UU JPH telah mengatur kewenangan penerbitan sertifikat halal oleh pemerintah dalam hal ini Kemenag. Pascaberoperasinya BPJPH, kewenangan MUI tetap penting dan strategis, yaitu memberikan fatwa penetapan kehalalan suatu produk yang kemudian disampaikan kepada BPJPH sebagai dasar penerbitan Sertifikat Halal.
Harus diingat bahwa  kenapa MUI mendukung pelaksanaan UU JPH.  Selain UU ini lahir atas inisiatif MUI juga dimaksudkan  untuk melindungi umat Islam dari mengonsumsi produk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik yang tidak halal.
Memang, sertifikasi halal di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Dimulai dari labelisasi atas produk nonhalal oleh Departemen Kesehatan tahun 1976. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah saat itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 280 tanggal 10 November 1976 tentang Ketentuan Peredaran dan Penandaan Pada Makanan Yang Mengandung Bahan Berasal Dari Babi.
Surat Keputusan yang ditanda-tangani Menteri Kesehatan Prof. Dr. G.A. Siwabessy ketika itu, mengharuskan semua makanan dan minuman yang mengandung unsur babi ditempeli label bertuliskan "mengandung babi" dan diberi gambar seekor babi utuh berwarna merah di atas dasar putih.
Jadi, kini semakin jelas peran MUI tetap penting dan startegis dalam pelaksanaan sertifikasi halal. Setidaknya ada 3 kewenangan dalam UU JPH, yaitu: penetapan halal, justifikasi para auditor LPH, dan akreditas LPH.
Kalau dulu LPH hanya satu, yaitu LP POM MUI, ke depan perguruan tinggi dan ormas terbuka untuk membuat LPH. BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah. Sementara mengenai ketentuan tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden.
Sekarang, jelaskan?
Rekan penulis yang terlihat tak emosi lagi itu melontarkan pertanyaan. Lalu, dengan adanya sertifikat halal dari Kemenag, apakah logo halal dari MUI diganti?
Begini. Sesuai dengan penjelasan Kepala BPJPH Kemenag, logo untuk sertifikasi produk halal yang baru diberi nama Halal Indonesia.
Logo itu diputuskan oleh Kemenkumham. Hingga kini masih tersimpan di kementerian itu. Bagi usaha atau jasa yang sudah menggunakan logo halal lama masih diperbolehkan. Setelah tiga tahun sejak peraturannya berjalan, maka harus mengganti dengan logo halal yang baru.
Dengan begitu, ke depan, makanan dan minuman yang kita konsumsi selain terjamin kehalalannya juga toyib alias lezat, baik, menyenangkan, nikmat, enak. Juga bersih dan menentramkan jiwa.
Sumber bacaan: satu dan dua