan diajak untuk bekerjasama menanam dan merawat pohon yang sudah ditanam. Selain itu, ia juga mencoba untuk bisa melepaskan petani dari cengkraman cukong dan pemodal yang telah lama menguasai ratusan hektar hutan negara. Para petani di sana hanya menjadi pekerja dengan upah harian yang sangat kecil. Kini, mereka diajak menanam dengan pola tumpang sari. Mereka juga masih diperbolehkan menanam sayur mayur dengan batasan waktu dan masa transisi. Menghutankan kembali hulu Citarum semakin berat ketika para cukong yang selama ini nyaman menduduki hutan negara, menggerakan sekelompok orang dan menghembuskan isu "tentara telah menyerebot tanah rakyat, tentara menggusur petani".

Menghutankan kembali hulu Citarum semakin berat ketika para cukong yang selama ini nyaman menduduki hutan negara, menggerakan sekelompok orang dan menghembuskan isu "tentara telah menyerebot tanah rakyat, tentara menggusur petani".

Saya kunjungi di bagian tengah Citarum yaitu Sektor 7. Komandan Sektornya saat itu adalah  Kolonel Kav. Purwadi. Perwira yang banyak menduduki berbagai posisi dan jabatan di BAIS TNI ini berjuang bersama timnya menata bantaran Citarum yang ada di Kabupaten Bandung. Ia harus menata bantaran Citarum sepanjang 13 Km yang telah berdiri 257 bangunan dan 102 kios di Pasar Rancamanyar. Setiap tahun wilayah ini juga kerap dilanda banjir. Namun, pelan-pelan ia mengubah tempat-tempat sampah liar dan bangunan kumuh yang mengokupasi bantaran Citarum menjadi sarana olah raga dan tempat bermain. Menanami dengan tanaman vetiver dan tanaman keras, membuat pos pemantau banjir, mengeruk sedimentasi serta membuat sarana pengelolaan air bersih.

Para pelaku industri dan pabrik tekstil yang paling banyak membuang limbahnya langsung ke Citarum adalah di Sektor 21. Dansektornya saat itu Kolonel Inf. Yusep Sudrajat (sekarang sudah Brigjen). Perwira yang pernah menjabat sebagai Dandim dan Danrem ini harus berhadapan dengan berbagai macam taktik perusahaan agar bisa terus membuang limbahnya ke Citarum. Diperlukan ketegasan dan tidak ada kompromi terhadap para pelaku industri atau pabrik yang masih membuang limbahnya ke anak-anak sungai Citarum yang ada di wilayah Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Sumedang, Banjaran, dan Soreang. Ia dan timnya yang paling banyak mengecor saluran pembuangan limbah pabrik.

Tim Satgas yang mengecek kualitas air yang ada di outlet salah satu perusahaan tekstil. Dok. Pribadi
Tim Satgas yang mengecek kualitas air yang ada di outlet salah satu perusahaan tekstil. Dok. Pribadi

Saya masuk dan mengecek langsung lokasi pengolahan limbah di tiga pabrik. Berbicara langsung dengan pimpinan pabriknya. Mereka telah berubah, yaitu PT Kahatex Cijerah, PT Trisula Textile dan PT Kamarga Kurnia. Pertanyaan saya kepada mereka bertiga adalah "Kenapa perusahaan anda mau berubah? Mau membuat IPAL dengan benar, mulai dari biologi hingga kimiawi?". Mereka semua menjawab bahwa bukan zamannya lagi perusahaan bisa semena-mena terhadap Citarum. Kita pelaku industri sangat membutuhkan air untuk operasional pabrik. "Apakah perusahaan anda rugi ketika anda menjalankan IPAL tersebut?" lanjut saya. Semua juga menjawab, bahwa tidak rugi karena sudah masuk sebagai cost produksi.

Dari perjalanan saya mengunjungi mereka semua, saya menarik kesimpulan bahwa prilaku negatif dan keburukan selama ini yang ada di Citarum bisa dirubah. Bisa diperbaiki. Hanya saja butuh konsistensi dan butuh integritas. Tidak bisa lagi sekedar mencari keuntungan pribadi/sekelompok orang. Sama-sama saling mengingatkan agar sama-sama bisa menikmati Sungai Citarum yang bersih dan lestari. (Bersambung)


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun