Mohon tunggu...
Een Nuraeni
Een Nuraeni Mohon Tunggu... Administrasi - pekerja sosial

"Orang yang tidak menulis, tidak punya sejarah"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekolah Kawat Karat

7 Juni 2020   20:58 Diperbarui: 7 Juni 2020   20:48 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Oia, aku jadi ingat tentang sekolahku nih. Aku akan ceritakan sedikit untuk mengobati rasa rinduku ya..

Aku sekolah di sebuah desa kecil di Pandeglang, sekolah yang sangat sederhana dan 'serba terbatas'. Tapi kebahagiaan dan semangatku dan teman-teman tanpa batas loh. Dan aku sangat  merindukan sekolah sederhana itu, sekarang.

Aku rindu duduk berdempet di bangku kayu panjang bersama tiga bahkan kadang empat orang temanku. Sikut kami bertemu setiap kali menulis diatas meja dan saling sikut sampai ribut jika ke jahilan itu datang. Itulah mengapa aku tulis 'serba terbatas', karena memang begitu.

Ruang kelas kami hanya tiga petak ruangan untuk kelas 1-6.

Artinya, kami berbagi kelas. Kelas 1 dan 2 disatukan dalam satu ruangan dengan dua papan tulis hitam tanpa sekat ruangan. Kelas 3 dan 4 pun sama demikian. Sedangkan kelas 5 dan 6 sedikit lebih baik karena diberi sekat agar siswa terpisah antara kelas 5 dan kelas 6. Untuk ruangan kelas 5 dan 6 juga sudan berdinding semen tanpa cet, sedangkan dua ruangan lainnya masih berdinding kayu dan kawat.

Ruangan inilah yang menjadi tempat aku dan teman-teman belajar setiap hari. Dan aku rindu semilir angin dan tempias air hujan yang menerobos dinding kawat sekolah itu sewaktu kami belajar.

Aku juga sangat ingin bertemu bapak dan ibu guru. Sudah lama tidak mendengar bunyi ketukan kapur di papan tulis dan suara lantang mereka menjelasan pelajaran. Semoga mereka baik dan sehat-sehat semuanya ya.

Guru kami, meski tidak mendapatkan kesejahteraan yang layak seperti di sekolah negeri. Mereka tetap semangat mengajar dengan semua keterbatasan yang ada. Apa kalian tahu berapa mereka di gaji untuk mengajar dan memberikan ilmunya setiap hari?

Hanya 10.000 rupiah per hari teman, itupun diberikan tidak setiap bulan. Kadang 3 atau 4 bulan sekali. Kalian kaget? Aku pun sangat kaget saat mengetahui hal itu. Ah, mereka sangat sabar selama ini. Aku menyesal sering berbuat onar dan merepotkan mereka. Padahal mereka pasti sudah sangat kesulitan selama ini.

Aku berharap meski sekolah di liburkan, guru-guruku tetap mendapakan gaji nya dengan tepat waktu. Jika boleh memohon (entah pada siapa), aku mohon perhatikanlah kesejahteraan guru-guru kami ini. 

Gaji mereka per bulan bahkan jauh lebih kecil dari asisten rumah tangga, padahal apa yang mereka lakukan sangat mulia. Sangat dibutuhkan untuk mendidik anak-anak bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun