Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sertifikat Halal Diterbitkan Kemenag, Peran MUI Apa?

17 Oktober 2019   10:38 Diperbarui: 18 Oktober 2019   15:35 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelaku usaha industri kecil dan menengah menerima Sertifikat Halal di Bale Asri Pusdai Jabar, Bandung, Jawa Barat, Rabu, 20 September 2017. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar membagikan 750 sertifikat halal bagi pelaku usaha di 27 kabupaten dan kota guna mendorong kesadaran mereka akan pentingnya sertifikasi dan standardisasi produk dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ANTARA FOTO/Agus Bebeng

UU JPH telah mengatur kewenangan penerbitan sertifikat halal oleh pemerintah dalam hal ini Kemenag. Pascaberoperasinya BPJPH, kewenangan MUI tetap penting dan strategis, yaitu memberikan fatwa penetapan kehalalan suatu produk yang kemudian disampaikan kepada BPJPH sebagai dasar penerbitan Sertifikat Halal.

Harus diingat bahwa  kenapa MUI mendukung pelaksanaan UU JPH.  Selain UU ini lahir atas inisiatif MUI juga dimaksudkan  untuk melindungi umat Islam dari mengonsumsi produk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik yang tidak halal.

Memang, sertifikasi halal di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Dimulai dari labelisasi atas produk nonhalal oleh Departemen Kesehatan tahun 1976. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah saat itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 280 tanggal 10 November 1976 tentang Ketentuan Peredaran dan Penandaan Pada Makanan Yang Mengandung Bahan Berasal Dari Babi.

Surat Keputusan yang ditanda-tangani Menteri Kesehatan Prof. Dr. G.A. Siwabessy ketika itu, mengharuskan semua makanan dan minuman yang mengandung unsur babi ditempeli label bertuliskan "mengandung babi" dan diberi gambar seekor babi utuh berwarna merah di atas dasar putih.

Jadi, kini semakin jelas peran MUI tetap penting dan startegis dalam pelaksanaan sertifikasi halal. Setidaknya ada 3 kewenangan dalam UU JPH, yaitu: penetapan halal, justifikasi para auditor LPH, dan akreditas LPH.

Kalau dulu LPH hanya satu, yaitu LP POM MUI, ke depan perguruan tinggi dan ormas terbuka untuk membuat LPH. BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah. Sementara mengenai ketentuan tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden.

Sekarang, jelaskan?

Rekan penulis yang terlihat tak emosi lagi itu melontarkan pertanyaan. Lalu, dengan adanya sertifikat halal dari Kemenag, apakah logo halal dari MUI diganti?

Begini. Sesuai dengan penjelasan Kepala BPJPH Kemenag, logo untuk sertifikasi produk halal yang baru diberi nama Halal Indonesia.

Logo itu diputuskan oleh Kemenkumham. Hingga kini masih tersimpan di kementerian itu. Bagi usaha atau jasa yang sudah menggunakan logo halal lama masih diperbolehkan. Setelah tiga tahun sejak peraturannya berjalan, maka harus mengganti dengan logo halal yang baru.

Dengan begitu, ke depan, makanan dan minuman yang kita konsumsi selain terjamin kehalalannya juga toyib alias lezat, baik, menyenangkan, nikmat, enak. Juga bersih dan menentramkan jiwa.

Sumber bacaan: satu dan dua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun